Semarang (ANTARA) - Pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas tiga sering kali diwarnai dengan kegiatan membaca teks konvensional yang terasa monoton.
Di SDN Jatisari, kondisi ini tampak dari rendahnya antusiasme murid ketika berhadapan dengan bacaan yang kurang variatif dan tidak cukup dekat dengan kehidupan sehari hari.
Selain itu, pengetahuan murid tentang kearifan lokal Kota Semarang juga masih terbatas karena belum banyak media pembelajaran yang mendorong eksplorasi budaya secara mendalam.
Untuk menjawab tantangan tersebut, guru menerapkan Pembelajaran Mendalam dengan memanfaatkan Buku Pop Up Interaktif bertema Kearifan Lokal Semarang.
Media ini merupakan hasil inovasi kelompok fasilitator Tanoto Foundation yang bernama Green Squad. Buku ini dirancang dengan visual menarik, gambar timbul, narasi audio, dan QR Code yang menghubungkan murid dengan aktivitas tambahan.
Salah satu kearifan lokal yang diangkat adalah Jamu Jun, minuman tradisional khas Semarang yang kemudian dijadikan fokus pembelajaran.
Langkah pembelajaran dimulai dengan analisis kebutuhan belajar murid lalu dilanjutkan dengan penyusunan rencana berbasis deep learning.
Buku Pop Up Green Squad digunakan sebagai media utama untuk mengenalkan berbagai kearifan lokal yang dekat dengan kehidupan murid. Pada tahap eksplorasi, murid membaca teks, mengamati gambar, mendengarkan audio, dan memindai QR Code yang memuat proyek kecil sehingga mereka terlibat secara aktif.
Subtema Jamu Jun menjadi materi pendalaman yang menghubungkan pemahaman teks dengan materi Bahasa Indonesia tentang kalimat aktif dan kalimat pasif.
Murid membaca informasi mengenai Jamu Jun, melihat ilustrasi proses pembuatannya, dan mendengarkan penjelasan audio. Puncaknya adalah kegiatan praktik langsung membuat Jamu Jun di kelas.
Murid mencampur bahan, mengikuti prosedur, dan mengalami pembelajaran kinestetik yang membuat materi terasa lebih nyata dan bermakna.
Hasil pembelajaran menunjukkan peningkatan motivasi yang signifikan. Murid terlihat antusias saat menjelajahi Buku Pop Up, mendengarkan audio, hingga mencoba membuat Jamu Jun.
Pengetahuan mereka tentang kearifan lokal Semarang berkembang melalui pengalaman langsung, dan kemampuan kolaborasi meningkat karena mereka bekerja dalam kelompok.
Kepala SDN Jatisari, Lia Maylani, turut memberikan apresiasi. Menurutnya, murid tidak hanya belajar kalimat aktif dan pasif tetapi juga mengenal kearifan lokal Semarang melalui eksperimen kecil dalam buku yang membuat pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan.
Kesan para murid memperkuat keberhasilan pembelajaran ini.
Alfarez dari kelas 3B mengatakan, "Buku Pop Up nya keren sekali. Gambarnya timbul dan ada suaranya. Paling seru saat membuat Jamu Jun. Rasanya bangga bisa membuat sendiri."
Raisa menambahkan, "Saya paling suka bagian scan QR Code untuk mendengar audio dan melihat proyek. Belajar jadi tidak membosankan. Sekarang saya tahu makanan khas Semarang selain lumpia seperti Jamu Jun ini."
Adeeva juga berbagi pengalaman, "Awalnya saya kira pelajaran Bahasa Indonesia hanya membaca. Ternyata bisa sambil membuat Jamu Jun. Rasanya seperti bermain tetapi belajar. Saya jadi lebih semangat ke sekolah."
Keberhasilan praktik ini menunjukkan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia dapat disajikan secara kreatif dan kontekstual. Kegiatan praktik memang membutuhkan alokasi waktu yang lebih fleksibel agar proses eksplorasi tidak terburu buru.
Namun pendekatan berbasis pengalaman nyata seperti ini membuat murid tidak hanya mempelajari budaya secara pasif. Mereka mengalaminya, merasakan prosesnya, serta menumbuhkan kebanggaan terhadap warisan lokal Kota Semarang.
Pembelajaran yang hidup dan bermakna inilah yang meninggalkan kesan mendalam bagi mereka.
*Guru SDN Jatisari, Mijen, Kota Semarang Sekolah Mitra Tanoto Foundation

