Jakarta (ANTARA) - Menko Polhukam Mahfud MD sebaiknya mendorong percepatan penangkapan Djoko Tjandra dan mengawasi secara agresif kinerja lembaga di bawah koordinasinya daripada membentuk tim pemburu koruptor, kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane.
"Ini lebih urgent dan strategis. Wong koruptornya sudah datang nggak ditangkap kok malah dikasih surat jalan, lalu apa manfaat tim pemburu koruptor," kata Neta dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut Neta, pembentukan tim pemburu koruptor justru bisa tumpang tindih dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Mahfud MD: Aparat terlibat dalam kasus Djoko Tjandra dikenakan sanksi
Selain itu, IPW menilai pembentukan tim pemburu koruptor dari rezim ke rezim tidak ada gunanya karena mereka tetap nyaman dan senang kabur ke luar negeri.
"Saat ini, misalnya, ada 39 koruptor buronan di luar negeri karena tim pemburu koruptor yang dibentuk rezim masa lalu kerjanya slow-slow saja," ujar Neta.
Oleh karena itu, kata Neta, Menko Polhukam cukup mengawasi secara agresif lembaga penegak hukum dan instansi di bawah koordinasinya agar serius memberantas korupsi, terutama menangkap Doko Tjandra dan menciduk semua pejabat negara yang memberi "karpet merah" pada buronan kakap itu.
Menko Polhukam, kata Neta, hendaknya segera mendalami pengakuan Mabes Polri yang mengatakan bahwa Brigjen Prasetijo mendampingi Djoko Tjandra dalam perjalanan ke Kalimantan Barat.
Menurut Neta, yang perlu digali Menko Polhukam dari penjelasan Mabes Polri itu adalah dalam rangka kepentingan apa jenderal polisi itu dengan sang buronan kakap ke Kalimantan Barat.
Hal ini, kata Neta, bisa menjawab pertanyaan publik benar tidaknya Brigjen Prasetijo mengawal Joko Tjandra agar tidak diganggu siapa pun selama perjalanan ke Kalimantan Barat.
"Apakah pengawalan sang jenderal ini murni gratis dan tidak ada gratifikasi di baliknya. Mungkinkan pengawalan itu inisiatif pribadi atau ada jenderal yang lebih tinggi yang memerintahkan Brigjen Prasetijo mengawal Djoko Tjandra," ujar Neta.
Jika pengawalan itu atas inisiatif Brigjen Prasetijo, lanjut Neta, tentunya saat Djoko Tjandra muncul di Bandara Pontianak sudah ditangkap oleh Kapolda Kalbar, mengingat pangkat Kapolda lebih tinggi dari Prasetijo.
"Jika Kapolda Kalbar tidak tahu bahwa Djoko Tjandra muncul di wilayah tugasnya, ini akan lebih aneh lagi. Sebab akan menjadi pertanyaan, kenapa Kapolda Kalbar tidak tahu? Ada apa dengan cara kerja intelijen di Polda Kalimantan Barat sehingga mereka tidak bisa mendeteksi kemunculan seorang buronan kakap di wilayah tugasnya?" kata Neta.
Untuk itu, lanjut Neta, Menko Polhukam perlu mendesak Mabes Polri menjelaskan secara transparan tentang aksi pengawalan Brigjen Prasetijo terhadap Djoko Tjandra dan kenapa Kapolda Kalimantan Barat membiarkan serta tidak menangkap buronan kakap yang sudah buron selama 11 tahun tersebut.
"Agar mata rantai kasus Djoko Tjandra ini terungkap terang benderang dan para pejabat Mabes Polri tidak membuat misteri baru dalam kasus Djoko Tjandra, Menko Polhukam perlu agresif mengawasi kinerja Polri," kata Neta.
Baca juga: Kabareskrim pastikan tak pandang bulu ungkap kasus Djoko Tjandra
Baca juga: Kasus Djoko Tjandra, IPW sarankan Presiden Jokowi bentuk tim independen
Berita Terkait
Irjen Pol Napoleon jalani eksekusi pidana penjara di LP Cipinang
Rabu, 17 November 2021 5:12 Wib
MA kembalikan vonis Djoko Tjandra jadi 4,5 tahun bui
Rabu, 17 November 2021 5:03 Wib
Hukuman Pinangki dikurangi, MAKI: Kejagung harus kasasi
Selasa, 15 Juni 2021 16:03 Wib
JPU: Pledoi Rizieq Shihab hanya keluh kesah
Senin, 14 Juni 2021 13:29 Wib
Djoko Handojo kembali pimpin IDI Jateng
Sabtu, 12 Juni 2021 20:44 Wib
Ganjar Pranowo serahkan lukisan karya Djoko Susilo kepada Megawati
Sabtu, 22 Mei 2021 15:00 Wib
Pakar hukum: Vonis Djoko Tjandra merupakan peringatan bagi penegak hukum
Selasa, 6 April 2021 13:01 Wib
Usai divonis 4 tahun bui, Irjen Napoleon Bonaparte: Apa perlu saya goyang "TikTok"
Rabu, 10 Maret 2021 16:53 Wib