Semarang (ANTARA) - Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti menyampaikan bahwa karnaval dan kirab budaya Pawai Gunungan Hasil Bumi yang digelar di Mijen dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda tahun 2025 sebagai simbol gotong royong.
"Luar biasa keren (acaranya), karena dapat kita lihat dari suasana kebersamaan dan gotong royong masyarakat dalam upayanya melestarikan warisan budaya," katanya, saat membuka Kirab Gunungan, di Semarang, Minggu.
Kegiatan yang berlangsung di Taman Tirto Asri, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, itu membuktikan bahwa semangat gotong royong dan kecintaan pada budaya leluhur makin mengakar kuat di hati warga.
Menurut dia, kirab gunungan yang terdiri dari sayur-mayur, buah-buahan, dan hasil bumi lainnya itu bukan sekadar pawai budaya biasa
Akan tetapi, merupakan perwujudan rasa syukur warga kepada Tuhan dan leluhur yang telah mewariskan tanah yang subur, sekaligus sebagai pengingat bahwa pangan adalah fondasi dari segala cita-cita dan gerak pembangunan.
"Gunungannya isinya 'macem-macem', ada lombok, kacang panjang, terong, tomat, dan masih banyak lainnya. Melalui pawai gunungan ini saya bisa melihat kemandirian Kota Semarang atas pangannya," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Agustina memberikan apresiasi kepada masyarakat Kecamatan Mijen yang menghadirkan empat belas gunungan unik dalam even tersebut dan terlihat antusias mengikuti kirab budaya.
Ia mengaku bangga sebab dalam penyelenggaraannya, karnaval dan kirab melibatkan masyarakat Kecamatan Mijen secara luas, baik sebagai panitia, peserta, maupun penonton.
"Inilah uniknya (Kecamatan) Mijen. Acara kirabnya tidak cuma ditunggu, tetapi mereka juga mempersiapkan semuanya bareng-bareng, dan datang ke sini untuk memeriahkan. Gotong royong masyarakat, tidak pakai APBD sama sekali, sehingga menjadi momentum kebersamaan yang hangat," katanya.
Selain menjadi ajang hiburan dan tontonan yang memikat, arak-arakan tersebut juga menjadi ruang interaksi lintas generasi, di mana kearifan lokal diwariskan kepada generasi muda.
"Apalagi momentumnya Hari Sumpah Pemuda, saya harap ini tidak berhenti menjadi tontonan, tetapi juga tuntunan bagi generasi muda agar mereka makin mencintai budayanya, memahami akar tradisinya, serta menanamkan lagi _spirit_ kebangsaannya," katanya.
Tidak hanya itu, ia menambahkan bahwa kirab budaya mampu menjadi daya tarik wisata yang memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat setempat.
"Rencana awalnya, kan, Agustus, tetapi diundur karena dinamika politik saat itu. Ternyata penyelenggaraannya malah lebih bagus. Penontonnya banyak, UMKM-nya hidup, ekonomi berputar," katanya.
Karnaval dan kirab budaya pawai gunungan tersebut menjadi puncak rangkaian gelar budaya yang diselenggarakan di Kecamatan Mijen.
Sebelumnya (Sabtu, 25/10) dilaksanakan acara kesenian Kuda Lumping Turonggo Cipto Budoyo dan Wayang on the Street, serta ditutup dengan dengan pagelaran wayang kulit sebagai bentuk konkret Kota Semarang yang terus melaju modern, tetapi tetap berakar pada budaya.
"Maturnuwun kepada Kecamatan Mijen beserta seluruh masyarakat yang telah mengemas peringatan Sumpah Pemuda ini dengan begitu semarak, penuh kreativitas, dan berjiwa lokal. Hari ini sudah hebat, semoga tahun depan tambah hebat lagi," pungkasnya.

