Purwokerto, Jateng (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Siti Mukaromah mengatakan Undang-Undang Kepariwisataan yang baru disahkan pada 2 Oktober 2025 menandai perubahan paradigma besar dalam pembangunan sektor pariwisata nasional, dari yang semula berorientasi industri menjadi berbasis ekosistem.
"Undang-undang ini tidak lagi melihat pariwisata hanya sebagai industri, tetapi sebagai ekosistem yang mencakup banyak unsur, mulai dari destinasi, budaya, UMKM, pendidikan, hingga infrastruktur," katanya seusai sosialisasi UU Kepariwisataan di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat sore.
Dia mengatakan paradigma ekosistem dalam pariwisata menempatkan semua unsur pendukung sebagai bagian tak terpisahkan dalam pengembangan destinasi.
UMKM, kata dia, menjadi salah satu pilar penting karena berperan dalam melengkapi daya tarik wisata melalui kuliner, suvenir, hingga layanan penunjang lainnya.
"Gerakan kepariwisataan ini harus melibatkan UMKM secara masif. Kuliner, merchandise dan oleh-oleh merupakan bagian yang menghidupkan destinasi,” katanya.
Selain UMKM, lanjut dia, sektor budaya juga menjadi elemen penting karena setiap daerah di Indonesia memiliki kekayaan budaya yang khas dan dapat menjadi daya tarik wisata tersendiri.
"Kita ingin setiap destinasi menonjolkan kekhasan budayanya, agar wisatawan tidak hanya terpusat di satu titik tetapi tersebar merata di berbagai daerah," katanya.
Dia mengatakan undang-undang tersebut juga memberikan perhatian besar terhadap pengembangan desa wisata sebagai ujung tombak pariwisata berbasis masyarakat.
Melalui regulasi baru tersebut, kata dia, desa-desa diharapkan mampu membangun ekosistem wisata terintegrasi dengan wilayah sekitarnya.
"Tidak semua desa wisata harus memiliki semua kelengkapan sendiri. Bisa saling melengkapi dengan desa tetangga agar terbentuk wisata terintegrasi yang menggerakkan ekonomi lokal," katanya.
Dalam kesempatan itu, legislator dari Daerah Pemilihan Banyumas-Cilacap tersebut juga mendorong perempuan agar menangkap peluang dari lahirnya undang-undang baru tersebut.
Menurut dia, perempuan memiliki daya kreativitas tinggi yang dapat dioptimalkan dalam berbagai sektor penunjang pariwisata.
"Selama ini destinasi wisata sering dianggap hanya milik mereka yang punya modal besar. Padahal, banyak peluang sederhana yang bisa dimanfaatkan, seperti mengelola kuliner, toilet wisata, transportasi kecil seperti odong-odong, atau bahkan fotografi bagi anak muda," katanya.
Dia mengharapkan dengan pendekatan ekosistem, pariwisata nasional dapat tumbuh lebih inklusif, berkelanjutan, dan merata di seluruh daerah.
"Melalui ekosistem pariwisata, kita ingin pembangunan tidak hanya berpusat di kota besar, tetapi juga menghidupkan ekonomi desa," kata Siti.
Salah seorang peserta kegiatan, Ristinah mengaku semakin termotivasi untuk mengembangkan usahanya setelah mengikuti kegiatan sosialisasi Undang-Undang Kepariwisataan yang dinilai memberi peluang besar bagi pelaku usaha di sekitar destinasi wisata.
Dia mengatakan keberadaan destinasi wisata khususnya desa wisata akan menjadi penggerak ekonomi masyarakat karena membuka pasar baru bagi produk-produk lokal.
"Menurut saya, kalau di desa kami ada destinasi wisata, itu sangat mendukung usaha kecil seperti kami. Otomatis ada kebutuhan kuliner dan oleh-oleh, jadi kami para UMKM bisa ikut mengisi,: kata dia yang merupakan pelaku UMKM di Desa Kedungrandu, Kecamatan Patrikraja, Banyumas.
Perempuan yang akrab disapa Resti itu mengaku menjalankan usaha katering dan berbagai produk olahan makanan seperti minuman kunyit asem lemon, sambal galak, serta keripik madu dari pisang.
Menurut dia, semua produknya telah mengantongi izin usaha seperti nomor induk berusaha (NIB), pangan industri rumah tangga (PIRT), dan sertifikat halal.
"Alhamdulillah, produk kami sudah berizin semua. Selain dititipkan di warung, setiap Ahad pagi kami juga ikut pasar tani yang difasilitasi Dinas Pertanian. Kalau ada gerakan pangan murah (GPM), kami juga dilibatkan," katanya.
Ia menilai sosialisasi Undang-Undang Kepariwisataan sangat bermanfaat karena memberi pemahaman bahwa keberadaan desa wisata turut memperhatikan dan memberdayakan pelaku usaha kecil di sekitarnya.
"Jadi, kami lebih semangat. Kalau ada desa wisata, otomatis kami ikut terangkat. Contohnya saya pernah ikut mengelola di Madang Bulak, di situ UMKM kecil banyak yang terbantu karena produk baru pun bisa ikut dikenal," kata Resti.
Baca juga: BPBD Banyumas: Gunung Slamet masih berstatus Waspada

