Terkait "local lockdown", Wali Kota Tegal diminta jangan bertentangan dengan pemerintah pusat
Semarang (ANTARA) - Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono diminta jangan bertentangan dengan pemerintah pusat terkait dengan pemberlakuan local lockdown (belakangan diganti dengan istilah isolasi wilayah/isolasi terbatas) sehubungan dengan pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Anggota Komisi IX (Bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan) DPR RI Dewi Aryani melalui pesan WA-nya kepada ANTARA di Semarang, Senin pagi, mengingatkan bahwa Kota Tegal bukan negara sendiri. Oleh karena itu, harus patuh pada pemerintah pusat.
"Jangan menentang pemerintah pusat. Ada konstitusi yang mengatur semuanya dan percayalah pemerintah pusat akan melakukan yang terbaik untuk seluruh wilayah," kata doktor Administrasi Kebijakan Publik dan Bisnis Universitas Indonesia ini.
Baca juga: Ganjar: Kota Tegal hanya "local lockdown"
Wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX (Kabupaten/Kota Tegal dan Kabupaten Brebes) ini meminta Wali Kota Tegal membuka dan menggeser lagi pagar beton perbatasan jalan antarkota kabupaten dan jalan provinsi sambil menunggu Peraturan Pemerintah (PP) tentang Karantina Wilayah.
"Saya yakin PP ini bisa menjadi landasan yang tepat untuk semua wilayah dalam menentukan langkah karantina wilayahnya masing-masing dengan tiga proses yang mesti dilakukan, yakni tracing (pendeteksian), clustering (pengelompokan), dan containing (karantina)," kata politikus PDI Perjuangan ini.
Menurut Dewi, pelibatan gugus hingga tingkat desa/kelurahan dan kerja efektif aparat akan menjadi satu kekuatan melawan COVID-19. Begitu pula, pentahelix dengan pendekatan komunitas hingga gugus desa/kelurahan bisa dijadikan acuan dalam penanggulangan bencana nonalam ini.
Menyinggung Kota Tegal masuk dalam zona merah penyebaran COVID-19, Dewi Aryani menyarankan agar Wali Kota melakukan isolasi terlebih dahulu di lokasi permukiman, tempat pasien positif COVID-19 berada, kemudian melakukan tracing apakah keluarganya sudah ada kontak dengan pasien.
Ia juga mengingatkan bahwa kekhawatiran akan bahaya COVID-19 tidak tidak hanya Wali Kota Tegal, tetapi semua warga dan semua orang di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Oleh sebab itu, semua pihak harus bahu-membahu, gotong royong, dan memberikan kewenangan penuh kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Letjen TNI Doni Monardo untuk menentukan langkah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Anggota Komisi IX dari Fraksi PDI Perjuangan DPR RI ini mengimbau semua pihak harus menahan diri dan melakukan physical distancing (jarak fisik) dengan penuh disiplin tinggi. Di lain pihak, tim satgas monitoring melakukan patroli secara kontinu.
"Jika perlu, petugas menindak tegas terhadap warga yang melakukan pelanggaran, misalnya bergerombol, berkumpul, hajatan, atau acara dengan mengundang massa," kata Dewi Aryani.
Baca juga: Pemkot Surakarta pastikan tidak lakukan "lockdown"
Baca juga: Tegal "lockdown" lokal, bus di Terminal Kalideres tak layani penumpang ke arah Tegal
Anggota Komisi IX (Bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan) DPR RI Dewi Aryani melalui pesan WA-nya kepada ANTARA di Semarang, Senin pagi, mengingatkan bahwa Kota Tegal bukan negara sendiri. Oleh karena itu, harus patuh pada pemerintah pusat.
"Jangan menentang pemerintah pusat. Ada konstitusi yang mengatur semuanya dan percayalah pemerintah pusat akan melakukan yang terbaik untuk seluruh wilayah," kata doktor Administrasi Kebijakan Publik dan Bisnis Universitas Indonesia ini.
Baca juga: Ganjar: Kota Tegal hanya "local lockdown"
Wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX (Kabupaten/Kota Tegal dan Kabupaten Brebes) ini meminta Wali Kota Tegal membuka dan menggeser lagi pagar beton perbatasan jalan antarkota kabupaten dan jalan provinsi sambil menunggu Peraturan Pemerintah (PP) tentang Karantina Wilayah.
"Saya yakin PP ini bisa menjadi landasan yang tepat untuk semua wilayah dalam menentukan langkah karantina wilayahnya masing-masing dengan tiga proses yang mesti dilakukan, yakni tracing (pendeteksian), clustering (pengelompokan), dan containing (karantina)," kata politikus PDI Perjuangan ini.
Menurut Dewi, pelibatan gugus hingga tingkat desa/kelurahan dan kerja efektif aparat akan menjadi satu kekuatan melawan COVID-19. Begitu pula, pentahelix dengan pendekatan komunitas hingga gugus desa/kelurahan bisa dijadikan acuan dalam penanggulangan bencana nonalam ini.
Menyinggung Kota Tegal masuk dalam zona merah penyebaran COVID-19, Dewi Aryani menyarankan agar Wali Kota melakukan isolasi terlebih dahulu di lokasi permukiman, tempat pasien positif COVID-19 berada, kemudian melakukan tracing apakah keluarganya sudah ada kontak dengan pasien.
Ia juga mengingatkan bahwa kekhawatiran akan bahaya COVID-19 tidak tidak hanya Wali Kota Tegal, tetapi semua warga dan semua orang di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Oleh sebab itu, semua pihak harus bahu-membahu, gotong royong, dan memberikan kewenangan penuh kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Letjen TNI Doni Monardo untuk menentukan langkah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Anggota Komisi IX dari Fraksi PDI Perjuangan DPR RI ini mengimbau semua pihak harus menahan diri dan melakukan physical distancing (jarak fisik) dengan penuh disiplin tinggi. Di lain pihak, tim satgas monitoring melakukan patroli secara kontinu.
"Jika perlu, petugas menindak tegas terhadap warga yang melakukan pelanggaran, misalnya bergerombol, berkumpul, hajatan, atau acara dengan mengundang massa," kata Dewi Aryani.
Baca juga: Pemkot Surakarta pastikan tidak lakukan "lockdown"
Baca juga: Tegal "lockdown" lokal, bus di Terminal Kalideres tak layani penumpang ke arah Tegal