Bengkel Harapan di Kampung Nelayan
Semarang (ANTARA) - Siang itu tampak tiga orang nelayan tengah sibuk memperbaiki mesin perahu, ada juga yang mengelas knalpot sepeda motor. Beberapa nelayan lainnya mengamati serta ada yang menunggu perbaikan, sehingga Bengkel Edupreneur di Kampung Nelayan Tanggulsari, Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, Jawa Tengah terlihat ramai.
Suara bising datang dari alat yang digunakan untuk memperbaiki mesin perahu juga dari mesin las, ditambah kerasnya musik dangdut dari tumpukan pengeras suara di bengkel dan kerasnya musik dangdut dari warung makan sebelah kanan bengkel, menambah berwarnanya suasana saat itu.
Sementara di samping kiri bengkel tampak aktivitas keseharian warga, seorang ibu paruh baya duduk di atas “dingklik” (tempat dudukan kecil, red.) tengah membersihkan puluhan ikan yang menumpuk di lantai untuk dipilah, dicuci, dan dimasukkan ke dalam wadah plastik yang telah disiapkan.
Kehidupan di Kampung Nelayan juga terpotret jelas dari seorang lelaki yang terlelap tidur di ruang tamu depan pintu yang terbuka, tanpa beralaskan apa pun, hanya bantal sebagai penopang kepalanya, istirahat siang sepulang melaut. Ada pula tidak jauh dari bengkel, tiga orang nelayan yang bergotong-royong memperbaiki peralatan melaut di depan bangunan yang di dalamnya ada tungku api menyala dengan di atasnya panci tanpa tutup merebus hasil tangkapan laut.
Untuk menuju ke Bengkel Edu Preneur, hanya bisa dilewati roda dua, maksimal roda tiga. Lokasinya berada tepat di seberang sungai yang dipenuhi perahu-perahu nelayan yang tertambat. Sesekali ada juga nelayan yang datang ke bengkel membeli jaring baru untuk kebutuhan melaut.
“Tadi waktu mbaknya WA, saya masih di laut. Biasanya saya melaut dari jam 3 pagi sampai jam 8 pagi, begitu juga nelayan yang lain di sini rata-rata jam segitu, makanya bengkel baru buka jam 9 pagi. Jika dulu setelah pulang melaut tidak ada kerjaan, sekarang kami ke bengkel,” kata Ketua Kelompok Bengkel Edu Preneur Muhammad Yasin sembari mematikan sumber musik dangdut sebelum mempersilakan saya duduk di deretan kursi di ujung bengkel.
Ada puluhan kursi lipat lengkap dengan papan tulis di bagian ujung dalam bengkel, yang disiapkan untuk kegiatan seperti pada akhir September 2024, ada pelatihan pembuatan sabun untuk mencuci sepeda motor yang diikuti para istri nelayan.
Berarti bagi nelayan
Bagi Yasin dan para nelayan yang lain, keberadaan bengkel yang dulunya bernamanya Bengkel Sahabat Nelayan dan kemudian diganti menjadi Edupreneur ini, sangat berarti karena untuk membeli onderdil dan perbaikan perahu tidak lagi harus pergi jauh ke kota dengan harga yang lebih mahal.
“Alhamdulillah sekali ada bengkel di sini, karena jarak ke kota jauh. Dulu harus memanggil mekanik, kalau tidak ya membawa mesin perahu ke kota, butuh waktu dan biaya lebih banyak sekitar Rp100 ribu. Sekarang nelayan punya bengkel sendiri, biaya service ringan hanya Rp35 ribu sampai Rp50 ribu,” sebut Yasin.
Apalagi nelayan setempat tidak hanya mendapatkan fasilitas sarana prasarana bengkel lengkap dengan peralatannya, tetapi juga mendapatkan pelatihan untuk para nelayan agar menguasai ilmu perbengkelan. Pelatihan yang didapat pun lengkap mulai perbaikan mesin perahu sampai pelatihan perbaikan sepeda motor.
Kemampuan membengkel tersebut berbuah manis, bengkel selalu saja menerima order perbaikan mesin perahu dan sepeda motor, tidak hanya dari nelayan sekitar, tetapi kepuasan pelanggan menyebar ke masyarakat sekitar ibarat pemasaran gratis dari mulut ke mulut atau word of mouth marketing (WOMM), kini banyak juga nelayan dari daerah sekitar yang datang ke bengkel berukuran 5x14 meter tersebut.
“Bengkel ini dulunya hanya berukuran 5x6 meter. Dulunya hanya menerima perbaikan mesin perahu, las, dan per 18 September 2024 diresmikan sebagai bengkel yang bisa menerima jasa perbaikan sepeda motor dan cuci sepeda motor. Kami juga memiliki koperasi yang menjual peralatan dan perlengkapan melaut bagi nelayan,” kata Yasin yang telah melaut sejak 19 tahun ini.
Bapak dua orang anak ini menceritakan awal saat Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah (JBT) datang ke daerahnya dan menanyakan kebutuhan daerah setempat. Gayung bersambut, keinginan para nelayan pun terwujud. Tahun 2022, mereka tidak hanya mendapatkan sarana prasarana bengkel, perlengkapan, dan peralatan membengkel, tetapi juga beragam pelatihan.
CSR tingkatkan ekonomi nelayan dan berdayakan perempuan
Bengkel di kampung nelayan Mangunharjo, merupakan bagian dari Program Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Pertamina Sahabat Nelayan.
“Awalnya bangunan bengkel hanya berukuran 5x6 meter hanya fokus pada perbaikan perahu nelayan. Kemudian berkembang dengan perluasan bengkel menjadi 5x14 meter dengan usaha yang bertambah juga seperti perbaikan sepeda motor yang diresmikan 18 September 2024,” kata Area Manager Communication, Relations, & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Brasto Galih Nugroho.
Pertamina, kata Brasto, menilai seiring perkembangan waktu, perbaikan sepeda motor sudah menjadi kebutuhan saat ini, termasuk penyediaan oli juga cuci sepeda motor. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka didukung dengan pembuatan sabun cuci sepeda motor, sehingga akan saling melengkapi dan semakin meningkatkan tingkat perekonomian dari para nelayan di daerah setempat.
Selain memberikan dukungan dalam perbaikan perahu dan sepeda motor, program ini juga menyentuh aspek pemberdayaan perempuan di kalangan istri nelayan. Pertamina Patra Niaga JBT menggandeng istri-istri nelayan setempat dalam pembuatan sabun untuk cuci sepeda motor. Mereka mendapatkan pelatihan pembuatan dan mengolah limbah lingkungan di antaranya daun bakau untuk dijadikan sabun cuci sepeda motor.
Hasil dari pelatihan membuat sabun ramah lingkungan tersebut telah menghasilkan beberapa botol yang dapat dimanfaatkan para suami mereka untuk keberlangsungan usaha mencuci sepeda motor, sehingga dapat menekan pengeluaran.
“Alhamdulillah. Bersyukur sekali. Kami para ibu-ibu senang dilatih membuat sabun. Bisa nambah ilmu dan menguntungkan, karena sabun yang kami buat bisa dipakai di bengkel untuk cuci sepeda motor, jadi lebih irit pengeluaran,” kata Chalipah (43), istri Yasin.
Ibu dua anak ini mengaku sejak ada bengkel dan suaminya kerja di bengkel tersebut, dirinya mendapatkan tambahan uang untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari keluarga. Apalagi hasil melaut suaminya tidak menentu.
“Iya alhamdulillah... hasil membengkel bisa untuk menambah kebutuhan sehari-hari, beli beras, minyak goreng, dan lain-lain,” kata Chalipah tanpa menyebutkan nominal rata-rata uang tambahan yang dia dapatkan dari suaminya hasil membengkel.
Pertamina juga menggandeng sejumlah pihak di antaranya Dinas Perikanan Kota Semarang (berkaitan dengan hasil tangkapan nelayan), Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang (pengembangan koperasi dan UMKM), Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang (terkait pelatihan otomotif dan pengelasan), Kelurahan Mangunharjo, dan masyarakat sekitar untuk mendukung keberlanjutan program hingga saat ini. Kolaborasi tersebut untuk memastikan keberlanjutan progam dan membantu nelayan serta keluarga mereka dalam meningkatkan keterampilan dan kesejahteraan.
Jika selama ini nelayan biasanya terkendala dengan persoalan manajemen atau pencatatan, Pertamina Patra Niaga JBT pun telah memberikan pelatihan catatan keuangan bagi nelayan termasuk satu unit laptop.
“Ini pencatatan keuangannya. Ini semua dari Pertamina. Kami sebelumnya dilatih terlebih dahulu,” kata Bambang Setiawan (39) bangga menunjukkan laptop yang tengah dibukanya dan tampak sekilas deretan tabel-tabel catatan keuangan bengkel.
Feri Wahyudi (40) mengaku dirinya yang melakukan pencatatan sementara di buku, kemudian untuk di laptop dilakukan oleh Bambang temannya. Pencatatan tersebut di antaranya terkait dengan pendapatan harian dari service mesin perahu, sepeda motor, cuci motor, sampai dengan pendapatan dari penjualan spare part perahu, alat melaut, pengeluaran seperti belanja barang, sampai pencatatan kas.
“Hasil pengembangan koperasi, ada sisa hasil usaha (SHU) yang nantinya dibagikan kepada para peserta koperasi di akhir tahun,” kata Yasin.
Bangga jadi nelayan dan wujudkan cita-cita
Tumbuh di Kampung Mangut (penghasil mangut atau ikan diasap) yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan, menjadikan kebutuhan perbaikan mesin perahu diperlukan. Saat banyak anak-anak nelayan yang tidak lagi ingin meneruskan profesi orang tua mereka, menjadi anomali bagi Fajar Agung, lulusan SMK yang memilih untuk melaut yang sekaligus sebagai jalan buat dirinya bergabung di Bengkel Sahabat Nelayan/Edu Preneur.
“Dulu saya ikut kerja ayah di bengkel, namun sejak beliau meninggal, saya melaut jadi nelayan. Bergabung di bengkel ini ibaratnya kembali menemukan jalan untuk meneruskan bakat terpendam membengkel dan tetap sebagai nelayan,” cerita Fajar Agung (30).
Tidak hanya menemukan wadah untuk menyalurkan bakatnya, Fajar juga mengaku banyak mendapatkan ilmu setelah disekolahkan selama dua bulan di Bandung.
“Saat disekolahkan di Bandung di antaranya belajar terkait dengan service sepeda motor matic atau mesin injeksi yang mengupgrade ilmu perbengkelannya yang dulunya banyak menggarap sepeda motor manual,” kata Fajar yang setahun ini telah bergabung di bengkel.
Sama halnya dengan Fajar, Nur Utomo (34) mengaku membengkel merupakan impian yang ingin dilakukan dan dengan bergabung di Bengkel Edu Preneur, dari yang tidak tahu soal mesin, mendapatkan pelatihan dari Pertamina, kini dirinya jadi paham dan mengerti.
“Saya lulusan SD, dari kecil ikut melaut orang tua dan sampai sekarang jadi nelayan. Sebagian besar yang laki-laki di sini jadi nelayan, hanya sebagian kecil yang keluar Jawa dan kerja di pabrik,” cerita Tomo, panggilan Nur Utomo
Tomo mengaku memiliki cita-cita bermanfaat bagi banyak orang dan hal tersebut dapat terwujud dengan bantuan Pertamina yang memberikan bantuan bengkel, dirinya dapat berkontribusi di dalamnya.
“Cita-cita saya tidak tinggi karena tidak sekolah. Cita-cita saya adalah bermanfaat bagi orang lain dan lewat nelayan, bisa kerja di bengkel, menjadikan saya bisa bermanfaat bagi orang lain. Jadi saya telah bisa mewujudkan mimpi saya. Terima kasih Pertamina,” kata Tomo.
Di Kampung Nelayan Tanggulsari, Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, Jawa Tengah yang memiliki delapan kelompok usaha bersama (KUB) atau sekitar 115 nelayan, Bengkel Edu Preneur sangat penting terutama jika ada kendala terkait mesin perahu. Apalagi jika perahu yang menjadi alat utama menangkap ikan kurang perawatan atau pemeliharaan mesin.
SDGs, Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
Kota Semarang memiliki luas wilayah sebesar 378,78 km2 dengan jumlah penduduk sebesar 1.656.564 jiwa dan secara geografis memiliki lima dengan potensi sektor perikanan laut antara lain, adalah Kecamatan Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara, Semarang Timur, dan Genuk.
Kampung Nelayan Tanggulsari, Kecamatan Tugu menjadi potret yang hampir sampai di kecamatan yang lainnya seperti di Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara dengan jumlah 60 KUB nelayan atau sekitar 600 nelayan yang juga sama memiliki bengkel perbaikan perahu dan sepeda motor.
Banyak manfaat yang dihasilkan mulai dari adanya lapangan kerja baru bagi nelayan, adanya tambahan pendapatan dan perekonomian yang meningkat, kualitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat nelayan yang meningkat, meringankan beban pengeluaran nelayan dalam perawatan juga pemeliharaan mesin perahu, area sekitar lokasi bengkel menjadi pusat kegiatan masyarakat setempat, meningkatkan solidaritas antarnelayan, bengkel menjadi wadah silaturahmi serta meningkatkan kerja sama antarnelayan dalam mengembangkan usaha bengkel, sehingga mengurangi kesenjangan sosial.
Untuk bengkel nelayan Tanjung Mas contohnya, pemasukan atau pendapatan kegiatan perbengkelan tiap bulannya mencapai lebih dari Rp2 juta serta lebih dari 20 mesin perahu nelayan yang telah diperbaiki maupun di service rutin. Bengkel yang juga menjual produk pelumas atau oli Pertamina untuk mesin perahu nelayan, hasil penjualanya menjadi tambahan pemasukan untuk kas bengkel.
Program Pertamina Sahabat Nelayan merupakan wujud dari penerapan komitmen ESG atau Environment, Social, Governance dan juga bentuk kontribusi terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs) utamanya pada poin 8 Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi.
Program yang difokuskan untuk masyarakat nelayan di Kelurahan Tanjung Mas, wilayah pesisir yaitu dari RW 12 s.d RW 16 dengan berprofesi sebagai nelayan maupun memiliki latar belakang pendidikan permesinan tersebut menjadi program berkelanjutan. Lebih dari 500 orang yang tergabung dalam Forum Nelayan maupun koperasi nelayan dapat menikmati program Pertamina ini.
Sinergi yang apik antara Pertamina, pemerintah dalam hal ini berbagai organisasi perangkat daerah (OPD), serta masyarakat nelayan, menjadikan program ini tidak sekadar memberikan solusi jangka pendek, melainkan membangun masa depan berkelanjutan bagi para nelayan yang juga menjadi bagian vital di sektor perikanan, penyokong ekonomi terutama daerah pesisir.
Suara bising datang dari alat yang digunakan untuk memperbaiki mesin perahu juga dari mesin las, ditambah kerasnya musik dangdut dari tumpukan pengeras suara di bengkel dan kerasnya musik dangdut dari warung makan sebelah kanan bengkel, menambah berwarnanya suasana saat itu.
Sementara di samping kiri bengkel tampak aktivitas keseharian warga, seorang ibu paruh baya duduk di atas “dingklik” (tempat dudukan kecil, red.) tengah membersihkan puluhan ikan yang menumpuk di lantai untuk dipilah, dicuci, dan dimasukkan ke dalam wadah plastik yang telah disiapkan.
Kehidupan di Kampung Nelayan juga terpotret jelas dari seorang lelaki yang terlelap tidur di ruang tamu depan pintu yang terbuka, tanpa beralaskan apa pun, hanya bantal sebagai penopang kepalanya, istirahat siang sepulang melaut. Ada pula tidak jauh dari bengkel, tiga orang nelayan yang bergotong-royong memperbaiki peralatan melaut di depan bangunan yang di dalamnya ada tungku api menyala dengan di atasnya panci tanpa tutup merebus hasil tangkapan laut.
Untuk menuju ke Bengkel Edu Preneur, hanya bisa dilewati roda dua, maksimal roda tiga. Lokasinya berada tepat di seberang sungai yang dipenuhi perahu-perahu nelayan yang tertambat. Sesekali ada juga nelayan yang datang ke bengkel membeli jaring baru untuk kebutuhan melaut.
“Tadi waktu mbaknya WA, saya masih di laut. Biasanya saya melaut dari jam 3 pagi sampai jam 8 pagi, begitu juga nelayan yang lain di sini rata-rata jam segitu, makanya bengkel baru buka jam 9 pagi. Jika dulu setelah pulang melaut tidak ada kerjaan, sekarang kami ke bengkel,” kata Ketua Kelompok Bengkel Edu Preneur Muhammad Yasin sembari mematikan sumber musik dangdut sebelum mempersilakan saya duduk di deretan kursi di ujung bengkel.
Ada puluhan kursi lipat lengkap dengan papan tulis di bagian ujung dalam bengkel, yang disiapkan untuk kegiatan seperti pada akhir September 2024, ada pelatihan pembuatan sabun untuk mencuci sepeda motor yang diikuti para istri nelayan.
Berarti bagi nelayan
Bagi Yasin dan para nelayan yang lain, keberadaan bengkel yang dulunya bernamanya Bengkel Sahabat Nelayan dan kemudian diganti menjadi Edupreneur ini, sangat berarti karena untuk membeli onderdil dan perbaikan perahu tidak lagi harus pergi jauh ke kota dengan harga yang lebih mahal.
“Alhamdulillah sekali ada bengkel di sini, karena jarak ke kota jauh. Dulu harus memanggil mekanik, kalau tidak ya membawa mesin perahu ke kota, butuh waktu dan biaya lebih banyak sekitar Rp100 ribu. Sekarang nelayan punya bengkel sendiri, biaya service ringan hanya Rp35 ribu sampai Rp50 ribu,” sebut Yasin.
Apalagi nelayan setempat tidak hanya mendapatkan fasilitas sarana prasarana bengkel lengkap dengan peralatannya, tetapi juga mendapatkan pelatihan untuk para nelayan agar menguasai ilmu perbengkelan. Pelatihan yang didapat pun lengkap mulai perbaikan mesin perahu sampai pelatihan perbaikan sepeda motor.
Kemampuan membengkel tersebut berbuah manis, bengkel selalu saja menerima order perbaikan mesin perahu dan sepeda motor, tidak hanya dari nelayan sekitar, tetapi kepuasan pelanggan menyebar ke masyarakat sekitar ibarat pemasaran gratis dari mulut ke mulut atau word of mouth marketing (WOMM), kini banyak juga nelayan dari daerah sekitar yang datang ke bengkel berukuran 5x14 meter tersebut.
“Bengkel ini dulunya hanya berukuran 5x6 meter. Dulunya hanya menerima perbaikan mesin perahu, las, dan per 18 September 2024 diresmikan sebagai bengkel yang bisa menerima jasa perbaikan sepeda motor dan cuci sepeda motor. Kami juga memiliki koperasi yang menjual peralatan dan perlengkapan melaut bagi nelayan,” kata Yasin yang telah melaut sejak 19 tahun ini.
Bapak dua orang anak ini menceritakan awal saat Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah (JBT) datang ke daerahnya dan menanyakan kebutuhan daerah setempat. Gayung bersambut, keinginan para nelayan pun terwujud. Tahun 2022, mereka tidak hanya mendapatkan sarana prasarana bengkel, perlengkapan, dan peralatan membengkel, tetapi juga beragam pelatihan.
CSR tingkatkan ekonomi nelayan dan berdayakan perempuan
Bengkel di kampung nelayan Mangunharjo, merupakan bagian dari Program Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Pertamina Sahabat Nelayan.
“Awalnya bangunan bengkel hanya berukuran 5x6 meter hanya fokus pada perbaikan perahu nelayan. Kemudian berkembang dengan perluasan bengkel menjadi 5x14 meter dengan usaha yang bertambah juga seperti perbaikan sepeda motor yang diresmikan 18 September 2024,” kata Area Manager Communication, Relations, & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Brasto Galih Nugroho.
Pertamina, kata Brasto, menilai seiring perkembangan waktu, perbaikan sepeda motor sudah menjadi kebutuhan saat ini, termasuk penyediaan oli juga cuci sepeda motor. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka didukung dengan pembuatan sabun cuci sepeda motor, sehingga akan saling melengkapi dan semakin meningkatkan tingkat perekonomian dari para nelayan di daerah setempat.
Selain memberikan dukungan dalam perbaikan perahu dan sepeda motor, program ini juga menyentuh aspek pemberdayaan perempuan di kalangan istri nelayan. Pertamina Patra Niaga JBT menggandeng istri-istri nelayan setempat dalam pembuatan sabun untuk cuci sepeda motor. Mereka mendapatkan pelatihan pembuatan dan mengolah limbah lingkungan di antaranya daun bakau untuk dijadikan sabun cuci sepeda motor.
Hasil dari pelatihan membuat sabun ramah lingkungan tersebut telah menghasilkan beberapa botol yang dapat dimanfaatkan para suami mereka untuk keberlangsungan usaha mencuci sepeda motor, sehingga dapat menekan pengeluaran.
“Alhamdulillah. Bersyukur sekali. Kami para ibu-ibu senang dilatih membuat sabun. Bisa nambah ilmu dan menguntungkan, karena sabun yang kami buat bisa dipakai di bengkel untuk cuci sepeda motor, jadi lebih irit pengeluaran,” kata Chalipah (43), istri Yasin.
Ibu dua anak ini mengaku sejak ada bengkel dan suaminya kerja di bengkel tersebut, dirinya mendapatkan tambahan uang untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari keluarga. Apalagi hasil melaut suaminya tidak menentu.
“Iya alhamdulillah... hasil membengkel bisa untuk menambah kebutuhan sehari-hari, beli beras, minyak goreng, dan lain-lain,” kata Chalipah tanpa menyebutkan nominal rata-rata uang tambahan yang dia dapatkan dari suaminya hasil membengkel.
Pertamina juga menggandeng sejumlah pihak di antaranya Dinas Perikanan Kota Semarang (berkaitan dengan hasil tangkapan nelayan), Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang (pengembangan koperasi dan UMKM), Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang (terkait pelatihan otomotif dan pengelasan), Kelurahan Mangunharjo, dan masyarakat sekitar untuk mendukung keberlanjutan program hingga saat ini. Kolaborasi tersebut untuk memastikan keberlanjutan progam dan membantu nelayan serta keluarga mereka dalam meningkatkan keterampilan dan kesejahteraan.
Jika selama ini nelayan biasanya terkendala dengan persoalan manajemen atau pencatatan, Pertamina Patra Niaga JBT pun telah memberikan pelatihan catatan keuangan bagi nelayan termasuk satu unit laptop.
“Ini pencatatan keuangannya. Ini semua dari Pertamina. Kami sebelumnya dilatih terlebih dahulu,” kata Bambang Setiawan (39) bangga menunjukkan laptop yang tengah dibukanya dan tampak sekilas deretan tabel-tabel catatan keuangan bengkel.
Feri Wahyudi (40) mengaku dirinya yang melakukan pencatatan sementara di buku, kemudian untuk di laptop dilakukan oleh Bambang temannya. Pencatatan tersebut di antaranya terkait dengan pendapatan harian dari service mesin perahu, sepeda motor, cuci motor, sampai dengan pendapatan dari penjualan spare part perahu, alat melaut, pengeluaran seperti belanja barang, sampai pencatatan kas.
“Hasil pengembangan koperasi, ada sisa hasil usaha (SHU) yang nantinya dibagikan kepada para peserta koperasi di akhir tahun,” kata Yasin.
Bangga jadi nelayan dan wujudkan cita-cita
Tumbuh di Kampung Mangut (penghasil mangut atau ikan diasap) yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan, menjadikan kebutuhan perbaikan mesin perahu diperlukan. Saat banyak anak-anak nelayan yang tidak lagi ingin meneruskan profesi orang tua mereka, menjadi anomali bagi Fajar Agung, lulusan SMK yang memilih untuk melaut yang sekaligus sebagai jalan buat dirinya bergabung di Bengkel Sahabat Nelayan/Edu Preneur.
“Dulu saya ikut kerja ayah di bengkel, namun sejak beliau meninggal, saya melaut jadi nelayan. Bergabung di bengkel ini ibaratnya kembali menemukan jalan untuk meneruskan bakat terpendam membengkel dan tetap sebagai nelayan,” cerita Fajar Agung (30).
Tidak hanya menemukan wadah untuk menyalurkan bakatnya, Fajar juga mengaku banyak mendapatkan ilmu setelah disekolahkan selama dua bulan di Bandung.
“Saat disekolahkan di Bandung di antaranya belajar terkait dengan service sepeda motor matic atau mesin injeksi yang mengupgrade ilmu perbengkelannya yang dulunya banyak menggarap sepeda motor manual,” kata Fajar yang setahun ini telah bergabung di bengkel.
Sama halnya dengan Fajar, Nur Utomo (34) mengaku membengkel merupakan impian yang ingin dilakukan dan dengan bergabung di Bengkel Edu Preneur, dari yang tidak tahu soal mesin, mendapatkan pelatihan dari Pertamina, kini dirinya jadi paham dan mengerti.
“Saya lulusan SD, dari kecil ikut melaut orang tua dan sampai sekarang jadi nelayan. Sebagian besar yang laki-laki di sini jadi nelayan, hanya sebagian kecil yang keluar Jawa dan kerja di pabrik,” cerita Tomo, panggilan Nur Utomo
Tomo mengaku memiliki cita-cita bermanfaat bagi banyak orang dan hal tersebut dapat terwujud dengan bantuan Pertamina yang memberikan bantuan bengkel, dirinya dapat berkontribusi di dalamnya.
“Cita-cita saya tidak tinggi karena tidak sekolah. Cita-cita saya adalah bermanfaat bagi orang lain dan lewat nelayan, bisa kerja di bengkel, menjadikan saya bisa bermanfaat bagi orang lain. Jadi saya telah bisa mewujudkan mimpi saya. Terima kasih Pertamina,” kata Tomo.
Di Kampung Nelayan Tanggulsari, Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, Jawa Tengah yang memiliki delapan kelompok usaha bersama (KUB) atau sekitar 115 nelayan, Bengkel Edu Preneur sangat penting terutama jika ada kendala terkait mesin perahu. Apalagi jika perahu yang menjadi alat utama menangkap ikan kurang perawatan atau pemeliharaan mesin.
SDGs, Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
Kota Semarang memiliki luas wilayah sebesar 378,78 km2 dengan jumlah penduduk sebesar 1.656.564 jiwa dan secara geografis memiliki lima dengan potensi sektor perikanan laut antara lain, adalah Kecamatan Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara, Semarang Timur, dan Genuk.
Kampung Nelayan Tanggulsari, Kecamatan Tugu menjadi potret yang hampir sampai di kecamatan yang lainnya seperti di Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara dengan jumlah 60 KUB nelayan atau sekitar 600 nelayan yang juga sama memiliki bengkel perbaikan perahu dan sepeda motor.
Banyak manfaat yang dihasilkan mulai dari adanya lapangan kerja baru bagi nelayan, adanya tambahan pendapatan dan perekonomian yang meningkat, kualitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat nelayan yang meningkat, meringankan beban pengeluaran nelayan dalam perawatan juga pemeliharaan mesin perahu, area sekitar lokasi bengkel menjadi pusat kegiatan masyarakat setempat, meningkatkan solidaritas antarnelayan, bengkel menjadi wadah silaturahmi serta meningkatkan kerja sama antarnelayan dalam mengembangkan usaha bengkel, sehingga mengurangi kesenjangan sosial.
Untuk bengkel nelayan Tanjung Mas contohnya, pemasukan atau pendapatan kegiatan perbengkelan tiap bulannya mencapai lebih dari Rp2 juta serta lebih dari 20 mesin perahu nelayan yang telah diperbaiki maupun di service rutin. Bengkel yang juga menjual produk pelumas atau oli Pertamina untuk mesin perahu nelayan, hasil penjualanya menjadi tambahan pemasukan untuk kas bengkel.
Program Pertamina Sahabat Nelayan merupakan wujud dari penerapan komitmen ESG atau Environment, Social, Governance dan juga bentuk kontribusi terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs) utamanya pada poin 8 Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi.
Program yang difokuskan untuk masyarakat nelayan di Kelurahan Tanjung Mas, wilayah pesisir yaitu dari RW 12 s.d RW 16 dengan berprofesi sebagai nelayan maupun memiliki latar belakang pendidikan permesinan tersebut menjadi program berkelanjutan. Lebih dari 500 orang yang tergabung dalam Forum Nelayan maupun koperasi nelayan dapat menikmati program Pertamina ini.
Sinergi yang apik antara Pertamina, pemerintah dalam hal ini berbagai organisasi perangkat daerah (OPD), serta masyarakat nelayan, menjadikan program ini tidak sekadar memberikan solusi jangka pendek, melainkan membangun masa depan berkelanjutan bagi para nelayan yang juga menjadi bagian vital di sektor perikanan, penyokong ekonomi terutama daerah pesisir.