Semarang (ANTARA) - Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti menyampaikan sedang menyiapkan usulan besaran upah minimum kota (UMK) minimal sebesar Rp3,7 juta, saat menerima perwakilan buruh yang menggelar aksi di Balai Kota Semarang, Selasa.
Dalam kesempatan itu, ia kembali menegaskan komitmennya untuk mempertahankan angka kenaikan 6,5 persen dengan alfa antara 0,5 sampai 0,9 persen atau sekitar Rp 3,7 juta.
Ia menilai angka tersebut masih sejalan dengan aspirasi buruh dan kondisi ekonomi saat ini serta sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2025 tentang pengupahan yang di dalamnya mengatur UMK dan UMSK.
"Saya belum bisa membuat surat rekomendasinya hari ini, karena masih ada agenda lain, tapi komitmen saya sama. Minimal Rp3,7 juta akan saya pertahankan,” kata Agustina.
Menurut dia, angka tersebut dinilai masih memungkinkan secara ekonomi dan telah mendapat masukan dari sejumlah pelaku usaha.
Selain itu, Agustina memastikan bahwa Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) tetap ada di Kota Semarang.
Sementara itu, koordinator aksi buruh, Sumartono menyampaikan bahwa buruh tetap menuntut kenaikan UMK dengan indeks 0,9 sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan, yang jika dihitung menghasilkan angka Rp3.721.000.
Meski angka Rp 3,7 juta dinilai sebagai solusi kompromi, buruh menegaskan tuntutan utama tetap pada penerapan indeks 0,9.
"Kalau bicara solusi, harapan kami tetap di indeks 0,9 dengan nominal Rp3.721.000. Angka itu yang kami tuntut maksimal. Apakah perjuangan ini berhasil atau tidak, itu baru bisa dilihat dari rekomendasi Wali Kota," katanya.
Ia menegaskan bahwa buruh baru merasa perjuangannya berhasil jika rekomendasi Wali Kota Semarang sesuai dengan tuntutan tersebut.
Jika hasil rekomendasi tidak sesuai harapan, kata dia, buruh menyatakan siap kembali turun ke jalan.
"Kalau keputusan nantinya tidak sesuai, kami pasti akan melakukan aksi lagi untuk menyampaikan kekecewaan. Ini akan jadi koreksi bersama. Tahun depan perjuangan buruh akan lebih keras," katanya.
Selain UMK, buruh juga menyoroti penetapan UMSK. Mereka meminta agar nilai UMSK tidak dikurangi dari ketetapan sebelumnya yang pernah ditetapkan oleh Gubernur Jawa Tengah.
"Minimal UMSK tidak dikurangi, nominalnya sama seperti tahun lalu. Kalau maksimal, kami minta ada penambahan nilai di setiap sektor. Ini nilai kompromi agar prosesnya tidak berlarut-larut," katanya.
Audiensi tersebut merupakan rangkaian panjang dialog antara buruh dan pemerintah daerah. Tercatat, proses komunikasi telah dilakukan melalui tujuh kali pertemuan, terdiri atas tiga kali aksi dan empat kali audiensi, baik di tingkat kota maupun provinsi.

