Semarang (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Jawa Tengah terus mengawal berbagai isu kependudukan yang krusial dalam penyusunan rencana pembangunan jangka panjang/menengah daerah (RPJPD-RPJMD), baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Kepala Perwakilan BKKBN Jateng Eka Sulistia Ediningsih, di Semarang, Kamis, mengatakan bahwa isu kependudukan menjadi salah satu fokus utama dalam mencapai Visi Indonesia Emas 2045.
Hal itu disampaikannya saat Pendampingan Penyusunan Indikator Program Bangga Kencana dalam Dokumen Perencanaan Daerah.
Isu kependudukan utama dalam rencana pembangunan jangka panjang pusat (RPJPN), meliputi pengelolaan bonus demografi, pengendalian pertumbuhan penduduk, peningkatan kesejahteraan dan persebaran penduduk, dan adaptasi terhadap tantangan kependudukan.
Selain pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM), kata dia, sesuai dengan dokumen RPJPN-RPJMN, beberapa indikator kependudukan dan indikator pembangunan keluarga dan KB masih menjadi program prioritas, tetapi lebih fokus kepada pembangunan keluarga.
"Jadi, ada beberapa indikator yang kita harapkan indikator-indikator dari pelaksanaan program pembangunan keluarga, penduduk, dan keluarga berencana itu ada di dalam RPJMD," katanya.
Tahun 2025 merupakan tahun awal periode RPJPD-RPJMD provinsi dan kabupaten/kota, dan sejalan dengan Undang-Undang Nomor 59/2025 tentang RPJPN 2025-2045 mengamanatkan bahwa RPJP Nasional 2025-2045 wajib menjadi pedoman dalam penyusunan peta jalan.
"Termasuk juga kabupaten/kota itu juga punya peta jalan pelaksanaan pembangunan kependudukan yang itu jadi acuan dari pelaksanaan program pembangunan kependudukan di daerah," katanya.
Dokumen peta jalan tersebut memuat arahan dan kebijakan strategis, serta langkah dan tahapan dalam penyiapan dan pelaksanaan berbagai kegiatan.
Idealnya, kata dia, pembangunan kependudukan seharusnya dapat diarahkan untuk menciptakan penduduk berkualitas melalui peningkatan pendidikan, kesehatan, dan partisipasi tenaga kerja yang produktif.
Kemiskinan bisa jadi merupakan hasil dari akumulasi berbagai tantangan kependudukan, seperti angka fertilitas tinggi, mortalitas bayi dan ibu, serta migrasi yang tidak merata.
Oleh karena itu, kata dia, kebijakan pembangunan harus mempertimbangkan kondisi spesifik tiap wilayah, termasuk karakteristik sosial ekonomi dan pola demografi pada masing-masing wilayah.
Sementara itu, Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Keluarga Berencana Prof Budi Setiyono mengingatkan terkait peluang bonus demografi, sekaligus ancaman jika tidak bisa memanfaatkannya dengan baik.
Ia mengatakan bahwa Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius dalam pengendalian pertumbuhan penduduk, pemerataan sebaran penduduk, serta peningkatan proporsi penduduk lansia dan angka ketergantungan.
Meski demikian, kata Guru Besar Universitas Diponegoro Semarang itu, Indonesia juga berpeluang besar memetik manfaat dari bonus demografi yang diproyeksikan berlangsung pada 2045.
"Bonus demografi akan menjadi kekuatan besar jika kita mampu memaksimalkannya. Namun jika tidak dikelola dengan baik, justru bisa menjadi beban," katanya.