Purwokerto (ANTARA) - Pakar pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Totok Agung Dwi Haryanto meyakini pemerintah mampu mengendalikan gejolak kenaikan harga beras yang terjadi di tengah stok beras yang melimpah.
"Saya optimistis gejolak kenaikan harga beras dapat dikendalikan oleh pemerintah asalkan stok beras yang menjadi cadangan pangan pemerintah segera dilepas ke pasar," kata Totok di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Ia mengatakan pada dasarnya, kenaikan harga beras biasanya dipicu oleh beberapa hal di antaranya biaya produksi yang makin meningkat dan faktor iklim.
Dalam hal ini, biaya produksi yang meningkat dapat berupa kenaikan harga pupuk, kenaikan harga sarana produksi pertanian dan ongkos tenaga kerja.
Sementara faktor iklim yang dapat memicu kenaikan harga beras di antaranya musim kemarau yang berkepanjangan.
"Dua hal itu tampaknya tidak ketemu dengan kondisi sekarang ini, tidak terkoneksi dengan kondisi sekarang karena saat ini produksi beras sedang naik dan peningkatan biaya produksi tidak relatif tinggi," katanya.
Menurut dia, kenaikan harga beras yang berlangsung saat ini bisa terjadi karena harga pembelian pemerintah (HPP) terhadap gabah naik menjadi Rp6.500 per kilogram.
Ia mengatakan jika harga gabah naik, secara otomatis harga beras akan mengalami kenaikan karena ada rendemen yang menyebabkan bobot gabah turun sekitar 55-60 persen, sehingga harga beras pun harus naik di atas harga gabah yang sebesar Rp6.500 per kilogram.
"Saya bersyukur dengan harga gabah Rp6.500 per kilogram ini, petani diuntungkan karena bisa menikmati harga yang baik. Apalagi dengan program-program pemerintah melalui Bulog yang bekerja sama dengan TNI dalam menyerap gabah hasil petani, memang kita melihat harga di lapangan sesuai dengan ditetapkan oleh pemerintah, HPP Rp6.500," katanya.
Kendati demikian, dia mengatakan ada fenomena baru bahwa stok beras yang ada tidak berdampak terhadap stabilitas atau penurunan harga beras.
Oleh karena itu, dia menyarankan pemerintah tidak perlu berkepanjangan dalam merasakan kebahagiaan dengan kondisi stok beras yang melimpah karena di tingkat bawah, daya beli masyarakat tidak mampu mengikuti perkembangan harga beras.
"Ada baiknya stok beras yang tersimpan itu segera dilepas kepada masyarakat, kalau perlu dengan harga yang diturunkan sesuai dengan kemampuan pemerintah untuk memberikan subsidi. Kalau yang seperti ini dilakukan, maka subsidinya tepat sasaran," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, HPP terhadap gabah dapat dinikmati oleh petani dan harga beras bersubsidi dapat dinikmati oleh masyarakat.
Selain itu, lanjut dia, penyaluran bantuan pangan dari pemerintah sebenarnya juga ditunggu-tunggu oleh masyarakat miskin yang sedang berada dalam kondisi daya beli rendah.
"Kalau memang pemerintah ada rencana menyalurkan bantuan pangan, ya harus segera dieksekusi karena hal itu termasuk salah satu yang akan menurunkan harga beras di pasar," katanya.
Ia mengakui tanggung jawab pemerintah saat ini memang berat karena melakukan pengadaan beras untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) maupun untuk bantuan pangan bagi warga miskin.
Akan tetapi jika melihat spirit pemerintah terutama Kementerian Pertanian yang fokus terhadap beras, dia optimistis bahwa upaya tersebut akan berkelanjutan, sehingga produksi beras dapat terjaga dengan baik.
"Rakyat terutama yang diberi bantuan itu bisa menikmati selama mereka membutuhkan. Kalau mereka sudah tidak membutuhkan ya mestinya dihentikan dan dilimpahkan kepada warga lain yang lebih membutuhkan," katanya.
Dengan produksi beras yang terjaga, kata dia, program MBG pun dapat terus berkelanjutan dengan melibatkan banyak pihak terutama dari Kementerian Pertanian dan TNI.
Bahkan yang cukup menarik, lanjut dia, pemerintah saat sekarang juga sudah mulai memerhatikan komoditas pangan strategis selain beras.
"Itu baru dimulai tahun ini, ada upaya-upaya untuk meningkatkan produksi empat komoditas strategis yang lain, yakni jagung, kedelai, bawang putih, dan gandum," katanya.
Menurut dia, hal itu juga akan berdampak terhadap keberlanjutan penyediaan beras ketika keempat komoditas tersebut dikembangkan dengan baik.
Ia mengatakan jika pengembangan empat komoditas tersebut mulai berjalan dan masyarakat mulai melakukan diversifikasi pangan, beban pengadaan beras akan menurun.
"Ini jangka panjangnya akan berdampak terhadap stabilitas harga," kata Totok.
Baca juga: Pakar hukum Unsoed harapkan Polri benar-benar hadir untuk masyarakat

