PLN: Penggunaan PLTS atap di Jateng baru 25 persen
Semarang (ANTARA) - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyebutkan setidaknya sudah ada 25-30 persen pelanggan, termasuk kalangan industri di wilayah Jawa Tengah yang memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap.
"Evaluasi kami dari 2019 sampai 2023, baru 25-30 persen yang menggunakan (PLTS atap) di Jateng," kata Senior Manager Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN UID Jateng dan DIY Dian Herizal, di Semarang, Kamis.
Hal tersebut disampaikannya saat Central Java Renewable Energy Investment Forum (CJREIF) 2024 yang digelar Institute for Essential Services Reform (IESR) bersama Pemerintah Provinsi Jateng.
Dian menjelaskan PLN menjalankan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2/2024 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum.
"Kami membuka kepada semua yang berkeinginan (memasang PLTS atap), kami layani dengan transparansi. Tidak terlalu sulit sebenarnya. Yang penting memahami kebutuhan dan dipelajari syarat-syaratnya," katanya.
Untuk itu, kata dia, pelanggan PLN diminta untuk mengunduh aplikasi PLN Mobile di gadget yang di dalamnya tersedia fitur permohonan PLTS atap, termasuk persyaratan yang harus dipenuhi.
"Kami akan buka satu tahun dua kali, di Juli ini dan Januari nanti (tahun depan) karena ini (dengan Permen ESDM 2/2024) baru pertama kali," katanya.
Menurut dia, penggunaan PLTS atap saat ini didasarkan pada ketersediaan kuota sehingga pelanggan diberikan kesempatan selama kuota masih tersedia, termasuk pada sektor industri.
Namun, diakuinya, pelanggan memang tidak bisa memasang PLTS atap 100 persen selama masih tersambung dengan jaringan PLN, sebab untuk menjaga kestabilan pasokan daya listrik.
"PLTS, kalau dia berdiri sendiri, tidak nyambung ke PLN, untuk industri sendiri tidak masalah. Makanya, kenapa ada kajian kuota untuk menjaga kestabilan pasokan listrik," katanya.
Jika PLTS tiba-tiba tidak bisa menyalurkan energi, kata dia, maka PLN harus siap melakukan "back up" sehingga jika tidak diatur dikhawatirkan akan terjadi "black out" atau pemadaman yang merugikan semua pihak.
"Karena belajar dari negara tetangga di Asia bahwa sistem PLTS kan energinya 'intermittent' (berjeda), kadang nyambung, kadang enggak. Nah, PLN harus mempunyai sistem yang mem-'back up'," katanya.
Baca juga: Resmikan PLTS Kilang Cilacap, Pertamina komitmen pimpin transisi energi
"Evaluasi kami dari 2019 sampai 2023, baru 25-30 persen yang menggunakan (PLTS atap) di Jateng," kata Senior Manager Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN UID Jateng dan DIY Dian Herizal, di Semarang, Kamis.
Hal tersebut disampaikannya saat Central Java Renewable Energy Investment Forum (CJREIF) 2024 yang digelar Institute for Essential Services Reform (IESR) bersama Pemerintah Provinsi Jateng.
Dian menjelaskan PLN menjalankan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2/2024 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum.
"Kami membuka kepada semua yang berkeinginan (memasang PLTS atap), kami layani dengan transparansi. Tidak terlalu sulit sebenarnya. Yang penting memahami kebutuhan dan dipelajari syarat-syaratnya," katanya.
Untuk itu, kata dia, pelanggan PLN diminta untuk mengunduh aplikasi PLN Mobile di gadget yang di dalamnya tersedia fitur permohonan PLTS atap, termasuk persyaratan yang harus dipenuhi.
"Kami akan buka satu tahun dua kali, di Juli ini dan Januari nanti (tahun depan) karena ini (dengan Permen ESDM 2/2024) baru pertama kali," katanya.
Menurut dia, penggunaan PLTS atap saat ini didasarkan pada ketersediaan kuota sehingga pelanggan diberikan kesempatan selama kuota masih tersedia, termasuk pada sektor industri.
Namun, diakuinya, pelanggan memang tidak bisa memasang PLTS atap 100 persen selama masih tersambung dengan jaringan PLN, sebab untuk menjaga kestabilan pasokan daya listrik.
"PLTS, kalau dia berdiri sendiri, tidak nyambung ke PLN, untuk industri sendiri tidak masalah. Makanya, kenapa ada kajian kuota untuk menjaga kestabilan pasokan listrik," katanya.
Jika PLTS tiba-tiba tidak bisa menyalurkan energi, kata dia, maka PLN harus siap melakukan "back up" sehingga jika tidak diatur dikhawatirkan akan terjadi "black out" atau pemadaman yang merugikan semua pihak.
"Karena belajar dari negara tetangga di Asia bahwa sistem PLTS kan energinya 'intermittent' (berjeda), kadang nyambung, kadang enggak. Nah, PLN harus mempunyai sistem yang mem-'back up'," katanya.
Baca juga: Resmikan PLTS Kilang Cilacap, Pertamina komitmen pimpin transisi energi