"Selain rutin melakukan survei migrasi penduduk, kami juga melakukan pendampingan penyelidikan epidemiologi (PE) kasus, mengadakan rapat bersama programmer dan dokter dalam tata laksana kasus malaria," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Blora Edi Widayat di Blora, Jumat.
Meskipun sejak tahun 2015 Kabupaten Blora berhasil mengeliminasi kasus malaria, kata dia, bukan berarti Blora bebas kasus.
Apalagi, imbuh dia, mobilitas penduduk ke luar pulau Jawa yang endemis malaria cukup tinggi. Bahkan, pihaknya mencatat kasus malaria sampai dengan November 2024 tercatat sebanyak 22 kasus.
"Warga Blora bepergian atau merantau di daerah endemis malaria, berpotensi tertular dan pulang ke kampung halamannya," ujarnya.
Ia mengakui penyebaran penyakit malaria mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.
Upaya lain untuk menekan kasus, yakni dengan melaksanakan survei vector serta penyediaan alat entomologi malaria, pemberantasan sarang nyamuk (PSN) secara bersama-sama, dan penapisan bagi penduduk yang mobilisasi dari daerah endemis malaria.
"Kami juga berkoordinasi bersama lintas program, lintas sektor dalam menggalakkan surveilans berbasis masyarakat (SMB) secara aktif, serta menggalakkan pemberantasan sarang nyamuk atau PSN plus di semua lini dari tingkatan keluarga minimal sepekan sekali untuk memutus siklus hidup nyamuk, sehingga pencegahan dan penanggulangan lebih paripurna," ujarnya.
Ia juga meminta masyarakat untuk segera melaporkan jika ditemukan kasus malaria, baik ke perangkat desa maupun fasilitas pelayanan kesehatan untuk segera mendapat respons dan penanganan, sesuai standar dan berdampak positif.