UIN Walisongo Semarang miliki enam guru besar baru
Semarang (ANTARA) - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang memiliki enam guru besar baru pada berbagai fakultas sehingga menambah deretan guru besar kampus perguruan tinggi negeri Islam tersebut.
Rektor UIN Walisongo Semarang Prof Nizar Ali, dalam pernyataan di Semarang, Kamis, mengatakan bahwa pengukuhan enam guru besar baru itu merupakan sebuah pencapaian luar biasa.
Menurut dia, pengukuhan guru besar bukan hanya tentang meraih gelar akademik tertinggi, tetapi juga tentang komitmen untuk terus berkarya dan memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan masyarakat.
Para guru besar baru UIN Walisongo Semarang, kata dia, diharapkan dapat menjadi panutan dan teladan bagi para dosen dan mahasiswa, serta menjadi motor penggerak kemajuan UIN Walisongo Semarang dan bangsa Indonesia.
"Para guru besar baru ini tidak hanya memiliki keahlian di bidang ilmu masing-masing, tetapi juga memiliki pengalaman yang panjang dalam penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan publikasi ilmiah," katanya.
Ia mengatakan bahwa para guru besar tersebut telah menghasilkan banyak karya tulis yang diakui secara nasional dan internasional.
"Diharapkan dengan kehadiran para guru besar baru ini UIN Walisongo Semarang dapat meningkatkan kualitas pendidikan, memperkuat riset," katanya.
Selain itu Nizar juga berharap kehadiran para guru besar baru tersebut dapat membawa UIN Walisongo ke level yang lebih tinggi, baik dalam aspek kualitas pendidikan, penelitian, maupun pengabdian kepada masyarakat.
Sementara itu Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) RI Ahmad Zainul Hamdi mengatakan pengukuhan guru besar merupakan academic achievment.
Zainul mengatakan guru besar di Kemenag telah melewati tahapan yang sangat selektif dan guru besar memiliki kecintaan terhadap ilmu.
Enam guru besar baru itu, yakni:
1. Prof Muhyar Fanani, Guru Besar Ilmu Hukum Islam, dengan fokus penelitian pada hukum Islam dan masalah kenegaraan, khususnya dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul "Hukum Islam dan Masalah Kenegaraan: Fiqh Madani dalam Konteks NKRI", Fanani memaparkan bagaimana hukum Islam dapat menjadi solusi bagi berbagai permasalahan bangsa, seperti korupsi, terorisme, dan kemiskinan.
2. Prof Moh. Fauzi, Guru Besar Ilmu Fikih, dengan keahlian di bidang fikih keluarga dan pernikahan.
Dalam orasinya yang berjudul "Fikih Anti Selingkuh: Ikhtiar Melestarikan Keluarga Saknah", Fauzi menawarkan solusi fikih untuk mengatasi perselingkuhan, yang menjadi salah satu faktor utama penyebab perceraian di Indonesia.
3. Prof Rokhmadi, Guru Besar Ilmu Fikih, dengan fokus penelitian pada sistem peradilan pidana Islam.
Dalam orasinya yang berjudul "Restorative Justice: Alternatif Sistem Pemidanaan dalam Hukum Pidana Islam", Rokhmadi mengusulkan penerapan restorative justice dalam hukum pidana Islam, yang mengedepankan keadilan restoratif daripada keadilan retributif.
4. Prof Ahmad Izzuddin, Guru Besar Ilmu Falak, dengan keahlian di bidang ilmu astronomi dan hisab rukyat.
Dalam orasinya yang berjudul "Teori Arah Menghadap Kiblat: Upaya Mencari Teori Arah yang Relevan dan Akurat", Izzuddin memaparkan teorinya tentang arah kiblat yang lebih akurat dan relevan dengan kondisi geografis Indonesia.
5. Prof Ahmad Musyafiq, Guru Besar Ulumul Hadis, dengan fokus penelitian pada kritik hadis dan persyaratan calon pemimpin.
Dalam orasinya yang berjudul "Membumiindonesiakan Ulumul Hadis: Telaah Kritis Persyaratan Calon Pejabat dengan Ilmu al-Jar wat-Ta’dl", Musyafiq mengusulkan penerapan ilmu al-Jar wat-Ta’dl dalam pencalonan pemimpin di Indonesia, untuk memastikan terpilihnya pemimpin yang berkualitas dan berintegritas.
6. Prof Musthofa, Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam, dengan fokus penelitian pada pendidikan karakter dan humanisasi pendidikan.
Dalam orasinya yang berjudul "Hukuman Sebagai Humanisasi: Kisah al-Qur’an untuk Reformasi Pendidikan", Prof. Musthofa menawarkan solusi pendidikan karakter berbasis al-Qur'an yang mengedepankan humanisasi, untuk menciptakan generasi muda yang berakhlak mulia dan berkarakter.
Baca juga: Mahasiswa KKN UIN Walisongo tanam 100 bibit pohon di Desa Kebonsari
Rektor UIN Walisongo Semarang Prof Nizar Ali, dalam pernyataan di Semarang, Kamis, mengatakan bahwa pengukuhan enam guru besar baru itu merupakan sebuah pencapaian luar biasa.
Menurut dia, pengukuhan guru besar bukan hanya tentang meraih gelar akademik tertinggi, tetapi juga tentang komitmen untuk terus berkarya dan memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan masyarakat.
Para guru besar baru UIN Walisongo Semarang, kata dia, diharapkan dapat menjadi panutan dan teladan bagi para dosen dan mahasiswa, serta menjadi motor penggerak kemajuan UIN Walisongo Semarang dan bangsa Indonesia.
"Para guru besar baru ini tidak hanya memiliki keahlian di bidang ilmu masing-masing, tetapi juga memiliki pengalaman yang panjang dalam penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan publikasi ilmiah," katanya.
Ia mengatakan bahwa para guru besar tersebut telah menghasilkan banyak karya tulis yang diakui secara nasional dan internasional.
"Diharapkan dengan kehadiran para guru besar baru ini UIN Walisongo Semarang dapat meningkatkan kualitas pendidikan, memperkuat riset," katanya.
Selain itu Nizar juga berharap kehadiran para guru besar baru tersebut dapat membawa UIN Walisongo ke level yang lebih tinggi, baik dalam aspek kualitas pendidikan, penelitian, maupun pengabdian kepada masyarakat.
Sementara itu Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) RI Ahmad Zainul Hamdi mengatakan pengukuhan guru besar merupakan academic achievment.
Zainul mengatakan guru besar di Kemenag telah melewati tahapan yang sangat selektif dan guru besar memiliki kecintaan terhadap ilmu.
Enam guru besar baru itu, yakni:
1. Prof Muhyar Fanani, Guru Besar Ilmu Hukum Islam, dengan fokus penelitian pada hukum Islam dan masalah kenegaraan, khususnya dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul "Hukum Islam dan Masalah Kenegaraan: Fiqh Madani dalam Konteks NKRI", Fanani memaparkan bagaimana hukum Islam dapat menjadi solusi bagi berbagai permasalahan bangsa, seperti korupsi, terorisme, dan kemiskinan.
2. Prof Moh. Fauzi, Guru Besar Ilmu Fikih, dengan keahlian di bidang fikih keluarga dan pernikahan.
Dalam orasinya yang berjudul "Fikih Anti Selingkuh: Ikhtiar Melestarikan Keluarga Saknah", Fauzi menawarkan solusi fikih untuk mengatasi perselingkuhan, yang menjadi salah satu faktor utama penyebab perceraian di Indonesia.
3. Prof Rokhmadi, Guru Besar Ilmu Fikih, dengan fokus penelitian pada sistem peradilan pidana Islam.
Dalam orasinya yang berjudul "Restorative Justice: Alternatif Sistem Pemidanaan dalam Hukum Pidana Islam", Rokhmadi mengusulkan penerapan restorative justice dalam hukum pidana Islam, yang mengedepankan keadilan restoratif daripada keadilan retributif.
4. Prof Ahmad Izzuddin, Guru Besar Ilmu Falak, dengan keahlian di bidang ilmu astronomi dan hisab rukyat.
Dalam orasinya yang berjudul "Teori Arah Menghadap Kiblat: Upaya Mencari Teori Arah yang Relevan dan Akurat", Izzuddin memaparkan teorinya tentang arah kiblat yang lebih akurat dan relevan dengan kondisi geografis Indonesia.
5. Prof Ahmad Musyafiq, Guru Besar Ulumul Hadis, dengan fokus penelitian pada kritik hadis dan persyaratan calon pemimpin.
Dalam orasinya yang berjudul "Membumiindonesiakan Ulumul Hadis: Telaah Kritis Persyaratan Calon Pejabat dengan Ilmu al-Jar wat-Ta’dl", Musyafiq mengusulkan penerapan ilmu al-Jar wat-Ta’dl dalam pencalonan pemimpin di Indonesia, untuk memastikan terpilihnya pemimpin yang berkualitas dan berintegritas.
6. Prof Musthofa, Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam, dengan fokus penelitian pada pendidikan karakter dan humanisasi pendidikan.
Dalam orasinya yang berjudul "Hukuman Sebagai Humanisasi: Kisah al-Qur’an untuk Reformasi Pendidikan", Prof. Musthofa menawarkan solusi pendidikan karakter berbasis al-Qur'an yang mengedepankan humanisasi, untuk menciptakan generasi muda yang berakhlak mulia dan berkarakter.
Baca juga: Mahasiswa KKN UIN Walisongo tanam 100 bibit pohon di Desa Kebonsari