Magelang (ANTARA) - Salaman menjadi bagian lekat dari budaya masyarakat dunia. Berjabat tangan sebagai penanda eratnya hubungan antarsesama manusia.
Selain itu, salaman simbol relasi akrab antarkomunitas, antarwilayah, bahkan antarnegara, melalui para pimpinan, tokoh, atau pemegang kekuasan masing-masing. Tanda keakraban lainnya dalam relasi kesejajaran yang elegan dilakukan orang, seperti membungkukkan badan, "cikipa-cipiki", berpelukan, atau saling mengatupkan kedua tangan.
Bagi masyarakat desa dan gunung, tak berjabat tangan terasa kurang afdal dalam perjumpaan dengan sesama tetangga atau dengan siapa saja yang bertandang ke desanya, baik dikenal maupun belum dikenal yang dijumpai.
Bersalaman sebagai tanda mereka menerima kehadiran orang lain, sedangkan bagi tamu sebagai tanda penerimaan atau ungkapan "kulonuwun" atas kehadiran dirinya di desa. Begitu juga, dengan sebagian besar masyarakat di perkotaan di negeri ini. Bersalaman adalah suatu tanda penghormatan dan kehangatan relasi.
Baca juga: Begini cara cuci tangan yang baik menurut standar internasional
Kebiasaan bersalaman diajarkan orang tua kepada anak-anak sejak kecil. Terlebih anak-anak diajarkan demikian ketika ada orang lain atau saudara datang ke rumah. Begitu juga, untuk memperkenalkan kepada orang lain yang diakrabi, orang tua meminta anak-anaknya menyalami orang itu. Salaman sebagai tanda berkenalan, kesantunan, dan penghormatan.
Bahkan, untuk mewujudkan penghormatan, kesantunan, dan keakraban itu, bersalaman disusul cium tangan dengan sejumlah gestur variannya, seakan menjadi tradisi pelajaran orang tua kepada anak-anak Generasi Z.
Begitu juga ketika suatu persoalan diselesaikan, pembicaraan dilakukan, atau kesepakatan perjanjian dirampungkan, salaman oleh para pihak menjadi simbol yang dinanti dan merasa penting untuk diabadikan dalam suatu pemotretan.
Budaya bersalaman seakan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang sedang terpukul oleh merebaknya serangan virus corona jenis baru (COVID-19).
Setiap orang seakan dibawa berpikir ulang sejenak waktu terlebih dahulu, untuk memutuskan bersalaman atau tidak, saat hendak mengungkapkan perjumpaan dan keakraban dengan sesama, karena penularan virus itu, salah satunya disebabkan keadaan tangan yang kotor dan khawatir sudah terpapar virus.
Di media sosial sempat beredar rekaman video tentang salah satu sekolah, di mana siswa-siswi disambut sapaan hangat sejumlah guru ketika masuk sekolah. Gestur kedua pihak, saling menyilangkan tangan di dada, sebagai pengganti kebiasaan bersalaman dalam penyambutan mereka masuk sekolah.
Upaya pencegahan merebaknya virus corona memang sedang menjadi kebutuhan utama. Siapa pun tidak ingin terserang virus mematikan tersebut, meski jumlah kasus di Indonesia mengalami lonjakan dari enam menjadi 19 kasus pada Senin (9/3), dengan penyebaran yang makin meluas.
Tangan bagian tubuh manusia tak tergantikan untuk bersalaman. Tangan dalam kondisi bersih menjadi salah satu persyaratan penting untuk mencegah penularan virus corona.
Oleh karenanya, kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun secara benar dan intensif, serta penyediaan cairan pembersih di berbagai tempat umum dan perkantoran untuk digunakan sebagaimana mestinya oleh setiap orang, menjadi kebutuhan mutlak selagi COVID-19 siap menjangkit.
Tentu saja kebutuhan lain untuk mencegah penularan virus itu tetap harus dilakukan secara simultan. Tidak hanya soal rajin mencuci tangan.
Kebutuhan lainnya itu, seperti menjaga kondisi badan tetap prima, mengonsumsi makanan bergizi dan berimbang, istirahat secara cukup waktu, rajin olahraga, merawat kebersihan lingkungan, menutup hidung dan mulut ketika batuk, penggunaan masker untuk mereka yang sedang flu, segera memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan jika batuk, pilek, atau radang tenggorokan.
Secara alami, tubuh mempunyai daya imunitas. Persoalannya, sejauh mana setiap orang menjaga tubuh masing-masing tetap sehat dan prima sebagai bagian dari penangkal serangan virus.
Intinya, pola hidup bersih dan sehat, memahami dengan baik COVID-19, upaya pencegahan, dan protokol penanganannya. Tidak sekadar menjaga tangan tetap bersih, supaya tidak diserang virus itu, lalu budaya mulia berjabat tangan terpinggirkan.
Meminggirkan budaya berjabat tangan karena khawatir penularan virus corona, bagian dari gestur kepanikan.
Waspada terhadap penularan virus itu memang suatu keharusan. Tetapi, jangan sampai terlalu cemas atau bahkan panik. Kecuali kalau kita tidak mengenal dengan baik, minimal keadaan sehari-hari, tubuh kita sendiri.
Baca juga: Cegah virus, penjual makanan segar harus sering cuci tangan
Baca juga: Pusat Mitigasi Unsoed ajak masyarakat rutin cuci tangan, cegah corona