Jubir: Kebiasaan baru bukan euforia untuk bebas
Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan pelaksanaan kebiasaan baru jangan dimaknai sebagai euforia untuk bebas bertindak dengan mengabaikan protokol kesehatan.
"Saat sudah ada pusat perbelanjaan yang dibuka, bukan berarti kita bisa membawa keluarga kita yang rentan, orang tua, dan anak untuk berbondong-bondong menuju ke sana," kata Yurianto dalam jumpa pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang dipantau melalui akun Youtube BNPB Indonesia di Jakarta, Selasa.
Yurianto mengatakan adaptasi kebiasaan baru mutlak dijalankan. Basis perubahan menuju kebiasaan baru tersebut adalah edukasi yang terus menerus kepada masyarakat dan keluarga menjadi ujung tombaknya.
Karena itu, Yurianto berharap para kepala keluarga mengambil peran untuk mempersiapkan anggota keluarganya beradaptasi dengan kebiasaan baru untuk bisa hidup produktif yang aman dari COVID-19.
"Beberapa saat yang akan datang, akan semakin banyak daerah yang secara bertahap mengimplementasikan kebiasaan baru sejalan dengan kegiatan-kegiatan produktif yang mulai dijalankan kembali," tuturnya.
Yurianto mengatakan COVID-19 disebabkan virus yang tumbuh dan menjadi semakin banyak di sepanjang dinding saluran pernafasan mulai dari rongga hidung, rongga mulut, hingga paru-paru.
Seseorang yang terjangkit virus corona penyebab COVID-19 bisa sakit berat, sakit sedang, sakit ringan, bahkan tanpa gejala. Orang yang terjangkit COVID-19 tanpa gejala, bisa jadi berada di tengah masyarakat sehingga menjadi sumber penularan bagi orang di sekitarnya.
"Karena itu, yang hasil tesnya terkonfirmasi positif harus melakukan karantina diri secara ketat agar tidak menularkan, terutama kepada orang-orang yang rentan," katanya.
Baca juga: Update COVID-19 di Indonesia: 7.935 pasien sembuh dan 27.549 kasus positi
Menurut Yurianto, anak-anak termasuk kelompok yang rentan terinfeksi COVID-19. Meskipun mungkin selalu di rumah, tetapi karena orang tua atau saudaranya ada yang aktif berada di luar tanpa menyadari membawa virus corona ke dalam rumah, anak bisa terinfeksi COVID-19.
"Saat sudah ada pusat perbelanjaan yang dibuka, bukan berarti kita bisa membawa keluarga kita yang rentan, orang tua, dan anak untuk berbondong-bondong menuju ke sana," kata Yurianto dalam jumpa pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang dipantau melalui akun Youtube BNPB Indonesia di Jakarta, Selasa.
Yurianto mengatakan adaptasi kebiasaan baru mutlak dijalankan. Basis perubahan menuju kebiasaan baru tersebut adalah edukasi yang terus menerus kepada masyarakat dan keluarga menjadi ujung tombaknya.
Karena itu, Yurianto berharap para kepala keluarga mengambil peran untuk mempersiapkan anggota keluarganya beradaptasi dengan kebiasaan baru untuk bisa hidup produktif yang aman dari COVID-19.
"Beberapa saat yang akan datang, akan semakin banyak daerah yang secara bertahap mengimplementasikan kebiasaan baru sejalan dengan kegiatan-kegiatan produktif yang mulai dijalankan kembali," tuturnya.
Yurianto mengatakan COVID-19 disebabkan virus yang tumbuh dan menjadi semakin banyak di sepanjang dinding saluran pernafasan mulai dari rongga hidung, rongga mulut, hingga paru-paru.
Seseorang yang terjangkit virus corona penyebab COVID-19 bisa sakit berat, sakit sedang, sakit ringan, bahkan tanpa gejala. Orang yang terjangkit COVID-19 tanpa gejala, bisa jadi berada di tengah masyarakat sehingga menjadi sumber penularan bagi orang di sekitarnya.
"Karena itu, yang hasil tesnya terkonfirmasi positif harus melakukan karantina diri secara ketat agar tidak menularkan, terutama kepada orang-orang yang rentan," katanya.
Baca juga: Update COVID-19 di Indonesia: 7.935 pasien sembuh dan 27.549 kasus positi
Menurut Yurianto, anak-anak termasuk kelompok yang rentan terinfeksi COVID-19. Meskipun mungkin selalu di rumah, tetapi karena orang tua atau saudaranya ada yang aktif berada di luar tanpa menyadari membawa virus corona ke dalam rumah, anak bisa terinfeksi COVID-19.