Undip-Kemenhub bahas PR transportasi untuk pemerintah ke depan
Semarang (ANTARA) - Universitas Diponegoro Semarang berkolaborasi dengan Kementerian Perhubungan menggelar seminar nasional untuk membahas berbagai pekerjaan rumah (PR) sektor transportasi bagi pemerintah ke depan.
Rektor Universitas Diponegoro Semarang Prof Suharnomo, di Semarang, Kamis, mengingatkan bahwa transportasi menjadi salah satu sektor yang menjadi tantangan bagi pemerintah ke depan seiring dengan pertumbuhan penduduk.
"Penduduk perkotaan semakin lama semakin banyak. Ini jadi bonus demografi, tapi di sisi lain ada masalah yang harus diselesaikan, yakni transportasi," katanya.
Hal tersebut disampaikannya di sela seminar seminar "Tinjauan Aspek Kebijakan Publik dalam Penyelenggaraan Sistem Transportasi Perkotaan Berbasis Angkutan Umum Massal", di kampus FISIP Undip.
Menurut dia, mobilitas dari satu tempat ke tempat lain akan menjadi problem kalau sektor transportasi tidak dipikirkan dengan matang.
"Negara yang bagus, saya rasa memiliki transportasi publik yang bagus. Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain kalau menggunakan moda (transportasi, red.) individu saya rasa akan menyesaki jalan," katanya.
Diakui Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Undip itu, tentu ada tantangan-tantangan yang harus diselesaikan untuk bisa menyediakan transportasi publik yang bagus dan nyaman bagi masyarakat.
"Karena itu, Undip dan Kementerian Perhubungan melakukan seminar ingin mencari 'insight', seperti apa yang terbagus. Mudah-mudahan ini bisa memberikan masukan pada pemerintahan baru yang 20 Oktober akan dilantik," katanya.
Pada seminar itu, kata dia, para ahli di bidang transportasi dikumpulkan untuk mendiskusikan berbagai persoalan di sektor tersebut yang selama ini belum berjalan baik.
"Kami (Undip) juga banyak ahli. Mudah-mudahan bisa mendiskusikan. Ini bukan hanya kebutuhan transportasi jalan, tapi 'sustainability', 'green transportation', 'climate change' juga perlu dipikirkan," kata Suharnomo.
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kemenhub Tatan Rustandi menyampaikan bahwa kolaborasi pemerintah dan perguruan tinggi merupakan kewajaran.
Bahkan, kata dia, di luar negeri ada pola "pentahelix", yakni akademisi, pemerintah, masyarakat, dan swasta berkolaborasi menciptakan sistem transportasi yang baik.
Diakuinya, Indonesia memang masih perlu melakukan transformasi di bidang angkutan publik melalui modernisasi, khususnya di kota-kota besar, apalagi seiring dengan pertumbuhan penduduk.
"Apalagi, masyarakat kota akan naik 65 persen. Itu luar biasa. Bonus demografi secara kependudukan bagus, tapi kalau tidak ditata akan berdampak pada ekonomi," katanya.
Ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam transportasi publik, kata dia, yakni akses yang cukup baik sehingga jangkauan layanannya harus mencukupi kebutuhan masyarakat dalam mobilitas.
"Kemudian, kenyamanan. Kita (Indonesia, red.) punya karakter (iklim, red.) hujan, panas yang harus dipikirkan. Ketiga, ketepatan. Kelemahan angkutan umum di Indonesia adalah ketepatan sehingga waktu tunggu tidak pasti," katanya.
Namun, kata dia, kelemahan itu mulai dibenahi di kota-kota besar dengan bantuan teknologi, seperti penyediaan "real-time passenger information system" sehingga masyarakat bisa mengetahui jadwal kedatangan angkutan umum.
"Terakhir, 'public transportation' mengubah peradaban. Contoh di Jakarta tidak ada orang yang makan minum di angkutan umum, kebersihan, keamanan, 'security', dan sebagainya. Untuk menciptakan ini, pemerintah harus hadir, bisa dalam bentuk subsidi, investasi, dan kolaborasi pemerintah pusat dan daerah," katanya.
Rektor Universitas Diponegoro Semarang Prof Suharnomo, di Semarang, Kamis, mengingatkan bahwa transportasi menjadi salah satu sektor yang menjadi tantangan bagi pemerintah ke depan seiring dengan pertumbuhan penduduk.
"Penduduk perkotaan semakin lama semakin banyak. Ini jadi bonus demografi, tapi di sisi lain ada masalah yang harus diselesaikan, yakni transportasi," katanya.
Hal tersebut disampaikannya di sela seminar seminar "Tinjauan Aspek Kebijakan Publik dalam Penyelenggaraan Sistem Transportasi Perkotaan Berbasis Angkutan Umum Massal", di kampus FISIP Undip.
Menurut dia, mobilitas dari satu tempat ke tempat lain akan menjadi problem kalau sektor transportasi tidak dipikirkan dengan matang.
"Negara yang bagus, saya rasa memiliki transportasi publik yang bagus. Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain kalau menggunakan moda (transportasi, red.) individu saya rasa akan menyesaki jalan," katanya.
Diakui Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Undip itu, tentu ada tantangan-tantangan yang harus diselesaikan untuk bisa menyediakan transportasi publik yang bagus dan nyaman bagi masyarakat.
"Karena itu, Undip dan Kementerian Perhubungan melakukan seminar ingin mencari 'insight', seperti apa yang terbagus. Mudah-mudahan ini bisa memberikan masukan pada pemerintahan baru yang 20 Oktober akan dilantik," katanya.
Pada seminar itu, kata dia, para ahli di bidang transportasi dikumpulkan untuk mendiskusikan berbagai persoalan di sektor tersebut yang selama ini belum berjalan baik.
"Kami (Undip) juga banyak ahli. Mudah-mudahan bisa mendiskusikan. Ini bukan hanya kebutuhan transportasi jalan, tapi 'sustainability', 'green transportation', 'climate change' juga perlu dipikirkan," kata Suharnomo.
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kemenhub Tatan Rustandi menyampaikan bahwa kolaborasi pemerintah dan perguruan tinggi merupakan kewajaran.
Bahkan, kata dia, di luar negeri ada pola "pentahelix", yakni akademisi, pemerintah, masyarakat, dan swasta berkolaborasi menciptakan sistem transportasi yang baik.
Diakuinya, Indonesia memang masih perlu melakukan transformasi di bidang angkutan publik melalui modernisasi, khususnya di kota-kota besar, apalagi seiring dengan pertumbuhan penduduk.
"Apalagi, masyarakat kota akan naik 65 persen. Itu luar biasa. Bonus demografi secara kependudukan bagus, tapi kalau tidak ditata akan berdampak pada ekonomi," katanya.
Ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam transportasi publik, kata dia, yakni akses yang cukup baik sehingga jangkauan layanannya harus mencukupi kebutuhan masyarakat dalam mobilitas.
"Kemudian, kenyamanan. Kita (Indonesia, red.) punya karakter (iklim, red.) hujan, panas yang harus dipikirkan. Ketiga, ketepatan. Kelemahan angkutan umum di Indonesia adalah ketepatan sehingga waktu tunggu tidak pasti," katanya.
Namun, kata dia, kelemahan itu mulai dibenahi di kota-kota besar dengan bantuan teknologi, seperti penyediaan "real-time passenger information system" sehingga masyarakat bisa mengetahui jadwal kedatangan angkutan umum.
"Terakhir, 'public transportation' mengubah peradaban. Contoh di Jakarta tidak ada orang yang makan minum di angkutan umum, kebersihan, keamanan, 'security', dan sebagainya. Untuk menciptakan ini, pemerintah harus hadir, bisa dalam bentuk subsidi, investasi, dan kolaborasi pemerintah pusat dan daerah," katanya.