Semarang (ANTARA) - Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti menyebutkan penentuan besaran upah minimum regional (UMR) dan upah minimum sektoral kota (UMSK) pada 2026 masih menunggu keputusan pemerintah pusat.
"Kami memperjuangkan kenaikan UMR dan UMSK, dan berharap apa yang diminta teman-teman buruh bisa masuk pembahasan di pemerintah pusat," katanya di Semarang, Senin.
Dia mengatakan hal tersebut saat menerima perwakilan buruh dari Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJAT) yang menggelar aksi terkait dengan tuntutan kenaikan upah 2026.
Ia mengatakan proses penetapan upah minimum provinsi (UMP) masih dibahas di tingkat nasional sehingga membutuhkan sinergi seluruh jaringan serikat buruh.
"Kalau hanya lewat pemerintah kota saja, saya kira kurang gereget. Harus seluruh lini bergerak dan dikomunikasikan," katanya.
Ia menegaskan penentuan angka upah tidak bisa dilakukan sepihak.
Ia mengingatkan bahwa rumusan final tetap menunggu keputusan pemerintah pusat serta Dewan Pengupahan.
Jika pemerintah daerah menetapkan angka yang ternyata lebih rendah dari hasil akhir nasional, kata dia, maka hal itu justru tidak relevan.
"Kalau soal rupiah, saya kira kita harus lihat dulu dari pemerintah pusat nanti, seperti apa, kemudian nanti di Dewan Pengupahan seperti apa. Kalau kita mematok kemudian ternyata terlalu kecil, ya lucu juga," katanya.
Ia memastikan komitmen dirinya dan Pemerintah Kota Semarang untuk memperjuangkan kenaikan UMR dan UMSK Kota Semarang pada 2026.
Selain soal besaran upah, Agustina menyoroti pentingnya transparansi informasi dalam dunia usaha.
Ia mengatakan kepastian penetapan upah harus diberikan jauh hari agar tidak mengganggu proses perencanaan anggaran pelaku usaha.
"Dalam pandangan kami, sebenarnya yang penting bagi para investor adalah transparansi informasi. Dan itu harus disampaikan jauh-jauh sebelumnya," katanya.
Keputusan yang terlalu mendekati batas waktu pengajuan anggaran perusahaan pusat, kata dia, dapat merepotkan pelaku usaha.
Oleh karena itu, ia berharap, pembahasan upah bisa segera rampung agar pengusaha memiliki waktu penyesuaian.
Koordinator aksi, Sumartono, menilai dukungan tersebut menjadi bagian penting dalam perjuangan buruh.
"Secara garis besar kami mendapat dukungan, tetapi kami tetap akan mengawal sampai tuntas agar kesejahteraan buruh tercapai," katanya.
Dalam aksi tersebut, ABJAT membawa empat tuntutan utama, antara lain pelaksanaan Putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023, penolakan RPP Pengupahan, kenaikan UMK Semarang sebesar 19 persen, serta kenaikan UMSK minimal 7 persen sesuai struktur industri di Kota Semarang.
Aksi tersebut diikuti sekitar 60 orang dari berbagai federasi serikat pekerja yang sebelumnya berkumpul di kawasan Johar sebelum berjalan kaki menuju Balai Kota Semarang.
Baca juga: Tak terapkan UMR, buruh Semarang adukan perusahaan

