Obesitas selama PJJ jadi masalah anak yang terlupakan
Jakarta (ANTARA) - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan obesitas menjadi permasalahan pada anak yang terlupakan selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) saat pandemi COVID-19 berlangsung.
"Dalam praktik, saya sudah ketemu dalam waktu seminggu sudah ada tiga anak yang konsultasi jantung karena obesitas," kata Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso dalam siaran langsung bertajuk "PTM 100% Apa Dampaknya?" yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Piprim menuturkan, obesitas menyebabkan berat badan terus bertambah sehingga anak dapat merasa lebih cepat lelah. Akibatnya, menambah masalah baru pada anak meski masalah pandemi COVID-19 belum usai.
Dalam contoh kasus yang dia jabarkan, terdapat anak kelas satu SMA yang memiliki berat hingga 120 kilogram.
Selain mudah lelah, obesitas juga berpotensi memberikan celah anak terkena komorbid yang menimbulkan bahaya bagi anak. Sehingga orang tua betul-betul harus memperhatikan setiap asupan gizi yang dikonsumsi anak pada saat belajar di depan layar yang memiliki ruang terbatas untuk anak bisa bergerak.
Menurutnya, meskipun anak terlihat lelah pada saat belajar di depan komputer atau laptop, lebih baik orang tua tidak secara terus menerus memberikan seorang anak sebuah makanan. Terlebih lagi, perlu menghindari konsumsi makanan yang memiliki rasa manis dan juga makanan siap saji.
"Asupan makanan kasih sayang itu tidak mesti diwujudkan dalam memberikan junk food pada anak atau dengan minuman manis. Sudah pasti bikin anak menggelembung berat badannya. Ketika obesitas, dia menjadi terkena komorbid utama pada COVID-19 ini. Jadi kita menjerumuskan anak kita sendiri mohon diperhatikan," tegas Piprim.
Ketua Satgas COVID-19 IDAI Yogi Prawira mengatakan saat ini semua orang lebih memilih untuk sibuk membicarakan mengenai keganasan dan penyakit kronik dari COVID-19.
Padahal, masalah obesitas merupakan salah satu komorbid yang terlupakan selama pandemi COVID-19.
"Merawat anak dengan obesitas itu sakit dengan apapun deg-degan kita, termasuk demam dengue. Karena dalam kondisi normal pun, badannya sudah meradang, terus begitu ada insult langsung. Apalagi misalnya anak tidak suka olahraga," kata Yogi.
Guna menyikapi obesitas pada anak, Yogi menyarankan kepada semua orang tua ataupun pihak sekolah untuk melakukan monitoring pada setiap kegiatan anak.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan kerja sama dari setiap pihak untuk menentukan berapa lama aktivitas anak pada saat melakukan kegiatan fisik maupun tidur.
"Sehingga bisa menjadi patokan guru dan orang tua mengenai masing-masing aktivitas tadi. Karena sekarang, sebagian besar yang dikerjakan sedentary, hanya duduk di depan laptop, tidak melakukan apa-apa, ada makanan semua sudah tersedia," ujar dia.
"Dalam praktik, saya sudah ketemu dalam waktu seminggu sudah ada tiga anak yang konsultasi jantung karena obesitas," kata Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso dalam siaran langsung bertajuk "PTM 100% Apa Dampaknya?" yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Piprim menuturkan, obesitas menyebabkan berat badan terus bertambah sehingga anak dapat merasa lebih cepat lelah. Akibatnya, menambah masalah baru pada anak meski masalah pandemi COVID-19 belum usai.
Dalam contoh kasus yang dia jabarkan, terdapat anak kelas satu SMA yang memiliki berat hingga 120 kilogram.
Selain mudah lelah, obesitas juga berpotensi memberikan celah anak terkena komorbid yang menimbulkan bahaya bagi anak. Sehingga orang tua betul-betul harus memperhatikan setiap asupan gizi yang dikonsumsi anak pada saat belajar di depan layar yang memiliki ruang terbatas untuk anak bisa bergerak.
Menurutnya, meskipun anak terlihat lelah pada saat belajar di depan komputer atau laptop, lebih baik orang tua tidak secara terus menerus memberikan seorang anak sebuah makanan. Terlebih lagi, perlu menghindari konsumsi makanan yang memiliki rasa manis dan juga makanan siap saji.
"Asupan makanan kasih sayang itu tidak mesti diwujudkan dalam memberikan junk food pada anak atau dengan minuman manis. Sudah pasti bikin anak menggelembung berat badannya. Ketika obesitas, dia menjadi terkena komorbid utama pada COVID-19 ini. Jadi kita menjerumuskan anak kita sendiri mohon diperhatikan," tegas Piprim.
Ketua Satgas COVID-19 IDAI Yogi Prawira mengatakan saat ini semua orang lebih memilih untuk sibuk membicarakan mengenai keganasan dan penyakit kronik dari COVID-19.
Padahal, masalah obesitas merupakan salah satu komorbid yang terlupakan selama pandemi COVID-19.
"Merawat anak dengan obesitas itu sakit dengan apapun deg-degan kita, termasuk demam dengue. Karena dalam kondisi normal pun, badannya sudah meradang, terus begitu ada insult langsung. Apalagi misalnya anak tidak suka olahraga," kata Yogi.
Guna menyikapi obesitas pada anak, Yogi menyarankan kepada semua orang tua ataupun pihak sekolah untuk melakukan monitoring pada setiap kegiatan anak.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan kerja sama dari setiap pihak untuk menentukan berapa lama aktivitas anak pada saat melakukan kegiatan fisik maupun tidur.
"Sehingga bisa menjadi patokan guru dan orang tua mengenai masing-masing aktivitas tadi. Karena sekarang, sebagian besar yang dikerjakan sedentary, hanya duduk di depan laptop, tidak melakukan apa-apa, ada makanan semua sudah tersedia," ujar dia.