Jakarta (ANTARA) - Tulisan resep dokter atas diagnosis penyakit tertentu terkesan sulit dibaca pasien sebelum era digitalisasi farmasi memiliki sejumlah alasan, salah satunya terkait volume aktivitas.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Dr. Hermawan Saputra, SKM., MARS., CICS. mengatakan makin cepatnya layanan yang dilakukan seorang tenaga kesehatan tak dibarengi kecepatan pada jari jemarinya dalam menulis resep.
"Seorang tenaga kesehatan memiliki volume layanan yang cepat maka kecepatan berpikir tidak mampu diimbangi kecepatan jari jemarinya sehingga kadang penulisannya begitu teramat indah, susah dibaca masyarakat," ujar dia dalam webinar bertema "Peran Digitalisasi dalam Mengembangkan Inovasi dan Bisnis di Industri Farmasi", Rabu.
Tenaga kesehatan lain termasuk apoteker bisa mengatasinya. Walau begitu, mereka tetap melakukan validasi atas resep yang diterima pada dokter yang meresepkan obat.
Mereka pun akan memberikan edukasi kepada pasien terkait dosis obat dan petunjuk konsumsi hingga pasien paham dan meninggalkan ruang komunikasi di instalasi farmasi.
Akan tetapi ini dalam konteks konvensional. Seiring adanya digitalisasi dalam industri kefarmasian, peresepan dilakukan secara digital. Pasien bahkan bisa mengetahui jenis obat yang diminum termasuk petunjuk konsumsinya.
Dalam hal ini, ada keuntungan lainnya yakni kemungkinan meminimalisir bias, kesalahan dalam pembacaan resep oleh apoteker.
Kemudian, sama halnya pada keadaan konvensional, apoteker pun melakukan komunikasi dengan dokter untuk mengkonfirmasi atau memberikan rekomendasi yang menyebabkan perubahan pada resep elektronik.
"Jadi tetap, kalaupun ada peralihan full antara penggunaan peresepan secara konvensional dengan yang sifatnya electronics bases, maka tetap ada fungsi konfirmasi dan itu dimungkinkan secara teknologi," kata Hermawan.
Dari sisi industri penyedia, platform harus mampu menyediakan fitur verifikasi itu agar tercapainya tepat obat, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat penggunaan.
Hermawan menambahkan perlu ada upaya tambahan yang sebenarnya muncul dalam rantai bisnis industri farmasi yakni sertifikasi dan standardisasi dalam pengemasan dan pengiriman obat.
"Kurir industri farmasi seharusnya tersertifikasi dan punya standard di dalam packing, packaging, dan keamanan. Karena ini menyangkut bahan, sediaan farmasi yang sifatnya obat. Tidak bisa disamakan dengan barang lain yang mungkin terpapar udara," kata dia.
Berita Terkait
Dokter: Konsumsi obat tanpa resep tingkatkan risiko gagal ginjal
Kamis, 23 November 2023 17:41 Wib
Wali Kota Semarang: Kemudahan izin jadi resep gaet investor
Selasa, 7 November 2023 8:43 Wib
Cegah gangguan ginjal akut, RSUD Pekalongan hentikan resep obat sirop
Senin, 7 November 2022 21:45 Wib
Ingin membuat Putu Ayu sendiri di rumah? Ini resepnya
Rabu, 20 April 2022 9:14 Wib
RSUD dr Moewardi Surakarta buka layanan fasilitas antar obat pasien rawat jalan
Rabu, 2 Maret 2022 16:41 Wib
Chef Juna bagikan tips olah daging kurban yang praktis dan lezat
Selasa, 20 Juli 2021 11:17 Wib
Ingin membangun bisnis ayam geprek, ini tujuh resep suksesnya
Minggu, 6 Juni 2021 14:40 Wib
Conte punya tiga resep taklukkan Madrid
Rabu, 25 November 2020 7:51 Wib