Purwokerto (ANTARA) - Akademisi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Ahmad Sabiq menilai wacana pengembalian pemilihan kepala daerah (pilkada) kepada DPRD tidak menjamin terhentinya praktik politik uang dan justru berpotensi mengurangi kualitas demokrasi serta kedaulatan rakyat.
"Wacana pilkada melalui DPRD sebenarnya bukan hal baru," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Ia mengatakan gagasan itu pernah mencuat pada penghujung masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang mengatur mekanisme tersebut.
Menurut dia, diskursus serupa kini kembali muncul seiring pernyataan Presiden Prabowo Subianto dan respons sejumlah partai politik.
“Kalau pilkada dikembalikan ke DPRD, itu langkah mundur karena menyentuh prinsip fundamental demokrasi, seperti kedaulatan rakyat dan akuntabilitas publik,” katanya.
Ia menilai wacana tersebut lebih banyak mencerminkan kepentingan elite politik ketimbang aspirasi masyarakat.
Menurut dia, hal itu karena diskusi tentang perubahan mekanisme pilkada jarang sekali muncul dari publik, melainkan didorong oleh pernyataan elite partai atau tokoh pemerintah.
Ia mengatakan alasan-alasan yang dikemukakan untuk mendukung pilkada melalui DPRD, seperti biaya politik yang tinggi, potensi politik uang, dan repotnya penyelenggaraan pilkada langsung, tidak serta-merta dapat diselesaikan dengan perubahan mekanisme pemilihan.
“Tidak ada jaminan politik uang tidak terjadi di DPRD. Praktik transaksional tetap mungkin terjadi, bahkan dulu sudah pernah terjadi, sehingga tidak otomatis masalahnya selesai hanya dengan memindahkan kewenangan memilih kepada DPRD,” ujarnya.
Menurut dia, solusi yang lebih tepat adalah memperkuat sistem yang sudah berjalan, mengingat pilkada langsung telah berlangsung cukup panjang dan memberi ruang bagi partisipasi publik yang luas.
Ia menilai penguatan kelembagaan menjadi kunci, terutama lembaga pengawas pemilu, mekanisme pendanaan politik yang transparan, serta penegakan hukum terhadap praktik politik uang.
“Yang perlu diperbaiki adalah aturan serta pengawasannya. Jangan kemudian persoalan dialihkan ke DPRD yang belum tentu lebih bersih dari masalah politik uang,” katanya.
Ia menegaskan bahwa demokrasi tidak semata-mata terkait efisiensi prosedural atau besaran biaya penyelenggaraan, tetapi tentang memastikan rakyat tetap menjadi pemilik suara dan sumber legitimasi bagi para pemimpin daerah.
“Kalau ruang partisipasi warga malah dipersempit, itu bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi,” kata Ketua Laboratorium Jurusan Ilmu Politik Unsoed itu.
Sabiq mengharapkan diskusi mengenai mekanisme pilkada tetap mempertimbangkan semangat demokrasi dan tidak mengabaikan pentingnya kedaulatan rakyat serta akuntabilitas pejabat publik.
Saat menghadiri puncak Hari Ulang Tahun Ke-61 Partai Golkar di Jakarta, Jumat (5/12), Presiden Prabowo Subianto mengaku mempertimbangkan usulan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia yang menyarankan agar kepala daerah dapat dipilih langsung oleh DPRD.
Menurut Presiden, usulan itu merupakan solusi agar politik tidak ditentukan oleh orang berduit, sehingga dia akan mengajak kekuatan politik untuk memberikan solusi tersebut.
Baca juga: KPU Cilacap mulai susun anggaran untuk tahapan Pilkada 2029

