Jakarta (ANTARA) - Menteri Kordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebutkan warga negara Indonesia (WNI) yang pernah menjadi Foreign Terorists Fighter (FTF) atau mantan kombatan ISIS di Suriah tidak mengakui dirinya sebagai WNI.
"Ya, mereka kan 'tidak mengakui sebagai WNI," katanya.
Menurut dia, WNI eks simpatisan ISIS itu tidak pernah berkomunikasi dengan pemerintah. Keberadaan mereka di luar negeri justru ditemukan pihak luar.
"Mereka kan tidak lapor. Hanya ditemukan oleh orang luar. Yang menemukan kan CIA, ICRC, (berkata) ini ada orang Indonesia. Kita juga enggak tahu apanya. Paspornya udah dibakar, terus mau diapain. Kalau kamu jadi pemerintah mau diapain kira-kira? Enggak bisa kan. Ya, dibiarin aja. Enggak bisa dipulangkan," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Baca juga: Pemerintah putuskan tidak akan pulangkan WNI eks ISIS
Baca juga: Mahfud MD: Presiden Jokowi sangat perhatikan pesantren
Mahfud mengatakan bahwa para mantan kombatan tersebut menghindar dari pemerintah dan tidak pernah menampakan diri meski pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) telah mendatangi Suriah.
"Udah, udah mengirim. BNPT udah ke sana, kita udah ke sana. Hanya ketemu sumber-sumber otoritas resmi saja. Di situ ada ini katanya. Akan tetapi, orangnya enggak pernah menampakkan juga," kata Mahfud menjelaskan.
Selain itu, dia membantah kabar yang menyebut bahwa eks kombatan ISIS asal Indonesia tersebut minta dipulangkan.
"Iya, mereka 'kan tidak pernah menampakkan diri. Paspornya dibakar. Itu 'kan hanya laporan. Bahwa ada itu. Lalu ada isu-isu mereka ingin pulang. Siapa, tidak ada. Minta pulang ke siapa, itu laporan, kok. Laporan," kata Mahfud.
Sebelumnya, Mahfud MD menyatakan pemerintah sudah memutuskan untuk tidak memulangkan WNI yang terlibat jaringan terorisme di luar negeri, termasuk jaringan ISIS.
Mahfud di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2) menjelaskan bahwa keputusan tersebut karena pemerintah ingin memberi rasa aman kepada 267 juta rakyat Indonesia di Tanah Air dari ancaman tindak terorisme.
Berdasarkan data yang dikemukakan Mahfud, terdapat 689 WNI yang merupakan teroris lintas batas atau FTF.
Namun, kata Mahfud, jika terdapat anak-anak dengan usia di bawah 10 tahun yang termasuk teroris lintas batas itu, pemerintah akan mempertimbangkan untuk memulangkannya.
"Dipertimbangkan setiap kasus. Apakah anak itu di sana ada orang tuanya atau tidak?" katanya.