Semarang (ANTARA) - Langkah Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang mengajukan keberatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (24-5-2019), patut diapresiasi.
Langkah ini lebih terhormat ketimbang mengerahkan ribuan, bahkan jutaan orang turun ke jalan yang kemungkinan kecil bakal mengubah hasil pilpres.
Pada hari Selasa (21-5-2019), Komisi Pemilihan Umum RI telah menetapkan perolehan suara Pemilu 2019 hasil rekapitulasi tingkat nasional secara keseluruhan di Gedung KPU RI, Jakarta.
Pasangan Calon Nomor Urut 01 Jokowi-Ma'ruf sebanyak 85.607.362 suara (55,5 persen), sementara Pasangan Calon Nomor Urut 02 Prabowo-Sandiaga memeroleh 68.650.239 suara (44,50 persen). Terdapat selisih 16.957.123 suara.
Apakah keberatan tersebut bakal memengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada pemilu presiden dan wakil presiden? Itu semua bergantung pada tim kuasa hukum pasangan Prabowo-Sandiaga meyakinkan majelis hakim Mahkamah Konstitusi dengan data yang mereka miliki.
Apa pun putusan majelis hakim MK (28 Juni mendatang) semua pihak harus legawa, termasuk putusan MK yang tidak mengabulkan permohonan keberatan tersebut, pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah tempat pemungutan suara, atau bahkan seluruh TPS (pemilu ulang).
Semua pihak, termasuk pendukung pasangan calon, harus dapat menerima putusan MK tersebut dengan ikhlas, tidak perlu lagi turun ke jalan yang hanya membuat kegaduhan yang berujung korban jiwa.