Unsoed Purwokerto kukuhkan empat guru besar
Perguruan tinggi adalah rumah ilmu pengetahuan untuk bertumbuh
Purwokerto (ANTARA) - Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto kembali mengukuhkan empat orang guru besar secara bersamaan dalam Sidang Terbuka Senat Pengukuhan Profesor yang bertempat di Auditorium Graha Widyatama Prof. Rubijanto Misman Unsoed, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (15/3).
Keempat guru besar yang dikukuhkan terdiri atas Prof. Dr. Dra. Hernayanti, M.Si. sebagai Guru Besar Bidang Toksikologi, Prof. Dr. Dwi Nugroho Wibowo, M.S. sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Ekologi, Prof. Dr. Ir. Nur Prihatiningsih, M.S. sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Penyakit Tanaman, dan Prof. Dr. Nuniek Ina Ratnaningsih, M.S. sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Mikologi Terapan.
Dalam sambutannya, Rektor Unsoed Prof. Dr. Ir. Akhmad Sodiq, M.Sc., Agr. mengatakan saat ini Unsoed memiliki 94 guru besar yang Insyaallah telah, sedang, dan terus berkontribusi bagi masyarakat, bangsa, negara, dan kemanusiaan.
Menurut dia, Prof. Nur Prihatiningsih adalah guru besar ke-12 pada Fakultas Pertanian, sedangkan Prof. Dwi Nugroho Wibowo, Prof. Hernayanti, dan Prof. Nuniek Ina Ratnaningtyas masing-masing adalah guru besar ke-20, 21, dan 22 pada Fakultas Biologi.
"Perguruan tinggi adalah rumah ilmu pengetahuan untuk bertumbuh. Kampus adalah padang gembala perkembangan dan kemajuan teknologi. Ada tanggung jawab yang melekat baik moral dan intelektual pada civitas academica, untuk senantiasa memacu dan memicu mutu peradaban yang menyejahterakan," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, menjadi komitmen Unsoed untuk mengokohkan dan memperkuat jati dirinya sebagai wahana mencerdaskan kehidupan bangsa melalui keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
"Lebih khusus lagi, bagaimana keunggulan tersebut tadi, menjadi sarana dalam mengembangkan sumberdaya perdesaan yang berkelanjutan dan kearifan lokal," tegas Rektor.
Ia mengatakan Unsoed lahir enam dasawarsa silam dari semangat untuk memampukan dan memuliakan kehidupan di perdesaan yang ada di Indonesia.
"Bahkan tidak hanya itu, Insyaallah dengan komitmen kita seluruh warga universitas dan bersama-sama dengan pemangku kepentingan, Unsoed pada tahun 2034 sebagaimana visi kita, akan tiba sebagai perguruan tinggi yang diakui dunia dengan kekhasannya yang perdesaan dan kearifan lokal," katanya.
Menurut dia, salah satu proses derap langkah menuju diakui dunia adalah dengan semakin bertambahnya jumlah dan kualitas dosen dengan jabatan akademik tertingginya, yakni profesor atau guru besar.
Ia mengatakan kecendekiawanan dan kearifan dari seorang profesor diharapkan menjadi mata air sekaligus menara air kehidupan.
Baca juga: Putra daerah Papua raih predikat cumlaude pada Wisuda Ke-148 Unsoed
"Keempat guru besar yang baru saja dikukuhkan pada hari ini, sungguh menjadi inspirasi dan energi bagi civitas academica Unsoed untuk semakin merdeka dalam pilihan ragam karya, maju dalam kualitas karyanya, dan mendunia pengakuan akan hasil karyanya," kata Rektor.
Sementara dalam pengukuhan guru besar tersebut, Prof. Hernayanti menyampaikan orasi ilmiahnya dengan judul "Bahaya Pencemaran Logam Berat Kadmium dan Penanggulangannya".
Ia mengatakan paparan logam berat kadmium berdampak buruk terhadap lingkungan terutama perairan dan manusia. "Paparan Cd pada manusia menimbulkan gangguan kesehatan seperti hipertensi dan gangguan fungsi ginjal," jelasnya.
Menurut dia, penanggulangan pencemaran Cd dari limbah industri dapat dilakukan dengan metode fitoremidiasi menggunakan tumbuhan air dan pada manusia menggunakan kelator alami dari buah tomat, daun teh hijau, dan pegagan.
Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul "Eutrofikasi, Sebuah Pembelajaran Instropeksi Diri dari Ekosistem Lentik", Prof. Dwi Nugroho Wibowo mengatakan penggunaan pupuk yang berlebihan secara sembarangan dan tidak terkendali dalam praktik pertanian, pembuangan sejumlah besar bahan limbah domestik dan industri ke badan air menyebabkan masalah ekologis yang parah di lingkungan, yaitu eutrofikasi.
"Secara ekologis, eutrofikasi dapat didefinisikan sebagai beban nutrisi yang berlebihan di badan air atau pengayaan badan air oleh nutrisi," katanya.
Dari segi fisika-kimia, kata dia, eutrofikasi menunjukkan penurunan kualitas air untuk keperluan rumah tangga, rekreasi, dan penggunaan lainnya.
Menurut dia, eutrofikasi telah menjadi masalah lingkungan perairan global karena konsekuensi ekologisnya seperti seringnya terjadi blooming algae yang mengancam pasokan air minum dan menyebabkan penipisan kandungan oksigen dari badan air.
Ia mengatakan wutrofikasi meningkatkan kebutuhan oksigen biologis (BOD) air, melepaskan gas beracun, mendorong pertumbuhan makrofita akuatik dan semua ini memiliki efek buruk pada pertumbuhan ikan, pemijahan ikan, penggunaan rumah tangga, dan bahkan navigasi.
Baca juga: Mahasiswa KKN MBKM Unsoed siap bangun "Smart Fisheries Village" di Panembangan
"Meminimalkan eutrofikasi memerlukan upaya holistik dari beberapa parameter seperti faktor fisika-kimia air, antara lain dengan melakukan pemonitoran secara teratur, pengembangan deterjen bebas fosfat untuk keperluan rumah tangga, penghilangan ganggang dengan pengerukan, pengurangan penggunaan pupuk yang berlebihan dalam praktik pertanian, mekanisasi aerasi, dan pengolahan air limbah yang efektif," jelasnya.
Selanjutnya, dalam orasi ilmiah berjudul "Kekuatan Bakteri Tersembunyi dalam Tanaman", Prof. Nur Prihatiningsih mengatakan "bakteri tersembunyi" memiliki prospek yang strategis dikembangkan sebagai biopestisida yang mendukung pertanian berkelanjutan, sebagai alternatif substitusi pestisida kimia sintetik dan sebagai kunci dalam implementasi pengelolaan penyakit terpadu.
"Bakteri endofit dapat diformulasi baik cair maupun padat sebagai formula mikroenkapsulan dan nanobiopestisida yang lebih eco-green, membantu tanaman menghadapi stres biotik dan abiotic," tegasnya.
Dalam orasi ilmiah berjudul "Tantangan dan Potensi Pengembangan Jamur Kultivasi Lokal Sebagai Kandidat Herbal Medicine", Prof. Nuniek Ina Ratnaningsih mengatakan aplikasi terapan jamur memiliki banyak peluang dan potensi yang sangat besar untuk dapat dikembangkan lebih lanjut, sehingga membuka peluang yang besar dalam kultivasi jamur, membuka lapangan pekerjaan untuk budi daya jamur, hingga dapat didapatkan suatu produk herbal medicine yang relatif aman dan minim efek samping.
"Riset dan pengembangan herbal medicine yang membutuhkan waktu bertahun-tahun, evaluasi dan penilaian yang ketat menjadi tantangan tersendiri agar dapat dihasilkan suatu produk yang dapat dipasarkan dan dikonsumsi dalam skala nasional atau global," katanya.
Pengukuhan ditandai dengan pengalungan tanda profesor oleh Ketua Senat Unsoed Prof. Mas Yedi Sumaryadi, M.S. didampingi oleh Rektor Unsoed Prof. Dr. Ir. Akhmad Sodiq, M.Sc., Agr. kepada masing-masing guru besar yang dikukuhkan.
Baca juga: Menwa Unsoed gelar Pembaretan Yudha XLVI dan Long March Tradisi XXXVII
Baca juga: Unsoed gelar workshop penguatan pengelolaan kehumasan dan kerja sama
Keempat guru besar yang dikukuhkan terdiri atas Prof. Dr. Dra. Hernayanti, M.Si. sebagai Guru Besar Bidang Toksikologi, Prof. Dr. Dwi Nugroho Wibowo, M.S. sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Ekologi, Prof. Dr. Ir. Nur Prihatiningsih, M.S. sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Penyakit Tanaman, dan Prof. Dr. Nuniek Ina Ratnaningsih, M.S. sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Mikologi Terapan.
Dalam sambutannya, Rektor Unsoed Prof. Dr. Ir. Akhmad Sodiq, M.Sc., Agr. mengatakan saat ini Unsoed memiliki 94 guru besar yang Insyaallah telah, sedang, dan terus berkontribusi bagi masyarakat, bangsa, negara, dan kemanusiaan.
Menurut dia, Prof. Nur Prihatiningsih adalah guru besar ke-12 pada Fakultas Pertanian, sedangkan Prof. Dwi Nugroho Wibowo, Prof. Hernayanti, dan Prof. Nuniek Ina Ratnaningtyas masing-masing adalah guru besar ke-20, 21, dan 22 pada Fakultas Biologi.
"Perguruan tinggi adalah rumah ilmu pengetahuan untuk bertumbuh. Kampus adalah padang gembala perkembangan dan kemajuan teknologi. Ada tanggung jawab yang melekat baik moral dan intelektual pada civitas academica, untuk senantiasa memacu dan memicu mutu peradaban yang menyejahterakan," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, menjadi komitmen Unsoed untuk mengokohkan dan memperkuat jati dirinya sebagai wahana mencerdaskan kehidupan bangsa melalui keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
"Lebih khusus lagi, bagaimana keunggulan tersebut tadi, menjadi sarana dalam mengembangkan sumberdaya perdesaan yang berkelanjutan dan kearifan lokal," tegas Rektor.
Ia mengatakan Unsoed lahir enam dasawarsa silam dari semangat untuk memampukan dan memuliakan kehidupan di perdesaan yang ada di Indonesia.
"Bahkan tidak hanya itu, Insyaallah dengan komitmen kita seluruh warga universitas dan bersama-sama dengan pemangku kepentingan, Unsoed pada tahun 2034 sebagaimana visi kita, akan tiba sebagai perguruan tinggi yang diakui dunia dengan kekhasannya yang perdesaan dan kearifan lokal," katanya.
Menurut dia, salah satu proses derap langkah menuju diakui dunia adalah dengan semakin bertambahnya jumlah dan kualitas dosen dengan jabatan akademik tertingginya, yakni profesor atau guru besar.
Ia mengatakan kecendekiawanan dan kearifan dari seorang profesor diharapkan menjadi mata air sekaligus menara air kehidupan.
Baca juga: Putra daerah Papua raih predikat cumlaude pada Wisuda Ke-148 Unsoed
"Keempat guru besar yang baru saja dikukuhkan pada hari ini, sungguh menjadi inspirasi dan energi bagi civitas academica Unsoed untuk semakin merdeka dalam pilihan ragam karya, maju dalam kualitas karyanya, dan mendunia pengakuan akan hasil karyanya," kata Rektor.
Sementara dalam pengukuhan guru besar tersebut, Prof. Hernayanti menyampaikan orasi ilmiahnya dengan judul "Bahaya Pencemaran Logam Berat Kadmium dan Penanggulangannya".
Ia mengatakan paparan logam berat kadmium berdampak buruk terhadap lingkungan terutama perairan dan manusia. "Paparan Cd pada manusia menimbulkan gangguan kesehatan seperti hipertensi dan gangguan fungsi ginjal," jelasnya.
Menurut dia, penanggulangan pencemaran Cd dari limbah industri dapat dilakukan dengan metode fitoremidiasi menggunakan tumbuhan air dan pada manusia menggunakan kelator alami dari buah tomat, daun teh hijau, dan pegagan.
Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul "Eutrofikasi, Sebuah Pembelajaran Instropeksi Diri dari Ekosistem Lentik", Prof. Dwi Nugroho Wibowo mengatakan penggunaan pupuk yang berlebihan secara sembarangan dan tidak terkendali dalam praktik pertanian, pembuangan sejumlah besar bahan limbah domestik dan industri ke badan air menyebabkan masalah ekologis yang parah di lingkungan, yaitu eutrofikasi.
"Secara ekologis, eutrofikasi dapat didefinisikan sebagai beban nutrisi yang berlebihan di badan air atau pengayaan badan air oleh nutrisi," katanya.
Dari segi fisika-kimia, kata dia, eutrofikasi menunjukkan penurunan kualitas air untuk keperluan rumah tangga, rekreasi, dan penggunaan lainnya.
Menurut dia, eutrofikasi telah menjadi masalah lingkungan perairan global karena konsekuensi ekologisnya seperti seringnya terjadi blooming algae yang mengancam pasokan air minum dan menyebabkan penipisan kandungan oksigen dari badan air.
Ia mengatakan wutrofikasi meningkatkan kebutuhan oksigen biologis (BOD) air, melepaskan gas beracun, mendorong pertumbuhan makrofita akuatik dan semua ini memiliki efek buruk pada pertumbuhan ikan, pemijahan ikan, penggunaan rumah tangga, dan bahkan navigasi.
Baca juga: Mahasiswa KKN MBKM Unsoed siap bangun "Smart Fisheries Village" di Panembangan
"Meminimalkan eutrofikasi memerlukan upaya holistik dari beberapa parameter seperti faktor fisika-kimia air, antara lain dengan melakukan pemonitoran secara teratur, pengembangan deterjen bebas fosfat untuk keperluan rumah tangga, penghilangan ganggang dengan pengerukan, pengurangan penggunaan pupuk yang berlebihan dalam praktik pertanian, mekanisasi aerasi, dan pengolahan air limbah yang efektif," jelasnya.
Selanjutnya, dalam orasi ilmiah berjudul "Kekuatan Bakteri Tersembunyi dalam Tanaman", Prof. Nur Prihatiningsih mengatakan "bakteri tersembunyi" memiliki prospek yang strategis dikembangkan sebagai biopestisida yang mendukung pertanian berkelanjutan, sebagai alternatif substitusi pestisida kimia sintetik dan sebagai kunci dalam implementasi pengelolaan penyakit terpadu.
"Bakteri endofit dapat diformulasi baik cair maupun padat sebagai formula mikroenkapsulan dan nanobiopestisida yang lebih eco-green, membantu tanaman menghadapi stres biotik dan abiotic," tegasnya.
Dalam orasi ilmiah berjudul "Tantangan dan Potensi Pengembangan Jamur Kultivasi Lokal Sebagai Kandidat Herbal Medicine", Prof. Nuniek Ina Ratnaningsih mengatakan aplikasi terapan jamur memiliki banyak peluang dan potensi yang sangat besar untuk dapat dikembangkan lebih lanjut, sehingga membuka peluang yang besar dalam kultivasi jamur, membuka lapangan pekerjaan untuk budi daya jamur, hingga dapat didapatkan suatu produk herbal medicine yang relatif aman dan minim efek samping.
"Riset dan pengembangan herbal medicine yang membutuhkan waktu bertahun-tahun, evaluasi dan penilaian yang ketat menjadi tantangan tersendiri agar dapat dihasilkan suatu produk yang dapat dipasarkan dan dikonsumsi dalam skala nasional atau global," katanya.
Pengukuhan ditandai dengan pengalungan tanda profesor oleh Ketua Senat Unsoed Prof. Mas Yedi Sumaryadi, M.S. didampingi oleh Rektor Unsoed Prof. Dr. Ir. Akhmad Sodiq, M.Sc., Agr. kepada masing-masing guru besar yang dikukuhkan.
Baca juga: Menwa Unsoed gelar Pembaretan Yudha XLVI dan Long March Tradisi XXXVII
Baca juga: Unsoed gelar workshop penguatan pengelolaan kehumasan dan kerja sama