Semarang (ANTARA) - Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC KJHAM) meminta aparat penegak hukum lebih cenderung menjerat pelaku tidak kekerasan seksual terhadap perempuan dengan menggunakan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Kepala Divisi Informasi dan Dokumentasi LRC KJHAM Citra Ayu Kurniawati mencatat baru satu kasus kekerasan terhadap perempuan Jawa Tengah dijerat dengan menerapkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"Undang-Undang TPKS menjadi harapan besar bagi korban kekerasan seksual dalam mengakses keadilan, sehingga harus terus dikawal bersama-sama," kata Citra Ayu dalam keterangan yang diterima di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (28/6).
Menurut dia, tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan belum diimbangi dengan akses layanan terhadap korban.
Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Jawa Tengah, kata Citra Ayu, mengalami peningkatan. Dalam kurun waktu 2017-2021, LRC KJHAM mencatat 1.249 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di Jawa Tengah, sedangkan pada tahun 2022 tercatat 128 kasus.
"Sekitar 70 persen dari kasus yang terjadi tersebut, perempuan menjadi korban kekerasan seksual," ujarnya.
Oleh karena itu, dia mendorong aparat penegak hukum menjerat pelaku tidak kekerasan seksual terhadap perempuan dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS karena keberadaan UU tersebut merupakan upaya pembaruan hukum untuk untuk mencegah, menangani, melindungi, dan memulihkan korban kekerasan seksual.