Kudus (ANTARA) - Penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan sentra industri hasil tembakau (SIHT) pada paket pekerjaan tanah uruk di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menunggu hasil audit kerugian dari BPKP, kata Kepala Kejari Kudus Henriyadi W Putro.
"Dari nilai kerugian tersebut, nantinya kami baru bisa memperkirakan jumlah tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan SIHT pada paket pekerjaan tanah padas (tanah uruk)," ujarnya di Kudus, Rabu.
Ia mengatakan lembaganya sudah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait progres hasil audit potensi kerugiannya.
Hasilnya, BPKP memperkirakan hasil auditnya baru bisa diketahui pada bulan Oktober 2024.
Bersamaan dengan menunggu hasil audit potensi kerugian dari BPKP, Kejaksaan Negeri Kudus juga masih melakukan pemeriksaan saksi-saksi, baik dari pihak ketiga maupun dari dinas terkait.
Jumlah saksi yang dimintai keterangan hingga pekan ini berjumlah 20-an orang.
Sebelumnya, Kejari Kudus juga melakukan penggeledahan di Dinas Tenaga Kerja Perindustrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kudus terkait dengan rangkaian penyidikan yang dilakukan oleh tim penyidik kejari setempat berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT01/M.3.18/Fd.13/8/2024 yang menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan pembangunan SIHT terhadap paket pekerjaan tanah padas (tanah uruk) Disnaker tahun 2023.
Untuk memperkuat dugaan, tim penyidik kejari setempat melakukan penyitaan beberapa barang berupa dokumen, personal computer, laptop, dan telepon selular dari beberapa pihak.
Proyek pembangunan SIHT pada tahun 2023 tersebut terdapat paket kegiatan pekerjaan uruk yang memiliki volume 43.223 meter persegi.
Paket kegiatan tersebut melalui mekanisme katalog elektronik (e-katalog) dengan pemenang yang melakukan kontrak sebesar Rp9,16 miliar dengan harga satuan Rp212.000.
Dalam proyek tersebut, pihak ketiga yang mendapatkan pekerjaan dalam penyelesaiannya dikerjakan oleh pihak lain, yakni berinisial SK dengan nilai proyek sebesar Rp4,04 miliar atau dengan harga satuan Rp93.500,00 tanpa sepengetahuan pejabat pembuat komitmen (PPK).
Selanjutnya SK menyerahkan pekerjaan tersebut kepada AK dengan nilai proyek sebesar Rp3,11 miliar dengan harga satuan tanah uruk Rp72 ribu tanpa sepengetahuan PPK.
Selain itu, ditemukan fakta bahwa bahan material untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut tidak berasal dari kuwari sesuai dengan surat dukungan.
Pembangunan SIHT mulai 2023 itu mendapatkan anggaran Rp21 miliar untuk pembangunan pagar keliling, talud, pengurukan, serta drainase di lahan seluas 3,7 hektare.
Pada tahun ini berlanjut untuk membangun empat unit gudang produksi dan satu hanggar untuk Bea Cukai, IPAL, kelanjutan pembuatan pagar keliling, pagar depan, sumur, serta pengerasan jalan.
Baca juga: Kejari Kudus gandeng BPKP untuk ungkap kerugian dugaan korupsi SIHT