PNM siapkan Desa Langgongsari Banyumas sebagai sentra madu klanceng
Banyumas (ANTARA) - PT Permodalan Nasional Madani (PNM) menyiapkan Desa Langgongsari, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, sebagai sentra madu klanceng dan membentuknya menjadi Kampung Madani.
Pemimpin Cabang PT PNM Purwokerto Rohmat Agus Pranoto mengatakan pihaknya telah memberikan pelatihan budi daya lebah klanceng sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan sentra madu klanceng tersebut.
Ia menyatakannya saat ditemui usai pemanenan perdana madu lebah klanceng yang dikembangkan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto bekerja sama dengan PNM di Desa Langgongsari, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Selasa.
"Ini kegiatan lanjutan. Jadi, awalnya kita sudah melakukan pelatihan budi daya lebah klanceng. Kita sampaikan kepada masyarakat desa, ibu-ibu yang ikut bahwa tidak hanya sekadar mengajar cara budi dayanya ," jelas Agus.
Menurut dia, pelatihan budi daya lebah klanceng tersebut berlanjut pada bagaimana cara memanen madu, memeras, mengemas, dan sebagainya.
Setelah pelatihan lanjutan kedua itu berhasil, pihaknya mengembangkan lagi ke pengemasan yang lebih bagus dan menarik agar mempunyai nilai jual yang lebih tinggi.
"Nah, setelah itu kita ajari cara menjualnya secara offline maupun online di marketplace dan sebagainya. Kita carikan jejaringan untuk bisa menjual ke yang lebih luas lagi, itu gunanya kita untuk pemberdayaannya di situ," tegasnya.
Terkait dengan peserta pelatihan budi daya lebah klanceng, Rohmat mengatakan pada awalnya ditujukan untuk ibu-ibu rumah tangga yang menjadi nasabah PNM Mekaar (Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera).
Akan tetapi dalam perkembangannya, kata dia, tidak menutup kemungkinan diikuti oleh ibu-ibu rumah tangga yang bukan nasabah PNM Mekaar.
"Ini modalnya nol untuk ibu-ibu, modal dari kita semua. Namun dari modal yang satu biji, satu kotak ini kita kembangkan bisa lebih banyak, diperbanyak, nah perbanyakan inilah kita berikan kepada masyarakat yang belum mendapatkannya," ungkapnya.
Ia mengakui budi daya lebah madu klanceng jenis Tetragonula biroi tersebut untuk sementara hanya di Langgongsari karena kondisi alam dan ketersediaan vegetasi sangat mendukung untuk kegiatan tersebut.
Disinggung mengenai hasil panen perdana madu klanceng di Desa Langgongsari, dia mengatakan dari satu kotak bisa menghasilkan madu sebanyak delapan botol, masing-masing sebanyak 100 mililiter.
"Padahal madu klanceng ini paling mahal harganya karena keterbatasan sediaan, tapi yang membutuhkan banyak. Satu botol yang 100 mililiter ini dijual Rp125.000, padahal satu kotak bisa menghasilkan delapan botol, 'kan luar biasa," tegasnya.
Selain dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, kata dia, madu klanceng sebenarnya dapat membantu upaya penanganan stunting karena mengandung banyak vitamin.
Dengan demikian, lanjut dia, madu klanceng tersebut selain dijual juga bisa dikonsumsi oleh ibu-ibu hamil dan anak-anaknya.
"Ini yang penting, tidak semua orang bisa menikmati madu karena harga. Tetapi di sini, di Langgongsari, semua orang nanti bisa pelihara madu dan kami akan menjadikan Desa Langgongsari sebagai sentra madu klanceng, kami akan bikin Kampung Madani di Desa Langgongsari nantinya," kata Rohmat.
Sementara itu, Ketua Tim Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Fakultas Biologi Unsoed Purwokerto Prof Imam Widhiono mengatakan lebah klanceng jenis Tetragonula biroi itu dipilih dengan pertimbangan serangga tersebut tidak bersengat (stingless bee honey) mengingat kegiatan yang dilakukan di Langgongsari dalam rangka pemberdayaan perempuan.
Selain memberikan pelatihan budi daya lebah klanceng, kata dia, pihaknya bersama PNM juga akan membantu dalam mengelola pemasaran madunya.
Menurut dia, pihaknya juga berkewajiban untuk terus melakukan penelitian terkait dengan cara memisahkan koloni yang efektif dan sebagainya termasuk membuat inovasi produk turunan madu klanceng.
"Hasil-hasil penelitian tersebut nantinya akan dibawa ke masyarakat untuk diterapkan dalam budi daya lebah klanceng," katanya.
Dalam pemanenan perdana madu klanceng tersebut, tim dari Fakultas Biologi Unsoed juga memperkenalkan produk turunan madu klanceng berupa masker wajah hasil penelitian mahasiswa.
Baca juga: Madu lokal Jawa Tengah tembus pasar internasional
Pemimpin Cabang PT PNM Purwokerto Rohmat Agus Pranoto mengatakan pihaknya telah memberikan pelatihan budi daya lebah klanceng sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan sentra madu klanceng tersebut.
Ia menyatakannya saat ditemui usai pemanenan perdana madu lebah klanceng yang dikembangkan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto bekerja sama dengan PNM di Desa Langgongsari, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Selasa.
"Ini kegiatan lanjutan. Jadi, awalnya kita sudah melakukan pelatihan budi daya lebah klanceng. Kita sampaikan kepada masyarakat desa, ibu-ibu yang ikut bahwa tidak hanya sekadar mengajar cara budi dayanya ," jelas Agus.
Menurut dia, pelatihan budi daya lebah klanceng tersebut berlanjut pada bagaimana cara memanen madu, memeras, mengemas, dan sebagainya.
Setelah pelatihan lanjutan kedua itu berhasil, pihaknya mengembangkan lagi ke pengemasan yang lebih bagus dan menarik agar mempunyai nilai jual yang lebih tinggi.
"Nah, setelah itu kita ajari cara menjualnya secara offline maupun online di marketplace dan sebagainya. Kita carikan jejaringan untuk bisa menjual ke yang lebih luas lagi, itu gunanya kita untuk pemberdayaannya di situ," tegasnya.
Terkait dengan peserta pelatihan budi daya lebah klanceng, Rohmat mengatakan pada awalnya ditujukan untuk ibu-ibu rumah tangga yang menjadi nasabah PNM Mekaar (Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera).
Akan tetapi dalam perkembangannya, kata dia, tidak menutup kemungkinan diikuti oleh ibu-ibu rumah tangga yang bukan nasabah PNM Mekaar.
"Ini modalnya nol untuk ibu-ibu, modal dari kita semua. Namun dari modal yang satu biji, satu kotak ini kita kembangkan bisa lebih banyak, diperbanyak, nah perbanyakan inilah kita berikan kepada masyarakat yang belum mendapatkannya," ungkapnya.
Ia mengakui budi daya lebah madu klanceng jenis Tetragonula biroi tersebut untuk sementara hanya di Langgongsari karena kondisi alam dan ketersediaan vegetasi sangat mendukung untuk kegiatan tersebut.
Disinggung mengenai hasil panen perdana madu klanceng di Desa Langgongsari, dia mengatakan dari satu kotak bisa menghasilkan madu sebanyak delapan botol, masing-masing sebanyak 100 mililiter.
"Padahal madu klanceng ini paling mahal harganya karena keterbatasan sediaan, tapi yang membutuhkan banyak. Satu botol yang 100 mililiter ini dijual Rp125.000, padahal satu kotak bisa menghasilkan delapan botol, 'kan luar biasa," tegasnya.
Selain dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, kata dia, madu klanceng sebenarnya dapat membantu upaya penanganan stunting karena mengandung banyak vitamin.
Dengan demikian, lanjut dia, madu klanceng tersebut selain dijual juga bisa dikonsumsi oleh ibu-ibu hamil dan anak-anaknya.
"Ini yang penting, tidak semua orang bisa menikmati madu karena harga. Tetapi di sini, di Langgongsari, semua orang nanti bisa pelihara madu dan kami akan menjadikan Desa Langgongsari sebagai sentra madu klanceng, kami akan bikin Kampung Madani di Desa Langgongsari nantinya," kata Rohmat.
Sementara itu, Ketua Tim Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Fakultas Biologi Unsoed Purwokerto Prof Imam Widhiono mengatakan lebah klanceng jenis Tetragonula biroi itu dipilih dengan pertimbangan serangga tersebut tidak bersengat (stingless bee honey) mengingat kegiatan yang dilakukan di Langgongsari dalam rangka pemberdayaan perempuan.
Selain memberikan pelatihan budi daya lebah klanceng, kata dia, pihaknya bersama PNM juga akan membantu dalam mengelola pemasaran madunya.
Menurut dia, pihaknya juga berkewajiban untuk terus melakukan penelitian terkait dengan cara memisahkan koloni yang efektif dan sebagainya termasuk membuat inovasi produk turunan madu klanceng.
"Hasil-hasil penelitian tersebut nantinya akan dibawa ke masyarakat untuk diterapkan dalam budi daya lebah klanceng," katanya.
Dalam pemanenan perdana madu klanceng tersebut, tim dari Fakultas Biologi Unsoed juga memperkenalkan produk turunan madu klanceng berupa masker wajah hasil penelitian mahasiswa.
Baca juga: Madu lokal Jawa Tengah tembus pasar internasional