Ketika sapi makan enak dan menebar wangi di lereng Merapi
Boyolali (ANTARA) - Ratusan warga lereng Gunung Merapi, tepatnya di Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, sejak Sabtu pagi telah menyiapkan diri beserta sapi peliharaannya.
Selain itu, disiapkan pula ketupat bersama lauk untuk uba rampe tradisi tahunan arak sapi dalam rangka Lebaran Ketupat yang diadakan pada hari ke-8 Idul Fitri 2023. Tradisi ini juga dikenal dengan sebutan syawalan.
Warga Desa Sruni yang bermukim di lereng Gunung Merapi, mayoritas sebagai petani dan peternak. Setiap keluarga memelihara sapi sebagai sumber kehidupan mereka, baik dari produksi susu maupun dagingnya.
Warga percaya dari hasil produksi susu dapat menghidupi keluarga sehingga mereka setiap tahun pada bulan Syawal hari ke-8 Lebaran melaksanakan tradisi mengarak sapi keliling kampung dan memanjakan ternak sebagai balas budi dan tanda syukur warga atas rezeki yang diberikan untuk keluarganya.
Warga Desa Sruni hampir semuanya memiliki sapi atau minimal memelihara dua sapi. Pada tradisi ini, sapi-sapi dikeluarkan dari kandang dengan diberikan kalung ketupat. Sebelum diarak, sapi diberi makanan yang enak-enak, salah satunya ketupat, demi memanjakan mereka.
Sebelum mengarak sapi, warga lebih dahulu berkumpul untuk syukuran dengan makan ketupat, diikuti ratusan orang. Antar-keluarga juga saling memberikan sedekah makanan, wujud bersyukur atas rezeki yang dilimpahkan.
Jaman, Ketua RW 4 Dukuh Mlambong, Desa Sruni, menyampaikan tradisi tahunan arak-arakan sapi dalam rangka memeriahkan Idul Fitri diawali dengan syukuran berupa makan ketupat bersama yang diikuti ratusan orang.
Acara tradisi tersebut kemudian dilanjutkan arak-arakan yang diikuti sekitar 500 sapi milik warga. Semua sapi yang dipelihara warga akan dikeluarkan dari kandangnya. Sapi berkumpul kemudian diarak keliling kampung. Tradisi ini dilakukan sudah zaman nenek moyang, yang hingga kini terus dilestarikan menjadi tradisi tahunan.
Namun, tradisi mengarak sapi itu mulai diorganisasi sejak 2006 yang diikuti semua warga pemilik ternak sapi. Sebelumnya sudah ada tetapi dilakukan secara individu oleh para peternak sapi di lereng Merapi.
Tradisi syawalan arak-arakan sapi tersebut salah satu tujuannya untuk mempererat persatuan dan kesatuan di antara mereka. Jumlah petani dan peternak sapi perah di desa ini mayoritas, sekitar 98 persen.
Prosesi diawali dengan makan ketupat bersama, dilanjutkan arak-arakan sapi, kemudian ritual sapi dimandikan dan diberi minyak wangi dengan kalung ketupat.
"Pada tradisi ini, sapi juga dimanjakan oleh pemiliknya dengan diberi makanan ketupat sebelum diarak keliling kampung kemudian baru dimandikan untuk kembali dikandangkan," katanya.
Penyelenggaraan tradisi ini disambut antusias warga, apalagi pemerintah juga memberi dukungan sehingga bisa mendatangkan banyak orang.
Masyarakat tahun ini dinilai lebih sejahtera dibanding tahun sebelumnya. Karena, masyarakat yang memiliki ternak sapi meningkat menjadi 500 ekor, sedangkan jumlah ternak sapi di dukuh ini sebelumnya hanya 300 ekor. Setiap warga di dukuh ini hampir semuanya memiliki sapi sebagai sumber penghasilan keluarga selain bertani.
Lestarikan tradisi
Darmaji, salah seorang tokoh masyarakat Dukuh Mlambong Sruni, menyampaikan tradisi mengarak ratusan ekor sapi warga di Dukuh Mlambon Desa Sruni yang digelar setiap hari ke-8 Idul Fitri itu untuk melestarikan budaya.
Konon, kata Darmadji, Nabi Sulaiman yang mengusai hewan memeriksa ternak milik petani. Setelah itu, dengan perkembangan zaman, tradisi dibudayakan oleh masyarakat lereng Gunung Merapi hingga sekarang bersamaan merayakan Lebaran Ketupat.
Tradisi arak ternak sapi juga digelar warga di Kampung Mlambong, Gedong dan Rejosari. Ada sebanyak 200 keluarga dan setiap keluarga memiliki dua ekor hingga 10 ekor sehingga ada ratusan ekor sapi yang ikut diarak keliling kampung.
Ternak sapi sebelum diarak keliling kampung diberikan makanan ketupat dan kemudian dioleskan atau diberikan minyak wangi sehingga baunya juga harum.
Ternak sapi layak dimanjakan oleh pemiliknya, karena ternak itu dapat memberi kesejahteraan masyarakat setempat. Warga bisa makan, menyekolahkan anak, dan memberikan kesejahteraan dari hasil ternak sapi.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Boyolali Darmanto menyampaikan bagi masyarakat Boyolali pada umumnya dan Desa Sruni pada khususnya, sapi merupakan bagian dari hidup dan kehidupan.
Praktis hidup masyarakat secara keseluruhan tidak bisa dipisahkan dari keberadaan sapi. Untuk itu, pada momen Lebaran Ketupat ini, masyarakat memperlakukan ternak sapi bagian dari hidupnya.
Jadi ketika warga suka, sapi mereka juga harus gembira. Sebaliknya, jika pemilik sedih, sapinya ikut murung.
Arak-arakan sapi merupakan tradisi yang baik, warisan budaya dari para pendahulu, yang wajib dilestarikan warga setempat.
"Tradisi arak-arakan sapi merupakan budaya yang baik, kami mempunyai tugas membina dan melestarikan budaya itu," katanya.
Hidup dan kehidupan warga Dukuh Mlambong Desa Sruni di lereng Gunung Merapi ini, memang tidak bisa dipisahkan dari sapi.
Bahagiannya masyarakat, gembira pula sapi. Sehatnya sapi, sehat juga masyarakat. Masyarakat menganggap sapi seperti dirinya sendiri. Mereka tidak akan tidur nyenyak dan makan enak ketika sapi-sapi belum mendapatkan makanan yang cukup dan kenyang.
Puncaknya, ketika warga bersukacita pada hari raya Idul Fitri, mereka membagikan kegembiraan pada sapi-sapi yang telah menyejahterakan warga. Caranya, mengeluarkan dari kandang, mengarak, lalu menggembirakan mereka dengan asupan ketupat, sumber karbohidrat yang biasa disantap warga pada hari raya.
Pesan dari tradisi tersebut, peternak membalas kebaikan sapi yang telah menjadi sumber penghasilan keluarga.
EditoR: Achmad Zaenal M
Selain itu, disiapkan pula ketupat bersama lauk untuk uba rampe tradisi tahunan arak sapi dalam rangka Lebaran Ketupat yang diadakan pada hari ke-8 Idul Fitri 2023. Tradisi ini juga dikenal dengan sebutan syawalan.
Warga Desa Sruni yang bermukim di lereng Gunung Merapi, mayoritas sebagai petani dan peternak. Setiap keluarga memelihara sapi sebagai sumber kehidupan mereka, baik dari produksi susu maupun dagingnya.
Warga percaya dari hasil produksi susu dapat menghidupi keluarga sehingga mereka setiap tahun pada bulan Syawal hari ke-8 Lebaran melaksanakan tradisi mengarak sapi keliling kampung dan memanjakan ternak sebagai balas budi dan tanda syukur warga atas rezeki yang diberikan untuk keluarganya.
Warga Desa Sruni hampir semuanya memiliki sapi atau minimal memelihara dua sapi. Pada tradisi ini, sapi-sapi dikeluarkan dari kandang dengan diberikan kalung ketupat. Sebelum diarak, sapi diberi makanan yang enak-enak, salah satunya ketupat, demi memanjakan mereka.
Sebelum mengarak sapi, warga lebih dahulu berkumpul untuk syukuran dengan makan ketupat, diikuti ratusan orang. Antar-keluarga juga saling memberikan sedekah makanan, wujud bersyukur atas rezeki yang dilimpahkan.
Jaman, Ketua RW 4 Dukuh Mlambong, Desa Sruni, menyampaikan tradisi tahunan arak-arakan sapi dalam rangka memeriahkan Idul Fitri diawali dengan syukuran berupa makan ketupat bersama yang diikuti ratusan orang.
Acara tradisi tersebut kemudian dilanjutkan arak-arakan yang diikuti sekitar 500 sapi milik warga. Semua sapi yang dipelihara warga akan dikeluarkan dari kandangnya. Sapi berkumpul kemudian diarak keliling kampung. Tradisi ini dilakukan sudah zaman nenek moyang, yang hingga kini terus dilestarikan menjadi tradisi tahunan.
Namun, tradisi mengarak sapi itu mulai diorganisasi sejak 2006 yang diikuti semua warga pemilik ternak sapi. Sebelumnya sudah ada tetapi dilakukan secara individu oleh para peternak sapi di lereng Merapi.
Tradisi syawalan arak-arakan sapi tersebut salah satu tujuannya untuk mempererat persatuan dan kesatuan di antara mereka. Jumlah petani dan peternak sapi perah di desa ini mayoritas, sekitar 98 persen.
Prosesi diawali dengan makan ketupat bersama, dilanjutkan arak-arakan sapi, kemudian ritual sapi dimandikan dan diberi minyak wangi dengan kalung ketupat.
"Pada tradisi ini, sapi juga dimanjakan oleh pemiliknya dengan diberi makanan ketupat sebelum diarak keliling kampung kemudian baru dimandikan untuk kembali dikandangkan," katanya.
Penyelenggaraan tradisi ini disambut antusias warga, apalagi pemerintah juga memberi dukungan sehingga bisa mendatangkan banyak orang.
Masyarakat tahun ini dinilai lebih sejahtera dibanding tahun sebelumnya. Karena, masyarakat yang memiliki ternak sapi meningkat menjadi 500 ekor, sedangkan jumlah ternak sapi di dukuh ini sebelumnya hanya 300 ekor. Setiap warga di dukuh ini hampir semuanya memiliki sapi sebagai sumber penghasilan keluarga selain bertani.
Lestarikan tradisi
Darmaji, salah seorang tokoh masyarakat Dukuh Mlambong Sruni, menyampaikan tradisi mengarak ratusan ekor sapi warga di Dukuh Mlambon Desa Sruni yang digelar setiap hari ke-8 Idul Fitri itu untuk melestarikan budaya.
Konon, kata Darmadji, Nabi Sulaiman yang mengusai hewan memeriksa ternak milik petani. Setelah itu, dengan perkembangan zaman, tradisi dibudayakan oleh masyarakat lereng Gunung Merapi hingga sekarang bersamaan merayakan Lebaran Ketupat.
Tradisi arak ternak sapi juga digelar warga di Kampung Mlambong, Gedong dan Rejosari. Ada sebanyak 200 keluarga dan setiap keluarga memiliki dua ekor hingga 10 ekor sehingga ada ratusan ekor sapi yang ikut diarak keliling kampung.
Ternak sapi sebelum diarak keliling kampung diberikan makanan ketupat dan kemudian dioleskan atau diberikan minyak wangi sehingga baunya juga harum.
Ternak sapi layak dimanjakan oleh pemiliknya, karena ternak itu dapat memberi kesejahteraan masyarakat setempat. Warga bisa makan, menyekolahkan anak, dan memberikan kesejahteraan dari hasil ternak sapi.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Boyolali Darmanto menyampaikan bagi masyarakat Boyolali pada umumnya dan Desa Sruni pada khususnya, sapi merupakan bagian dari hidup dan kehidupan.
Praktis hidup masyarakat secara keseluruhan tidak bisa dipisahkan dari keberadaan sapi. Untuk itu, pada momen Lebaran Ketupat ini, masyarakat memperlakukan ternak sapi bagian dari hidupnya.
Jadi ketika warga suka, sapi mereka juga harus gembira. Sebaliknya, jika pemilik sedih, sapinya ikut murung.
Arak-arakan sapi merupakan tradisi yang baik, warisan budaya dari para pendahulu, yang wajib dilestarikan warga setempat.
"Tradisi arak-arakan sapi merupakan budaya yang baik, kami mempunyai tugas membina dan melestarikan budaya itu," katanya.
Hidup dan kehidupan warga Dukuh Mlambong Desa Sruni di lereng Gunung Merapi ini, memang tidak bisa dipisahkan dari sapi.
Bahagiannya masyarakat, gembira pula sapi. Sehatnya sapi, sehat juga masyarakat. Masyarakat menganggap sapi seperti dirinya sendiri. Mereka tidak akan tidur nyenyak dan makan enak ketika sapi-sapi belum mendapatkan makanan yang cukup dan kenyang.
Puncaknya, ketika warga bersukacita pada hari raya Idul Fitri, mereka membagikan kegembiraan pada sapi-sapi yang telah menyejahterakan warga. Caranya, mengeluarkan dari kandang, mengarak, lalu menggembirakan mereka dengan asupan ketupat, sumber karbohidrat yang biasa disantap warga pada hari raya.
Pesan dari tradisi tersebut, peternak membalas kebaikan sapi yang telah menjadi sumber penghasilan keluarga.
EditoR: Achmad Zaenal M