Solo (ANTARA) - Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) menyatakan peningkatan literasi dan inklusi masyarakat terhadap perbankan syariah masih menjadi tantangan mengingat hingga saat ini angka capaiannya jauh lebih rendah dibandingkan konvensional.
"Posisi tahun terakhir atau di tahun 2019, literasi bank syariah baru 8 persen, sedangkan iklusi baru 11 persen. Dibandingkan indeks literasi bank nasional sebesar 29,66 persen, sedangkan indeks inklusi 67,82 persen ini lebih rendah," kata Ketua Umum Asbisindo Toni EB Subari pada kegiatan Media Workshop Literasi dan Inklusi Perbankan Syariah dengan tema "Ekonomi dan Perbankan Syariah Energi Baru Untuk Pemulihan Ekonomi Nasional" secara virtual di Solo, Jumat.
Ia mengatakan banyaknya perbedaan istilah dan konsep antara perbankan syariah dengan konvensional juga menjadi tantangan bagi pelaku perbankan syariah dalam memberikan penjelasan kepada masyarakat.
"Bagaimana kami menjelaskan kepada masyarakat yang universal maupun rasional dengan menggunakan istilah yang lebih umum. Konsep pertama adalah perbedaan antara perbankan syariah dengan konvensional, di antaranya kami menjadikan nasabah sebagai investor dan menerapkan konsep bagi hasil," kata Direktur Utama Bank Mandiri Syariah tersebut.
Baca juga: OJK tingkatkan edukasi dan literasi keuangan
Melihat dari potensi pasar perbankan syariah di dalam negeri, menurut dia sejauh ini masih terbuka lebar. Ia mengatakan saat ini dari total jumlah penduduk di Indonesia, 87 persennya merupakan masyarakat muslim.
"Intinya adalah penguatan sumber daya manusia, penguatan kemampuan untuk menarik investasi atau modal di market, penguatan teknologi sebagai 'core banking', dan tentu saja literasi yang lebih mendalam ke pasar," katanya.
Sementara itu, dikatakannya, sejauh ini perkembangan perbankan syariah di dalam negeri terus menunjukkan tren positif, baik jika dilihat dari aset, kredit atau pembiayaan, maupun dana pihak ketiga.
"Seperti untuk aset, per Juli 2020 ada kenaikan sebesar 9,88 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Saat ini aset perbankan syariah secara nasional sebesar Rp543 triliun," katanya.
Baca juga: OJK gencar tingkatkan literasi keuangan masyarakat pedesaan
Sedangkan untuk kredit atau pembiayaan per Juli 2020 ada kenaikan sebesar 10,23 persen menjadi Rp379 triliun dari Rp365 triliun di tahun sebelumnya. Selanjutnya, untuk dana pihak ketiga juga ada kenaikan sebesar 8,78 persen per Juli 2020, yaitu dari Rp425 triliun di tahun 2019 menjadi Rp427 triliun.
Berdasarkan data, capaian kenaikan ini lebih tinggi dibandingkan dengan konvensional. Ia mengatakan untuk aset perbankan konvensional pada periode yang sama kenaikannya sebesar 5,37 persen dari Rp8.188 triliun menjadi Rp8.345 triliun, sedangkan untuk kredit atau pembiayaan naik sebesar 1,04 persen dari Rp5.371 triliun menjadi Rp5.278 triliun.
"Untuk dana pihak ketika, kenaikan juga lebih rendah dibandingkan dengan perbankan syariah. Untuk bank konvensional kenaikannya per bulan Juli 2020 sebesar 8,44 persen atau dari Rp5.685 triliun menjadi Rp5.991 triliun," katanya.
Terkait hal itu, Direktur IT, Operations, and Digital Banking Mandiri Syariah Achmad Syafii mengatakan Bank Mandiri Syariah terus berupaya memberikan layanan yang optimal kepada masyarakat khususnya selama pandemi COVID-19.
"Mandiri Syariah terus menjalankan proses digitalisasi produk dengan fokus kepada nasabah untuk memenuhi kebutuhan nasabah terlebih di tengah situasi pandemi COVID-19. Salah satunya kami gencar melakukan transformasi layanan digital dan mengimplementasikan dalam aplikasi Mandiri Syariah Mobile, 'net banking' maupun layanan 'digital branch'," katanya.
Baca juga: Kemenkeu ajak milenial Semarang kenal literasi keuangan