Solo (ANTARA) - Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Surakarta menginisiasi Gerakan Lintas Agama Selamatkan Bumi melalui Gerakan Rumah Ibadah Berseri (GEMARI).
Kepala Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Surakarta Ahmad Ulin Nur Hafsun di Solo, Jawa Tengah, Rabu mengatakan GEMARI telah dijalankan selama empat bulan terakhir dengan berkeliling ke berbagai rumah ibadah.
“Selain bersih-bersih ada penanaman biopori, penanaman pohon, ke depan akan berkembang untuk pengelolaan sampah,” katanya.
Ia mengatakan langkah tersebut menunjukkan komitmen berkelanjutan dari Kemenag Kota Surakarta. Ahmad Ulin juga mengatakan nantinya gerakan tersebut tidak hanya berhenti pada GEMARI tetapi juga program yang lain.
“Para Penyuluh Agama secara aktif bergerak ke sekolah-sekolah dan madrasah melalui program Bina Remaja Usia Sekolah (BRUS). Program ini bertujuan membangun komitmen kebangsaan yang kuat, mencegah kekerasan, mencintai budaya lokal, menanamkan toleransi, serta menekan angka pernikahan dini di Surakarta yang merupakan bagian dari layanan keagamaan yang berdampak nyata,” katanya.
Pihaknya juga mengerahkan para penyuluh lintas agamanya untuk melanjutkan gerakan ini.
Sementara itu, kolaborasi antara Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia (IPARI) Kota Surakarta dan Yayasan Persemaian Cinta Kemanusiaan (Percik) Kota Salatiga resmi meluncurkan GEMARI di Masjid Agung Kota Surakarta dengan mengusung tema Moderat, Ramah Jamaah, dan Ramah Lingkungan.
Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah pejabat serta tokoh agama dan tokoh masyarakat, termasuk Wakil Wali Kota Surakarta Astrid Widayani, serta perwakilan dari Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FORKOMPINDA), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Dewan Masjid Indoensia (DMI), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Para penyuluh tersebut secara simbolis dilepas oleh Astrid Widayani untuk menuju enam rumah ibadah berbeda guna melakukan penanaman biopori serupa, menunjukkan praktik nyata kerukunan dan kolaborasi.
Keenam rumah ibadah yang menjadi sasaran kegiatan tersebut adalah Masjid Jamsaren Serengan, Pura Indraprasta Mutihan, GBI Panumping, Gereja/Kapel Santo Yohanes Rasul, Vihara Lotus Kadipiro, dan Lithang Gerbang Kebajikan.
Ulin mengatakan pemilihan lokasi yang beragam ini merefleksikan semangat inklusivitas GEMARI.
Melalui program GEMARI, pihaknya ingin membuktikan perannya yang strategis dalam memberikan layanan keagamaan yang berdampak luas, tidak hanya pada aspek spiritual dan kerukunan umat beragama tetapi juga pada kontribusi nyata menyelesaikan persoalan sosial dan lingkungan di masyarakat.
“Gerakan ini diharapkan dapat menjadi model nasional yang menunjukkan bagaimana rumah ibadah dapat bertransformasi menjadi pusat peradaban yang mempromosikan moderasi beragama, kerukunan, dan kepedulian lingkungan secara simultan,” katanya.
Wakil Wali Kota Surakarta Astrid Widayani menyambut baik inisiatif ini dengan menyatakan bahwa kegiatan GEMARI memiliki makna yang sangat penting dan strategis.
Ia menekankan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan telah dirasakan langsung di Surakarta, seperti genangan air dan potensi banjir.
“Untuk itu, penanaman lubang resapan biopori adalah langkah kecil dengan dampak besar,” ujarnya.
Ia menilai kegiatan di Masjid Agung Surakarta ini bukan sekadar aksi teknis tetapi juga sebuah gerakan moral dan edukatif.
“Kita ingin menunjukkan bahwa rumah ibadah juga bisa menjadi contoh nyata pengelolaan lingkungan hidup yang baik,” katanya.
Ia berharap seluruh rumah ibadah di kota itu dapat menjadi pionir konservasi lingkungan, menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa menjaga bumi adalah bagian dari ibadah.
Usai upacara pembukaan, rangkaian launching dilanjutkan dengan penanaman biopori di lima titik kawasan Masjid Agung Surakarta oleh Wakil Wali Kota beserta seluruh tamu undangan. Aksi simbolis ini menjadi penanda dimulainya komitmen bersama untuk menjaga kelestarian lingkungan.

