PGRI Semarang: Perlu Ada Standarisasi Gaji Guru Non-PNS
"Kesejahteraan guru sampai sekarang belum merata. Bagi mereka yang sudah tersertifikasi memang cukup bagus tingkat kesejahteraannya," kata Ketua PGRI Kota Semarang Ngasbun Egar di Semarang, Sabtu.
Hal tersebut diungkapkan Ngasbun yang juga Wakil Rektor I Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) PGRI Kota Semarang itu usai Konferensi Kerja Tahun IV Masa Bakti XX PGRI Kota Semarang.
Menurut dia, kesejahteraan yang layak selama ini baru dinikmati guru yang sudah tersertifikasi, sementara guru yang belum tersertifikasi, guru sekolah swasta, dan guru honorer lebih banyak jumlahnya.
"Guru di Kota Semarang yang sudah tersertifikasi sampai sekarang baru 30-40 persen. Artinya, banyak yang belum terpenuhi kesejahteraannya, seperti guru honorer dan guru sekolah swasta yang kecil," katanya.
Ia mengakui sampai sekarang masih ada guru taman kanak-kanak (TK) yang hanya digaji Rp200 ribu/bulan, padahal mereka sebagai pendidik memikul tanggung jawab besar mendidik generasi muda penerus bangsa.
"Kami ingin pemerintah berhitung lah. Sekarang begini, buruh di pabrik saja memiliki standar gaji, yakni upah minimum regional (UMR). Sementara, gaji guru honorer dan swasta kan tidak ada standarnya," katanya.
Padahal, kata dia, kebanyakan guru yang gajinya kecil itu merupakan lulusan sarjana, sementara para buruh yang bekerja di pabrik biasanya hanya lulusan SMA, SMP, bahkan mungkin SD sehingga menunjukkan ketidakadilan.
"Guru ini tanggung jawabnya besar, yakni mendidik generasi bangsa. Kesejahteraan mereka harus diperhatikan, buat kebijakan standarisasi gaji guru non-PNS yang tentu lebih tinggi dari UMR," katanya.
Jika semua guru sudah terpenuhi kesejahteraannya, Ngasbun mengatakan mereka akan tenang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya mendidik generasi muda sehingga hasil yang dicapai bisa lebih baik.
Pada kesempatan itu, PGRI Kota Semarang juga menggelar doa bersama agar segala macam persoalan dalam dunia pendidikan bisa diselesaikan dengan baik, seperti kesejahteraan dan kekurangan tenaga guru.
Doa bersama itu merupakan instruksi dari Pengurus Besar (PB) PGRI yang dilakukan secara serentak oleh pengurus PGRI di seluruh daerah untuk memperingati Hari Guru Internasional yang jatuh pada 5 Oktober.