Magelang (ANTARA) - Dekan Fakultas Teologi (FT) Universitas Santa Dharma (USD) Yogyakarta Romo Carolus Borromeus Mulyatno Pr mengemukakan pentingnya pengembangan budaya refleksi secara integral dalam berbagai bentuk untuk kehidupan yang lebih baik.
"Kita perlu mengembangkan budaya refleksi yang integral, baik refleksi pribadi, komunitas, maupun lembaga," katanya dalam rilis Panitia HUT Ke-85 Keuskupan Agung Semarang (KAS) diterima di Magelang, Minggu.
Ia mengatakan hal itu pada acara "Studi Bersama dan Refleksi tentang Dinamika Hidup Menggereja di KAS" di Aula Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan (PPSM), Sabtu (7/6), diselenggarakan Seksi Refleksi Panitia HUT Ke-85 KAS secara hybrid dengan dihadiri 238 orang, antara lain para biarawan, biarawati, perwakilan pengurus dewan pastoral paroki, dan Tim Sejarah KAS.
Refleksi, ucapnya dalam acara dengan narasumber lainnya, pengajar teologi Romo Floribertus Hasto Rosariyanto SJ dan moderator Elisabeth Indira itu, juga dilakukan melalui observasi secara kontinyu dan perbaikan yang berkelanjutan.
Ia mengatakan lembaga berfokus pada gerakan seragam berupa selebrasi dan kegiatan, sedangkan komunitas memiliki peran alternatif, variatif, inovatif, kreatif, dan kebinekaan yang menjangkau segala lapisan masyarakat. Lembaga dan komunitas transformatif mengapresiasi dan mendorong perorangan masuk sendi-sendi kehidupan masyarakat untuk mewartakan kabar pengharapan.
"Kelembagaan yang beku dan komunitas eksklusif melemahkan gerakan perorangan (takut, apatis, dan menikmati zona nyaman)," ucap guru besar FT USD Yogyakarta itu.
Romo Hasto menjelaskan tentang sejarah Romo Franciscus Gregorius Josephus van Lith (1863-1926) yang bertugas di Muntilan, Kabupaten Magelang dalam misi gereja Katolik di Jawa yang kemudian menjadi bagian penting dalam perkembangan gereja Indonesia.
"Romo van Lith sadar akan pentingnya bahasa untuk memahami budaya, tetapi itu belum cukup. Perlu harus memahami mentalitas dan cara berpikir orang Jawa," kata Anggota Tim Sejarah KAS itu.
Di sekitar Yogyakarta, katanya, gereja Katolik mengalami pertumbuhan umat yang luar biasa cepat pada waktu itu, karena kerja sama antara dua sayap, yaitu para misionaris dan katekis.
Ia menjelaskan tentang perubahan pemahaman Romo van Lith tentang guru dalam masyarakat Jawa, yang tidak saja kalangan orang tua tetapi juga orang muda karena guru sebagai sosok digugu dan ditiru.
Ia mengatakan karya-karya pendidikan, kesehatan, sosial sebagai pilar yang tidak boleh dilupakan dalam gerak dinamika pertumbuhan gereja KAS karena melalui karya-karya itu, wajah gereja Katolik semakin dikenal dan membawa dampak bagi masyarakat.
Selain itu, katanya dalam acara yang juga ditandai peluncuran buku "Peziarahan Keuskupan Agung Semarang" itu, dinamika pertumbuhan gereja tidak pernah terlepas dari keberadaan paroki dengan beberapa model kemunculannya di KAS.
Ketua Bidang Refleksi Panitia HUT Ke-85 KAS Romo Yohanes Gunawan Pr mengatakan kegiatan "Studi Bersama dan Refleksi tentang Dinamika Hidup Menggereja di KAS" itu untuk menyegarkan kembali kesadaran umat Katolik keuskupan setempat akan karya Tuhan selama 85 tahun ini. Keuskupan Agung Semarang membahawi umat Katolik di sebagian wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.
"Studi bersama dan refleksi ini untuk mendalami dan menyegarkan kembali semangat awal para perintis gereja KAS ini, baik semangat para misionaris maupun para katekis," katanya.
Rektor Seminari Tahun Orientasi Rohani (TOR) Sanjaya Semarang itu, juga mengungkapkan ajakan untuk merefleksikan secara kritis dan konstruktif tentang dinamika gerak gereja KAS selama ini.
Selain itu, katanya, menemukan aneka peluang dan menyikapi tantangan ke depan dalam mewujudkan peradaban kasih di tengah masyarakat yang menyongsong Indonesia Emas.
Puncak kegiatan HUT Ke-85 KAS berupa misa syukur dipimpin Uskup Agung Semarang Monsinyur Robertus Rubiyatmoko dan para uskup berasal dari KAS dengan diikuti sekitar 20.000 umat di Stadion Jatidiri Semarang pada 29 Juni 2025. HUT KAS jatuh pada 25 Juni.
Baca juga: Keuskupan Semarang mendata partisipasi umat dalam kelompok kategorial