Solo (ANTARA) - Tim dosen dan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mendorong inovasi pangan dengan menyulap sayur bayam menjadi tepung dan kue sehat melalui program pengabdian masyarakat di Desa Potronayan, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Ketua tim pengabdian Dr. Hidayah Karuniawati dari Fakultas Farmasi UMS, Rabu mengatakan program ini menyasar ke kelompok petani perempuan. Ia menjelaskan bahwa inovasi ini membawa dua manfaat sekaligus.
“Bayam di Potronayan sangat melimpah, tapi kalau dijual segar harganya murah dan cepat rusak. Dengan diolah menjadi tepung dan cookies, bayam bisa lebih awet, bernilai tinggi, dan jadi camilan sehat,” katanya.
Ia mengatakan selama ini petani di Desa Potronayan menghadapi kendala harga bayam segar yang tidak stabil dan mudah rusak. Akibatnya, banyak hasil panen terbuang karena tidak bisa disimpan lama. Melihat kondisi tersebut, tim pengabdian UMS hadir dengan solusi konkret agar para petani dapat meningkatkan nilai jual produk pertanian mereka melalui diversifikasi olahan pangan.
Program pengabdian ini melibatkan 22 petani perempuan yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT). Kegiatan dilaksanakan bertahap mulai dari persiapan, penyuluhan, pelatihan, hingga pendampingan produksi menggunakan pendekatan Participatory Rural Approach (PRA), di mana masyarakat dilibatkan aktif dalam setiap proses.
“Dalam sesi penyuluhan, para peserta mendapatkan materi tentang diversifikasi produk pertanian, manfaat gizi bayam, dan peluang pasar olahan pangan. Selanjutnya, mereka mempraktikkan langsung proses pembuatan tepung bayam, mulai dari pencucian, pemotongan, pengeringan, penggilingan, hingga penyaringan untuk menghasilkan tepung halus yang siap digunakan sebagai bahan baku cookies,” papar Hidayah.
Cookies bayam dibuat dengan mencampurkan tepung bayam bersama tepung terigu, mentega, gula halus, dan susu bubuk. Dengan komposisi yang tepat, cookies tetap memiliki rasa lezat namun lebih bergizi berkat tambahan zat besi, vitamin A, vitamin C, serat, dan antioksidan alami dari bayam. Produk ini diharapkan menjadi alternatif camilan sehat bagi masyarakat, terutama anak-anak dan ibu hamil.
Antusiasme peserta terlihat selama pelatihan berlangsung. Ia mengatakan peserta aktif berdiskusi dan berlatih membuat tepung serta cookies bayam dalam kelompok kecil dengan pendampingan intensif dari dosen dan mahasiswa. Setiap kelompok berhasil menghasilkan produk jadi yang layak konsumsi dan siap dikembangkan lebih lanjut.
Setelah mengikuti pelatihan, kemampuan peserta meningkat signifikan. Berdasarkan hasil evaluasi, tingkat pengetahuan peserta meningkat dari 75,62 persen menjadi 77,50 persen, disertai peningkatan nyata dalam keterampilan praktik. Peserta tidak hanya mahir mengolah bayam menjadi produk tahan lama, tetapi juga memahami standar kebersihan, teknik pengemasan, dan strategi menjaga kualitas produk.
Secara ekonomi, program ini membuka peluang usaha baru bagi petani perempuan. Produk tepung dan cookies bayam dapat dijual di pasar lokal, dipromosikan melalui media sosial, hingga dikembangkan menjadi usaha rumahan berskala kecil menengah. Dengan demikian, bayam yang semula bernilai rendah kini memberikan keuntungan lebih besar dan mendorong kemandirian ekonomi perempuan desa.
Didukung oleh Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) serta LPPM UMS, program ini berjalan sukses dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat. Melalui inovasi pangan berbasis potensi lokal ini, UMS kembali menegaskan perannya sebagai perguruan tinggi yang berkomitmen pada pemberdayaan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan berbasis ilmu pengetahuan.

