Pakar: Hakim harus mampu merohanikan hukum
Semarang (ANTARA) - Pakar hukum pidana Universitas Diponegoro Semarang Prof. Dr. Pujiyono mengingatkan bahwa hakim harus mampu merohanikan hukum untuk menciptakan keadilan yang diharapkan masyarakat.
"Cara berpikir hakim, bagaimana merohanikan hukum. Hukum ini jangan sekadar dilihat sebagai aturan-aturan kaku, tetapi ini 'bernyawa'," katanya, di Semarang, Rabu malam.
Menurut dia, bagaimana aturan-aturan hukum itu mampu dirasakan oleh hakim dalam memutus suatu perkara dengan mempertimbangkan banyak aspek demi menciptakan keadilan yang adil-adilnya.
Hal tersebut disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum Undip Semarang itu merefleksikan Hari Kehakiman Nasional yang diperingati setiap 1 Maret.
Pujiyono menyebut bahwa hakim merupakan "wakil Tuhan" sehingga setiap keputusannya dalam proses peradilan dipertanggung jawabkan kelak di hadapan Tuhan.
"Hakim dalam setiap memutus (perkara, red.) itu harus melihat berbagai aspek. Ini penting untuk membuat keputusan tidak sekadar normatif. Kalau tidak, ya putusannya akan terasa kering," jelasnya.
Ia menegaskan hakim harus memiliki komitmen dan menjaga integritas dalam menjalankan profesinya, terutama dalam memberikan putusan hukum di proses peradilan.
Apalagi, menurut dia, kesejahteraan hakim saat ini juga lebih terjamin dengan diberikannya tanggung jawab sebagai pejabat negara yang berimplikasi dengan tingkat penghasilannya.
"Dan itu (penghasilan) sangat tinggi. Ya, secara umum kalau saya melihat saat ini secara tingkat kesejahteraan hidup bagi hakim sudah sangat layak," katanya.
Namun, Pujiyono tidak memungkiri jika masih ada oknum-oknum hakim yang tergoda dan tidak tahan dengan godaan sehingga melakukan penyimpangan, seperti mau disuap, dan sebagainya.
"Ya, memang masih ada oknum hakim yang dalam putusannya dipengaruhi oleh uang, kolusi, suap, dan sebagainya. Nah, Hari Kehakiman Nasional ini sebenarnya momentum untuk berbenah diri," katanya.
Belakangan ini, diakuinya, beberapa putusan hakim yang cukup menonjol mampu diapresiasi masyarakat, seperti putusan hakim dalam kasus pembunuhan Brigadir Joshua oleh Ferdy Sambo dkk.
"Ini merupakan momentum tepat untuk menaikkan citra peradilan di Indonesia. Pengawasan Komisi Yudisial sudah bagus, pengawasan internal juga bagus, dan putusan Mahkamah Agung juga harus memberikan contoh bagi hakim," pungkasnya.
Baca juga: Pakar hukum: Hakim tunjukkan independensi dalam vonis Ferdy Sambo
"Cara berpikir hakim, bagaimana merohanikan hukum. Hukum ini jangan sekadar dilihat sebagai aturan-aturan kaku, tetapi ini 'bernyawa'," katanya, di Semarang, Rabu malam.
Menurut dia, bagaimana aturan-aturan hukum itu mampu dirasakan oleh hakim dalam memutus suatu perkara dengan mempertimbangkan banyak aspek demi menciptakan keadilan yang adil-adilnya.
Hal tersebut disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum Undip Semarang itu merefleksikan Hari Kehakiman Nasional yang diperingati setiap 1 Maret.
Pujiyono menyebut bahwa hakim merupakan "wakil Tuhan" sehingga setiap keputusannya dalam proses peradilan dipertanggung jawabkan kelak di hadapan Tuhan.
"Hakim dalam setiap memutus (perkara, red.) itu harus melihat berbagai aspek. Ini penting untuk membuat keputusan tidak sekadar normatif. Kalau tidak, ya putusannya akan terasa kering," jelasnya.
Ia menegaskan hakim harus memiliki komitmen dan menjaga integritas dalam menjalankan profesinya, terutama dalam memberikan putusan hukum di proses peradilan.
Apalagi, menurut dia, kesejahteraan hakim saat ini juga lebih terjamin dengan diberikannya tanggung jawab sebagai pejabat negara yang berimplikasi dengan tingkat penghasilannya.
"Dan itu (penghasilan) sangat tinggi. Ya, secara umum kalau saya melihat saat ini secara tingkat kesejahteraan hidup bagi hakim sudah sangat layak," katanya.
Namun, Pujiyono tidak memungkiri jika masih ada oknum-oknum hakim yang tergoda dan tidak tahan dengan godaan sehingga melakukan penyimpangan, seperti mau disuap, dan sebagainya.
"Ya, memang masih ada oknum hakim yang dalam putusannya dipengaruhi oleh uang, kolusi, suap, dan sebagainya. Nah, Hari Kehakiman Nasional ini sebenarnya momentum untuk berbenah diri," katanya.
Belakangan ini, diakuinya, beberapa putusan hakim yang cukup menonjol mampu diapresiasi masyarakat, seperti putusan hakim dalam kasus pembunuhan Brigadir Joshua oleh Ferdy Sambo dkk.
"Ini merupakan momentum tepat untuk menaikkan citra peradilan di Indonesia. Pengawasan Komisi Yudisial sudah bagus, pengawasan internal juga bagus, dan putusan Mahkamah Agung juga harus memberikan contoh bagi hakim," pungkasnya.
Baca juga: Pakar hukum: Hakim tunjukkan independensi dalam vonis Ferdy Sambo