"Dari mana Pemerintah akan menutup anggaran biaya bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi yang digunakan aparatur negara? Mulai para pejabat pusat, provinsi, kabupaten, kota, BUMN, lembaga, hingga komite, dan lain-lain," kata anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX (Brebes, Kabupaten dan Kota Tegal) itu melalui perangkat komunikasi kepada ANTARA di Semarang, Jumat.
Anggota Komisi VII (Bidang Energi, Sumber Daya Mineral, Riset & Teknologi, dan Lingkungan) DPR RI ini lantas bertanya, "Berapa puluh ribu kendaraan dinas yang ada dan berapa kebutuhan per bulan BBM mereka? Hitungannya pasti akan puluhan triliun rupiah. Ini modus pemborosan APBN gaya baru."
Menyinggung kendaraan untuk kegiatan pertambangan dan perkebunan yang tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi, Dewi Aryani mengingatkan bahwa penerapannya harus benar-benar ada kontrol supaya tidak terjadi tebang pilih.
"Perusahaan pertambangan besar, termasuk BUMN , juga diberikan 'equal treatment' (perlakuan yang setara). Jadi, semua peraturan berlaku sama dengan 'punishment' yang proporsional dan sama," kata Dewi yang juga Ketua Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU).
Soal tindak lanjut konversi BBM ke BBG di Pulau Jawa, dia balik bertanya, "Bagaimana bisa ada istilah 'dilanjutkan'? Dimulai saja belum kok. Belum lagi sumber gas dari mana? Soal gas, Pemerintah harus segera membuat rancangan kerja konkret dari hulu ke hilirnya. Blok gas mana yang akan diproduksi segera? 'Pricing policy'-nya bagaimana? Ketentuan Obligasi Pasar Domestik (Domestic Market Obligation/DMO) untuk PLN, rumah tangga, industri, transportasi, dll. bagamana? Semua masih jauh panggang dari api."
Anggota Fraksi PDI Perjuangan itu menegaskan bahwa konversi itu sudah bertahun-tahun, dan hanya menjadi wacana. Masalahnya, hingga sekarang, infrastrukturnya belum berjalan sebagimana mestinya sesuai dengan wacana dan rencana yang mengemuka ke publik.
Mengenai PT PLN yang tidak boleh membangun dan mengoperasikan pembangkit berbasis BBM, dia bertanya, "Pelarangan ini apa dasarnya? Justru kalau PLN hanya membangun pembangkit berbasis BBM, maka pemborosan sumber energi hanya jadi lingkaran setan saja, atau tidak ada ujung solusinya."
Perseroan Terbatas Perusahaan Listrik Negara (PT PLN), menurut dia, justru harus me-"review" pembangkit-pembangkitnya. "Ke depan tidak tren lagi berbasis BBM, tetapi harus mulai beralih berbasis batu bara cair, padat (dari low cal), serta berbasis gas dan 'renewable' (terbarukan) energi. Oleh karena itu, pembangunan di pusat-pusat sumber energi amat penting," katanya.
Anggota Komisi VII DPR RI ini sepakat terkait dengan kebijakan penghematan pada gedung-gedung pemerintahan. Namun, harus menerapkan "prepaid payment system" (sistem pembayaran prabayar).

