Solo (ANTARA) - Praktisi Hukum yang juga pengacara asal Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Sri Kalono mengangkat soal kemanfaatan wakaf pada bukunya yang berjudul Dari Amal Ke Regulasi Jalan Baru Wakaf Produktif Indonesia.
Kalono kepada wartawan di Solo, Jumat mengatakan buku tersebut merupakan adaptasi dari disertasinya pada tahun 2023 yang berjudul Rekonstruksi Regulasi Kemanfaatan Wakaf Melalui Hak Guna Bangunan di Atas Tanah Wakaf Berbasis Nilai Keadilan Pancasila.
"Disertasi ini saya angkat setelah saya memperhatikan, setelah saya menjadi pegiat sosial di yayasan dan menjadi nazhir di beberapa masjid wakaf dan saya juga advokat di mana saya sering menangani sejumlah permasalahan," katanya.
Ia mengatakan saat ini masih banyak tanah wakaf di berbagai daerah di Indonesia yang mangkrak.
"Padahal ini aset luar biasa. Di Indonesia ada sekitar 5 juta m2, sebagian besar masih berbentuk tanah mangkrak," katanya.
Ia mengatakan tanah wakaf dikelola oleh nazhir yang tidak dapat memiliki, tidak menjual, tidak mewariskan, dan tidak dapat menggadaikan tanah wakaf.
"Biasanya nazhir ini orang alim atau ustadz yang bukan ahli bisnis. Ketika menerima wakaf ya bagaimana pengelolaannya. Biasanya hanya untuk masjid, sekolah, tanah kuburan. Sementara di negara-negara lain sudah banyak melakukan inovasi untuk memproduktifkan tanah wakaf," katanya.
Ia mencontohkan gedung Zamzam Tower yang berlokasi tidak jauh dari Masjidil Haram, Arab Saudi. Ia mengatakan Zamzam Tower merupakan tanah wakaf dari Malik Abdul Aziz yang merupakan pendiri Kerajaan Arab Saudi.
"Di atasnya itu dibangun dengan sistem build operate transfer selama 35 tahun. Jadi nilainya berkembang. Di Indonesia kenapa tidak bisa seperti itu, selama ini tanah wakaf hanya untuk kepentingan masjid, madrasah, kuburan," katanya.
Ia berpendapat dari sisi regulasi tidak mendukung itu.
"Orang mau bangun kalau tidak ada kepastian kan mereka tidak (tidak membangun). Selain itu saya lihat ada permasalahan regulasi, regulasi mana yang harus diubah sehingga memungkinkan tanah wakaf diubah menjadi diletakkan hak guna bangunan di atasnya, sehingga hak guna bangunan dapat diagunkan ke bank, tentu bank syariah, karena ini sesuai ketentuan bank syariah," katanya.
Ia mengatakan cara yang dapat dilakukan agar tanah wakaf dapat digunakan untuk kepentingan komersial yakni dengan mengubahnya di UU Pokok Agraria.
"Mengubahnya cukup di situ saja, insya Allah sudah bisa," katanya.
Terkait hal itu, dikatakannya, belum lama ini Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan rencana agar tanah wakaf bisa dikomersialisasikan.
"Tanggal 6 November kemarin Pak Nusron menyatakan sedang menggodok aturan agar tanah tersebut bisa dikomersialisasikan. Prinsipnya saya lihat sama dengan ide disertasi saya, yaitu meletakkan hak guna bangunan di atas tanah wakaf, sehingga bisa lebih produktif dan menyejahterakan umat," katanya.
Ia menyambut baik jika nantinya gagasan tersebut dapat direalisasikan menjadi sebuah peraturan pemerintah.
"Seperti halnya kalau di UU Pokok Agraria yang diatur hanya tanah negara dan tanah milik. Bisa saja pemerintah bikin Peraturan Pemerintah bahwa tanah wakaf bisa diletakkan hak guna bangunan di atas," katanya.
Ia mengatakan jika tanah wakaf bisa dikelola secara profesional, maka menjadi sumber pembiayaan syariah dan tetap terjaga keabadiannya tanpa kehilangan status wakafnya.

