Purwokerto (ANTARA) - Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, memasifkan kegiatan sosialisasi pelindungan terhadap anak di wilayah tersebut.
"Pelindungan terhadap anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, juga merupakan tanggung jawab bersama seluruh masyarakat dan pemerintah," kata Kepala DPPKBP3A Kabupaten Banyumas Krisiyanto di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa.
Oleh karena itu, pihaknya secara kontinu menyosialisasikan pelindungan terhadap anak sebagai bagian dari upaya pencegahan kekerasan, bullying atau perundungan, dan pernikahan dini.
Menurut dia, hal itu selaras dengan tema Hari Anak Nasional Tahun 2025 yang diperingati setiap tanggal 23 Juli, yakni "Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045" khususnya subtema keempat "Stop Perkawinan Anak" dan subtema kelima "Anak Terlindungi Menuju Indonesia Emas 2045".
"Saat kegiatan MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) kemarin, kami juga menyosialisasikan pencegahan kekerasan, bullying, dan pernikahan dini kepada para siswa di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari SD hingga SMA maupun SMK," katanya.
Ia pun menegaskan pentingnya membangun lingkungan sekolah yang ramah anak karena anak-anak harus saling menyayangi dan tidak boleh merundung.
Bahkan, kata dia, guru dan orang tua pun harus menjadi contoh dalam hal pencegahan perundungan.
"Itu karena bullying tidak hanya dilakukan sesama anak, tapi bisa juga terjadi secara verbal dan nonverbal dari orang dewasa," katanya.
Selain itu, pihaknya juga melibatkan Forum Anak Banyumas sebagai pelopor dan pelapor dalam kampanye Stop Kekerasan dan Bullying.
Menurut dia, Forum Anak Banyumas tersebut aktif menggelar berbagai kegiatan di tingkat sekolah maupun kecamatan dalam rangka pencegahan kekerasan dan perundungan.
"Jika ada kasus bullying, pelaporan bisa dilakukan melalui UPTD PPA Banyumas (Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak), polsek (kepolisian sektor), atau guru BK (Bimbingan dan Konseling) di sekolah untuk proses mediasi dan pendampingan korban," katanya.
Ia mengatakan berdasarkan data UPTD PPA Banyumas, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Banyumas rata-rata mencapai kisaran 115-116 kasus per tahun. "Angka tersebut merupakan gabungan antara kekerasan terhadap perempuan dan anak," katanya menjelaskan.
Menurut dia, angka kasus pernikahan dini di Banyumas juga dinilai cukup mengkhawatirkan karena pada tahun 2023 terdapat lebih kurang 419 pengajuan pernikahan dini, tahun 2024 sekitar 424 pengajuan, dan data sementara pada semester pertama tahun 2025 tercatat lebih kurang 74 permohonan.
Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, kata dia, telah ditetapkan batas usia minimal 19 tahun bagi pria maupun wanita untuk dapat melangsungkan perkawinan meskipun Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merekomendasikan usia ideal untuk menikah adalah 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki.
Padahal, lanjut dia, dampak pernikahan dini luar biasa karena anak-anak usia muda belum siap mental, risiko kehamilan tinggi, dan anak yang dilahirkan berpotensi mengalami stunting.
"Kami tidak bisa mencegah secara langsung, tapi bisa memberi edukasi serta pendampingan melalui konseling dan psikolog. Kami berkomitmen terus mendorong kesadaran masyarakat agar memahami pentingnya perlindungan terhadap anak dan perempuan demi masa depan generasi yang lebih baik," kata Krisiyanto.
Baca juga: Peringati Hari Anak Nasional, SD di Temanggung hidupkan kembali permainan tradisional

