"Penyaluran kredit tersebut, khusus untuk koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang dimulai 2009 hingga 2011," kata Direktur BPR BKK Jati, Kudus, Tugiyono, di Kudus, Kamis.
Untuk penyaluran dana bergulir tersebut, BPR BKK Jati mendapat dana pinjaman dari Pemkab Kudus sebesar Rp2,4 miliar.
Setelah mencatatkan "outstanding" kredit atau fasilitas kredit yang beredar hingga Rp4,72 miliar dalam jangka waktu tiga tahun, pada akhir 2011 BPR BKK Jati mengembalikan dana pinjaman sebesar Rp2 miliar kepada Pemkab Kudus beserta bunga 1 persen dari total omzet.
Adapun sisa dana sebesar Rp400 juta, katanya, akan dikembalikan dalam jangka waktu dua tahun ke depan.
Keberhasilan BPR BKK Jati mencatatkan "outstanding" kredit sebesar Rp4,72 miliar dalam jangka waktu tiga tahun, karena bunga pinjaman yang ditawarkan cukup rendah hanya 6 persen.
Sedangkan bunga konvensional yang ditawarkan cukup tinggi, berkisar antara 11-18 persen.
Adapun jumlah nasabah yang menikmati fasilitas dana kredit dengan bunga rendah itu, sebanyak 339 nasabah.
Untuk tingkat rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL), katanya, cukup rendah, karena hanya sekitar Rp40-an juta atau 0,85 persen.
"Penyaluran kredit tersebut memang spesifik, namun prinsip kehati-hatian tetap dilakukan. Kami hanya menyalurkan kepada pihak yang benar-benar butuh dan punya usaha yang produktif," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, nasabah yang menikmati kredit permodalan dengan bunga ringan tersebut, juga dilakukan pendekatan secara personal agar dalam pengembaliannya sesuai jadwal yang ditetapkan.
Awalnya, kata dia, plafon dana bergulir tersebut maksimal Rp10 juta dengan bunga 6 persen. Akan tetapi, ketentuan yang baru plafonnya turun menjadi Rp5 juta dengan bunga pinjaman untuk koperasi hanya 2 persen dan UMKM tetap 6 persen.
"Meskipun peminjam selalu menginginkan fasilitas kredit tersebut, kini dengan ketentuan yang baru dengan dana yang masih tersisa Rp400 juta cenderung stagnan," ujarnya.
Pasalnya, kata dia, bagi UMKM maupun koperasi dengan dana pinjaman Rp5 juta kurang berarti, karena nominalnya terlalu kecil untuk dijadikan tambahan permodalan.

