Solo (ANTARA) - Biro Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) membahas soal mentalitas sosial pada Kajian Tafsir Al Qur’-an Sedekah Membentuk Jiwa Tangguh secara daring di Solo, Jawa Tengah, Kamis.
Kajian yang menghadirkan dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UMS Dr. Ainur Rha’in, S.Th.I., M.Th.I., sebagai narasumber ini membahas ayat-ayat yang mengupas karakter halu’a atau sifat mudah mengeluh dan rapuh dalam menghadapi ujian kehidupan.
Dalam pemaparannya, Ainur mengatakan sifat halu’a merupakan lawan dari karakter tangguh dan beriman. Menurut dia, Al-Qur’an secara eksplisit menyebutkan orang-orang yang terbebas dari sifat berkeluh kesah adalah mereka yang senantiasa salat, bersedekah, dan memiliki kepedulian sosial.
“Orang yang tangguh itu bukan yang kuat fisiknya, tapi yang mampu memberi dengan harta, tenaga, maupun gagasan,” katanya.
Ia mengatakan sedekah bukan hanya persoalan harta tetapi tersenyum, mengajar, atau membantu sesama dengan ide dan waktu juga termasuk sedekah yang mencerminkan kepekaan sosial tinggi.
“Orang yang berjiwa memberi tidak akan sempat mengeluh, karena dirinya disibukkan untuk menolong orang lain,” imbuh dosen UMS itu.
Dalam pandangannya, salah satu faktor utama yang menguatkan seseorang dari sifat halu’a adalah keyakinan terhadap hari pembalasan. Orang yang percaya akan adanya akhirat akan menjalani hidup dengan lebih tertata, tidak mudah putus asa, dan selalu berorientasi pada amal salih.
Selain itu, dosen FAI UMS itu juga menyinggung pentingnya ketundukan kepada Allah sebagai syarat terhindar dari sifat keluh kesah. Ia mengatakan orang yang tidak takut kepada Allah, sekalipun besar kekuasaannya, hatinya tetap rapuh. Namun orang yang tunduk kepada Allah akan menganggap takdir sebagai ketetapan terbaik.
Kajian ini juga mengangkat isu amanah dan kesaksian yang jujur sebagai ciri orang beriman. Ainur menekankan orang yang belum selesai dengan urusan pribadinya cenderung sulit menjaga amanah dan kebenaran.
“Pemimpin yang baik adalah yang kuat menghadapi masalah, bukan yang mudah mengeluh,” katanya.
Dalam bagian akhir kajian, ia menyoroti pentingnya menjaga salat sebagai inti dari semua amal. Menurut dia, salat yang benar bukan hanya teratur secara waktu tetapi juga menjaga adab, syarat, dan rukun dengan sempurna. Ia menegaskan salat itu harus dilakukan dengan sopan, bukan dengan gerakan kasar seperti ndobrok. Ini soal adab kepada Allah SWT.
Terkait pemahaman terhadap takdir, Ainur menukil kisah Umar bin Khattab yang mengatakan ia lari dari satu takdir menuju takdir Allah yang lain. Menurut dia, takdir bukan alasan untuk pasrah dan malas, tetapi justru menjadi pendorong untuk terus taat dan berjuang.
Pada sesi tanya jawab, salah satu peserta menanyakan perbedaan antara curhat dengan berkeluh kesah. Ainur menjawab curhat itu mencari solusi, ada niat positif, sedangkan berkeluh kesah itu hanya mengeluh tanpa keinginan untuk berubah. Itu yang harus dihindari.
Kajian rutin tafsir ini merupakan bagian dari program pembinaan keislaman BPSDM UMS yang terbuka bagi seluruh dosen dan tenaga kependidikan UMS. Kegiatan ini bertujuan menanamkan nilai-nilai spiritual yang berdampak pada peningkatan kualitas pribadi dan profesional civitas akademika UMS.

