Cilacap (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan terpadu antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat untuk menghadapi ancaman siklon tropis melalui mitigasi yang terstruktur dan kolaboratif.
Ketua Tim Kerja Pelayanan Data dan Diseminasi Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Teguh Wardoyo di Cilacap, Jawa Tengah (Jateng), Rabu, mengatakan Jateng bagian selatan termasuk wilayah rawan ancaman siklon tropis yang berpotensi terjadi hingga bulan Februari 2026.
Oleh karena itu, kata dia, kesiapan menghadapi siklon tropis harus dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi, terutama dalam penguatan sistem peringatan dini dan respons cepat.
Menurut dia, BMKG berperan memastikan peringatan dini potensi siklon tersampaikan secara cepat dan multisumber, mulai dari media massa, SMS blast, hingga aplikasi pesan instan.
“BMKG terus meningkatkan akurasi informasi, pembaruan data cuaca, serta pemodelan untuk memprediksi jalur dan intensitas siklon secara lebih presisi,” katanya.
Selain itu, kata dia, kolaborasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjadi kunci, termasuk penyediaan dana siap pakai dan penempatan awal logistik serta alat berat di titik strategis yang rawan terdampak.
Ia mengatakan pemerintah daerah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) harus memiliki rencana kontingensi yang jelas, termasuk penentuan lokasi shelter, jalur evakuasi, serta pelaksanaan simulasi dan gladi lapang secara berkala.
“Pengecekan drainase, tanggul, bendungan, dan infrastruktur vital harus dilakukan terus-menerus sebagai bagian mitigasi,” katanya.
Menurut dia, masyarakat memegang peran penting dalam penguatan ketahanan daerah.
Terkait dengan hal itu, dia mendorong pembentukan dan pengaktifan kembali Desa Tangguh Bencana (Destana), disertai pelatihan teknis seperti pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), pengelolaan dapur umum, dan evakuasi mandiri.
“Masyarakat perlu menjadi aktor aktif, bukan hanya penerima dampak,” katanya.
Ia menilai komunikasi kebencanaan harus menciptakan kewaspadaan tanpa menimbulkan kepanikan, sehingga pesan harus disampaikan secara jelas, kredibel, konsisten, dan mudah dipahami.
Menurut dia, keterlibatan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan kepala desa dinilai efektif untuk menjaga ketenangan warga.
“Simulasi rutin akan membuat warga lebih siap, sehingga ketika bencana terjadi, mereka bergerak berdasarkan kebiasaan, bukan kepanikan,” katanyam.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga informasi kebencanaan tetap bersih dari hoaks.
Oleh karena itu, kata dia, BPBD diminta menetapkan satu pintu informasi resmi yang aktif 24 jam dengan pembaruan berkala.
“Literasi digital harus digencarkan. Masyarakat jangan langsung menyebarkan informasi jika belum terverifikasi,” katanya.
Menurut dia, pembuatan konten visual edukatif serta kerja sama BPBD dengan platform media sosial untuk menandai akun resmi dan mempercepat penanganan hoaks akan sangat membantu mengurangi disinformasi selama masa darurat.
“Dengan mitigasi terpadu dan komunikasi yang tepat, risiko dapat ditekan dan masyarakat lebih terlindungi,” kata Teguh..
Baca juga: Kejati Jateng mintai keterangan mantan Pangdam terkait TPPU BUMD Cilacap

