Magelang (ANTARA) - Pendidikan Katolik tidak sekadar mencetak orang-orang pandai secara intelektual namun membentuk pribadi-pribadi yang mampu terlibat aktif dalam kehidupan sosial, demi terwujud kesejahteraan bersama, kata Uskup Agung Semarang Monsinyur Robertus Rubiyatmoko.
"Maka pendidikan kristiani baru dapat dikatakan berhasil kalau mampu menghasilkan manusia-manusia yang utuh dan seimbang dalam kepribadian, serta mau dan mampu melibatkan diri dalam mengupayakan kehidupan bersama yang semakin baik," katanya dalam rilis Lembaga Ekselensi Keuskupan Agung Semarang (LEKAS) di Magelang, Sabtu.
Ia mengatakan hal itu saat berbicara pada kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Ekselensi dengan tema "Transformasi Sekolah Katolik Keuskupan Agung Semarang", di Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan (PPSM), Jumat (23/5), diselenggarakan LEKAS.
Pendidikan dan pelatihan berlangsung hingga 25 Januari 2025 diikuti 150 peserta dari kalangan pengelola yayasan pendidikan Katolik, guru, dan tenaga pendidik sekolah-sekolah Katolik di keuskupan setempat, yang membawahi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian wilayah Jateng. Pada kesempatan itu, Uskup Rubiyatmoko meresmikan LEKAS sebagai lembaga yang bergerak di bidang pendidikan dengan SK No. 128/A/XI/c-1/2025 pada Januari 2025.
Ia mengemukakan tentang pentingnya pribadi manusia yang mampu membawakan nilai-nilai iman demi perubahan kehidupan bersama ke arah yang lebih baik, tanpa hanyut dalam arus zaman.
"'Ngeli tanpa keli', itulah nasihat para sesepuh kita," ujarnya.
Penyelenggaraan pendidikan Katolik di KAS, ujarnya, sebagai penting dan kompleks, sedangkan penyelenggara menyadari hanya separuh lebih umat Katolik bersekolah di sekolah Katolik. Hal tersebut tetap harus dikerjakan secara sungguh-sungguh.
Ia mengemukakan pentingnya berbagai pihak, terutama terkait dengan kemajuan pendidikan Katolik, bekerja sama mewujudkan pribadi-pribadi utuh dan dewasa melalui pendidikan.
"Sudah saatnya kita semua bergandengan tangan, saling menopang, dan bekerja sama mewujudkan impian Gereja Katolik yang satu dan sama dalam membentuk pribadi-pribadi yang dewasa, utuh melalui pendidikan," katanya.
Melalui pendidikan yang komprehensif, ucapnya, Gereja ingin membina orang-orang muda menjadi pribadi-pribadi yang dewasa, utuh, autentik, dan seimbang, baik secara fisik, intelektual, moral, maupun spiritual.
Ketua LEKAS yang juga Rektor Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Ferdinand Hindiarto mengatakan lembaga tersebut bertugas merancang dan melaksanakan program pendidikan, pelatihan, dan pendampingn yayasan penyelenggara pendidikan Katolik, guru, dan tenaga pendidik berbagai sekolah Katolik di KAS.
Selain itu, melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak internal dan eksternal dalam meningkatkan efektivitas program lembaga.
Ia mengharapkan diklat membawa peserta berasal dari lima yayasan penyelenggara sekolah Katolik setempat itu mempunyai rencana aksi, seperti menyusun rencana strategis (renstra) keuangan, karier guru, pengembangan yayasan, perubahan wajah sekolah, dan metodologi pengajaran.
Setelah diklat, katanya, penyelenggara pendidikan mendapat pendampingan selama 5-10 bulan oleh pendamping dari Universitas Soegijapranata Semarang, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dan Universitas Atmajaya Yogyakarta.
Sekretaris Komisi Pendidikan (Komdik) Konferensi Waligeraja Indonesia (KWI) Antonius Vico Christiawan SJ mengatakan pembentukan LEKAS sejalan dengan Renstra Komdik KWI 2024-2027 menciptakan sentra belajar guru di setiap keuskupan, sehingga terwujud kualitas pengurus yayasan, kepala sekolah, dan guru.
Ia mengharapkan kualitas kependidikan terus ditingkakan dan diperbarui secara berkelanjutan untuk kaderisasi para pendidik serta menciptakan kualitas lulusan lembaga pendidikan Katolik.
"Kita mulai dari PAUD hingga SMA dan SMK yang mampu memancarkan wajah Gereja yang gembira, unggul, setia pada ajaran Geraja, dan semangat," ujarnya.