Kental manis masih dijadikan susu anak karena belum teredukasi
Semarang (ANTARA) - Kental manis masih dijadikan susu untuk anak karena belum teredukasi dan kesalahan pola pikir. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan dr. Lovely Daisy, M. K. M. mengakui salah konsumsi kental manis masih menjadi pekerjaan rumah karena kesalahan pola pikir di masyarakat sejak lama. Kental manis memiliki kandungan gula yang tinggi dan tidak tepat menjadi asupan gizi anak di masa pertumbuhan.
“Masyarakat sering salah mengartikan kental manis sebagai pengganti susu. Padahal isinya sebagian besar adalah gula. Ini harus diluruskan. Kental manis bukan sumber protein,” jelas Lovely Daisy.
Ia mengakui, sosialisasi penggunaan kental manis perlu lebih digencarkan lagi. Salah satu metoda yang dapat dioptimalkan adalah penyebaran informasi melalui buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
“Kita sudah punya buku Kesehatan Ibu dan Anak atau bu KIA yang diberikan kepada ibu hamil. Buku KIA berisi informasi tentang Kesehatan ibu hamil sampai anak berusia 6 tahun. Di dalamnya juga ada informasi tentang makanan balita sejak usia enam bulan sebagai pendamping ASI,” kata dr. Lovely Daisy
Pengaturan mengenai konsumsi, label, dan promosi kental manis akhirnya diatur melalui Peraturan BPOM NO 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Melalui regulasi tersebut, BPOM melarang penggunaan kental manis sebagai pengganti susu dan sumber gizi serta larangan penggunaan visual anak di bawah lima tahun untuk label maupun iklan promosinya.
BPOM juga mengesahkan Peraturan BPOM No. 26 tahun 2021 yang mengatur tentang perubahan takaran saji. Sebelumnya, pada label kemasan per takaran saji kental manis adalah sekitar 48 gr. Dalam peraturan terbaru, BPOM mengurangi menjadi 15-30 gr namun, sosialisasi mengenai peraturan ini dinilai tidak optimal. Akibatnya, hingga saat ini masih banyak ditemukan kesalahan konsumsi kental manis yang dijadikan sebagai minuman susu untuk anak.
Fauziah (40), ibu lima orang anak ini mengaku anak bungsunya yang berusia dua tahun susah makan, sehingga badannya kurus dan hasil pendataan kader posyandu setempat, sang anak termasuk kategori stunting.
“Makannya susah, tapi minum susunya banyak, pagi ke siang tiga botol, malam juga tiga tiga botol. Satu botol saya kasih satu sachet, jadi sehari saya biasanya beli enam sachet susu kental manis,” cerita Fauziah sambil menunjukkan botol susu ukuran 240 ml.
Ditanya perihal awal mula kebiasaan konsumsi kental manis anaknya, Fauziah mengaku sejak sang anak berusia satu tahun selalu meminta susu kental manis punya kakaknya dan jika tidak di kasih susu, akan mengamuk dan tantrum. Fauziah mengaku pernah mendengar kental manis bukan susu yang baik untuk anak, tetapi tidak tahu alasannya.
“Kalau di warung sini ya kalau mau cari susu adanya susu kental manis ini,” kata Fauziah kepada tim Majelis Kesehatan Muslimat NU yang ikut ambil bagian dalam memberikan edukasi langsung ke masyarakat yang memiliki anak atau anggota keluarga yang terindikasi stunting ataupun gizi buruk mengenai makanan bergizi.
Husna (30), warga Kampung Baru, Negeri Laha, Kota Ambon lainnya yang ditemui saat kunjungan Ketua Majelis Kesehatan Muslimat NU Erna Yulia Sofihara bersama rombongan dari pimpinan pusat maupun pimpinan wilayah Muslimat NU, mengaku anaknya mau makan jika disuapi sembari bermain.
“Saya baru saja selesai suapi anak, kalau makan maunya sambil main,” kata Husna sambil menyalami satu-persatu perwakilan Muslimat NU. Sebelah tangannya menggendong seorang anak perempuan berusia sekitar 1,5 tahun dengan berat badan masih di bawah angka yang seharusnya.
PJ Gubernur Maluku Sadili Le mengakui stunting di wilayahnya adalah persoalan serius. Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) dari Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting provinsi Maluku tahun 2022 adalah 26,1 persen namun, angka tersebut naik menjadi 28,4 persen berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023.
Ia menilai permasalahan gizi adalah kesalahan asupan makanan, baik oleh anak-anak, remaja hingga dewasa. Termasuk kebiasaan konsumsi kental manis yang masih diberikan sebagai minuman susu untuk anak.
Persoalan kesalahan penggunaan kental manis sudah mengemuka sejak tahun 2018, bermula dari seorang bayi berusia sembilan bulan meninggal akibat gizi buruk. Pihak keluarga mengakui, sang bayi mengonsumsi kental manis sejak usia dua bulan. Dalam waktu yang nyaris bersamaan, sejumlah media melaporkan temuan balita dengan gangguan gizi dan kesehatan karena konsumsi kental manis sebagai minuman susu.
“Masyarakat sering salah mengartikan kental manis sebagai pengganti susu. Padahal isinya sebagian besar adalah gula. Ini harus diluruskan. Kental manis bukan sumber protein,” jelas Lovely Daisy.
Ia mengakui, sosialisasi penggunaan kental manis perlu lebih digencarkan lagi. Salah satu metoda yang dapat dioptimalkan adalah penyebaran informasi melalui buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
“Kita sudah punya buku Kesehatan Ibu dan Anak atau bu KIA yang diberikan kepada ibu hamil. Buku KIA berisi informasi tentang Kesehatan ibu hamil sampai anak berusia 6 tahun. Di dalamnya juga ada informasi tentang makanan balita sejak usia enam bulan sebagai pendamping ASI,” kata dr. Lovely Daisy
Pengaturan mengenai konsumsi, label, dan promosi kental manis akhirnya diatur melalui Peraturan BPOM NO 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Melalui regulasi tersebut, BPOM melarang penggunaan kental manis sebagai pengganti susu dan sumber gizi serta larangan penggunaan visual anak di bawah lima tahun untuk label maupun iklan promosinya.
BPOM juga mengesahkan Peraturan BPOM No. 26 tahun 2021 yang mengatur tentang perubahan takaran saji. Sebelumnya, pada label kemasan per takaran saji kental manis adalah sekitar 48 gr. Dalam peraturan terbaru, BPOM mengurangi menjadi 15-30 gr namun, sosialisasi mengenai peraturan ini dinilai tidak optimal. Akibatnya, hingga saat ini masih banyak ditemukan kesalahan konsumsi kental manis yang dijadikan sebagai minuman susu untuk anak.
Fauziah (40), ibu lima orang anak ini mengaku anak bungsunya yang berusia dua tahun susah makan, sehingga badannya kurus dan hasil pendataan kader posyandu setempat, sang anak termasuk kategori stunting.
“Makannya susah, tapi minum susunya banyak, pagi ke siang tiga botol, malam juga tiga tiga botol. Satu botol saya kasih satu sachet, jadi sehari saya biasanya beli enam sachet susu kental manis,” cerita Fauziah sambil menunjukkan botol susu ukuran 240 ml.
Ditanya perihal awal mula kebiasaan konsumsi kental manis anaknya, Fauziah mengaku sejak sang anak berusia satu tahun selalu meminta susu kental manis punya kakaknya dan jika tidak di kasih susu, akan mengamuk dan tantrum. Fauziah mengaku pernah mendengar kental manis bukan susu yang baik untuk anak, tetapi tidak tahu alasannya.
“Kalau di warung sini ya kalau mau cari susu adanya susu kental manis ini,” kata Fauziah kepada tim Majelis Kesehatan Muslimat NU yang ikut ambil bagian dalam memberikan edukasi langsung ke masyarakat yang memiliki anak atau anggota keluarga yang terindikasi stunting ataupun gizi buruk mengenai makanan bergizi.
Husna (30), warga Kampung Baru, Negeri Laha, Kota Ambon lainnya yang ditemui saat kunjungan Ketua Majelis Kesehatan Muslimat NU Erna Yulia Sofihara bersama rombongan dari pimpinan pusat maupun pimpinan wilayah Muslimat NU, mengaku anaknya mau makan jika disuapi sembari bermain.
“Saya baru saja selesai suapi anak, kalau makan maunya sambil main,” kata Husna sambil menyalami satu-persatu perwakilan Muslimat NU. Sebelah tangannya menggendong seorang anak perempuan berusia sekitar 1,5 tahun dengan berat badan masih di bawah angka yang seharusnya.
PJ Gubernur Maluku Sadili Le mengakui stunting di wilayahnya adalah persoalan serius. Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) dari Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting provinsi Maluku tahun 2022 adalah 26,1 persen namun, angka tersebut naik menjadi 28,4 persen berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023.
Ia menilai permasalahan gizi adalah kesalahan asupan makanan, baik oleh anak-anak, remaja hingga dewasa. Termasuk kebiasaan konsumsi kental manis yang masih diberikan sebagai minuman susu untuk anak.
Persoalan kesalahan penggunaan kental manis sudah mengemuka sejak tahun 2018, bermula dari seorang bayi berusia sembilan bulan meninggal akibat gizi buruk. Pihak keluarga mengakui, sang bayi mengonsumsi kental manis sejak usia dua bulan. Dalam waktu yang nyaris bersamaan, sejumlah media melaporkan temuan balita dengan gangguan gizi dan kesehatan karena konsumsi kental manis sebagai minuman susu.