Semarang (ANTARA) - Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Jawa Tengah mengingatkan kepada seluruh penyelenggara pelayanan publik di Jateng agar berkomitmen dalam mencegah praktik korupsi, khususnya bentuk "petty corruption" yang sering terjadi di berbagai sektor layanan pelayanan publik.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Jateng Siti Farida, di Semarang, Rabu, menyampaikan bahwa "petty corruption" atau korupsi kecil-kecilan tidak boleh dianggap sepele.
"Petty corruption" adalah korupsi skala kecil yang sering terjadi dalam pelayanan publik sehari-hari oleh birokrat tingkat rendah hingga menengah, seperti meminta suap, menerima gratifikasi (uang rokok, bingkisan), atau pungutan liar untuk mempercepat urusan atau mendapatkan layanan.
Meskipun nilainya kecil, kata dia, praktik "petty corruption" terjadi secara masif dan akan langsung terasa oleh masyarakat.
Memperingati Hari Antikorupsi Sedunia, kata dia, pada penghujung 2025 ada lima besar dugaan maladministrasi yang dilaporkan ke Ombudsman Jateng.
Ia menyebutkan kasus terbanyak adalah penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, tidak memberikan pelayanan, pengabaian kewajiban dan permintaan imbalan berupa uang/barang.
"Bentuk maladministrasi berupa permintaan imbalan berupa uang/barang termasuk yang paling banyak dilaporkan," katanya.
Menurut dia, "petty corruption" berawal dari perilaku maladministrasi, seperti penundaan perlarut, penyimpangan prosedur, tidak kompeten, diskriminasi, hingga permintaan imbalan.
"Ketika layanan yang seharusnya mudah dan cepat justru dipersulit, sehingga menjadi potensi masyarakat untuk memberikan biaya tambahan atau gratifikasi kecil-kecilan. Hal ini memicu terjadinya 'petty corruption'," katanya.
Sejalan dengan semangat Hari Antikorupsi Sedunia 2025, Ombudsman mendorong
penyelenggara pelayanan publik di Jateng untuk meningkatkan kualitas layanan, memperkuat transparansi, serta menerapkan prinsip "zero tolerance" terhadap maladministrasi.
Upaya tersebut menjadi kunci dalam menekan peluang terjadinya praktik korupsi di sektor pelayanan publik.
"Jika perilaku maladministrasi dibiarkan, maka akan membuka ruang bagi tindakan korupsi," katanya.
Sebaliknya, kata dia, prosedur yang mudah dipahami, ketepatan waktu, kepastian biaya, dan transparansi merupakan langkah pencegahan untuk melakukan korupsi.

