Semarang (ANTARA) - Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej mengemukakan partisipasi bermakna memastikan aspirasi masyarakat benar-benar menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.
"Partisipasi bermakna bukan sekadar formalitas," kata Eddy, sapaan akrab Wamenkum, saat pelatihan legislatif dasar di Universitas Diponegoro Semarang, Jumat.
Ia menegaskan pentingnya partisipasi bermakna dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
Eddy menjelaskan partisipasi bermakna merupakan perwujudan dari prinsip partisipasi publik sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVII/2020.
Partisipasi bermakna memberi jaminan pendapat masyarakat menjadi bagian penting dalam perencanaan dan pembahasan peraturan perundang-undangan.
Ia menuturkan terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memahami peraturan perundang-undangan. Ketiga hal tersebut masing-masing kekuatan hukum, kekuatan filosofis, dan kekuatan sosiologis.
Pada aspek sosiologis, partisipasi publik berperan penting agar undang-undang dapat diterima dengan baik oleh masyarakat dan tidak menimbulkan penolakan.
Menurut Eddy, pemerintah perlu masukan dari masyarakat tentang substansi yang diatur saat perencanaan undang-undang. "Masyarakat berhak mengetahui tindak lanjut atas masukan disampaikan," katanya.
Selain itu, pemerintah juga berkewajiban menyampaikan jika aspirasi yang disampaikan tidak dapat diterima.
Wamenkum menjelaskan pembentukan peraturan perundang-undangan bukan semata produk akademik. Undang,-undang menuntut keseimbangan kepentingan antara publik dan politik.
"Di sinilah peran pemerintah sebagai jembatan dalam proses tersebut," katanya.
Baca juga: Pemkot Semarang: TPA Jatibarang siap jadi percontohan PSEL

