Semarang (ANTARA) - Ketua DPRD Jateng Sumanto mendorong pembangunan pertanian menjadi prioritas utama pemprov karena sektor pangan merupakan penopang utama kehidupan masyarakat.
Hal tersebut juga selaras dengan visi misi Gubernur yaitu menjadikan wilayah Jateng sebagai lumbung pangan nasional.
Sumanto mengatakan, APBD Jawa Tengah tahun 2026 masih fokus memantapkan posisi Jateng lumbung pangan nasional. Hal tersebut tercermin dalam prioritas anggaran dan kebijakan yang bakal diterapkan.
"Meski ada pemangkasan dana transfer daerah dari pemerintah pusat dan akan berakibat ada sektor yang anggarannya belum maksimal, kami berharap sektor pertanian dan peternakan yang menjadi penyokong visi-misi lumbung pangan nasional bisa tetap maksimal," katanya, belum lama ini.
Ia menambahkan, pemprov perlu serius menggarap sektor pertanian. Sebab Bung Karno menyatakan, pangan adalah soal hidup matinya suatu bangsa.
Pesan bersejarah Presiden Soekarno tersebut dikatakan saat peletakan batu pertama Fakultas Pertanian Universitas Indonesia (UI), yang kini menjadi Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 27 April 1952.
“Bung Karno sudah mengingatkan bahwa pangan adalah soal mati hidupnya suatu bangsa. Jika kebutuhan pangan rakyat tidak terpenuhi, maka akan mengganggu hajat hidup banyak orang," kata Sumanto.
Lebih lanjut Sumanto menambahkan, berbagai program pertanian pemerintah belum berjalan optimal karena masih ada sejumlah persoalan mendasar.
Beberapa permasalahan yang ia soroti antara lain, penyediaan bibit unggul dan pupuk bersubsidi yang belum merata. Selain itu, pemanfaatan teknologi tepat guna dan inovasi pertanian belum maksimal.
"Masalah lain yang sering dihadapi di lapangan adalah minimnya pendampingan teknologi, biaya operasional yang membebani petani, serta harga jual komoditas pertanian yang belum stabil," ujar mantan Ketua DPRD Kabupaten Karanganyar tersebut.
Politisi PDI Perjuangan tersebut mengungkapkan ada tiga komponen strategis yang harus pemerintah perkuat dalam pembangunan sektor pertanian.
Yaitu petani, penyuluh pertanian, hingga lembaga ekonomi pedesaan seperti koperasi, hingga lembaga keuangan mikro.
Masalah klasik lain yang masih dihadapi adalah maraknya alih fungsi lahan pertanian dan tak adanya regenerasi petani.
Sumanto menganggap alih fungsi lahan pertanian menjadi bagian dari perkembangan zaman yang sulit dihindari.

Meski begitu, ia berharap para petani tak mudah tergiur dengan pihak lain yang ingin membeli sawah dengan harga tinggi. Sebab, meski mendapat uang banyak, ke depan para petani terancam tak dapat penghasilan karena sulit beralih ke pekerjaan lain.
"Kalau dapat warisan sawah jangan dijual meskipun ada iming-iming harga miliaran. Kalau dijual, warisannya akan habis. Dibelikan mobil baru, semakin lama nilainya menyusut," paparnya.
Sementara itu, regenerasi petani juga menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya, anak muda enggan menjadi petani karena dianggap tak menguntungkan. Mereka lebih memilih bekerja atau merantau.
"Saya sering menggelar temu tani, di situ petani yang paling muda berusia 50 tahun. Ini berarti tidak ada regenerasi. Hal ini harus dicarikan solusi agar bertani menjadi pekerjaan yang menguntungkan sehingga anak muda tertarik," paparnya.

