Purwokerto (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Prof Hibnu Nugroho mengatakan jaksa harus cermat dalam mengimplementasikan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 yang dikeluarkan Jaksa Agung ST Burhanuddin sebagai acuan dalam penanganan kasus penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi.
"Saya memberikan apresiasi sekali bahwa Jaksa Agung ST Burhanuddin betul-betul progresif. Artinya, kebijakan yang merespons tentang kondisi tindak pidana narkotika, khususnya terkait dengan pemidanaan," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Dalam permasalahan tersebut, kata dia, penyelesaian restorative justice (keadilan restoratif, red.) dan penanganan rehabilitasi merupakan sesuatu yang sangat menentukan arah dari pemidanaan di Indonesia.
Dengan demikian ke depannya, lanjut dia, tidak menjadi overcrowding atau melebihi kapasitas di dalam lembaga pemasyarakatan.
"Cuma masalahnya, dengan keluarnya pedoman ini, harus diikuti jaksa-jaksa yang profesional dalam melakukan mediasi karena jangan sampai disalahgunakan oleh oknum. Harus melihat suatu peta perkara, harus melihat kondisi sosial masyarakat, harus melihat dampak sosial yang terjadi dengan narkotika yang ada," kata Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan Unsoed Purwokerto itu.
Menurut dia, hal tersebut yang harus dipahami karena tanpa itu, agak sulit nantinya untuk bisa diterima di dalam penegakan hukum, khususnya publik dengan berbagai pertanyaan.
"Misalnya, pertanyaannya begini, wah kenapa ini tidak bisa diselesaikan dengan restorative justice? Ada yang bisa diselesaikan (dengan keadilan restoratif), ada yang tidak. Ini jangan sampai menjadikan diskriminasi, sehingga pedoman baru ini harus diikuti SDM-SDM (sumber daya manusia, red.) yang mampu memberikan penyelesaian yang solutif terhadap perkembangan dinamika masyarakat, sehingga tidak terjadi diskriminasi dalam penanganan kasus," tutur dia menegaskan.
Ia mengatakan jaksa harus benar-benar memahami peta kasus penyalahgunaan narkotika yang sedang ditanganinya dan benar-benar melihat aspek sosial masyarakat.
Menurut dia, jaksa harus benar-benar memahami perbedaan antara penyalahguna atau pemakai, pengedar, dan bandar narkotika, sehingga tidak salah dalam penanganannya.
Dengan demikian, kata dia, jangan sampai orang yang sebenarnya bandar narkotika justru ditangani sebagai pemakai.
"Jangan sampai penanganan ini malah justru blunder (menjadi keliru, red.) oleh Kejaksaan karena ketidakcermatan dalam menangani kasus yang ada, melihat dinamika kasus yang terjadi, pemetaan kasusnya harus jelas," ujar Hibnu.
Seperti diwartakan, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin mengeluarkan Pedoman No.18 Tahun 2021 untuk para penuntut umum sehingga mereka memiliki acuan menangani kasus penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi.
Dengan demikian, pedoman itu diharapkan dapat menjadi salah satu cara mengurangi masalah kelebihan kapasitas di lembaga permasyarakatan, karena jaksa dapat mengoptimalkan opsi hukuman lain, yaitu rehabilitasi.
Berita Terkait
Jasa Raharja luncurkan buku pedoman biaya perawatan di RS
Sabtu, 9 Desember 2023 11:38 Wib
Polres Pemalang bekali anggota dengan buku saku netralitas
Selasa, 5 Desember 2023 8:02 Wib
Jasa Raharja luncurkan buku pedoman perawatan korban lakalantas
Senin, 27 November 2023 17:46 Wib
KPI : Sosok Ganjar di azan TV tidak langgar pedoman penyiaran
Kamis, 14 September 2023 15:21 Wib
Menaker segera keluarkan pedoman pencegahan kekerasan seksual
Rabu, 31 Mei 2023 16:39 Wib
Jasa Tirta: pembukaan Bendungan Wonogiri sesuai pedoman
Senin, 20 Februari 2023 16:03 Wib
Luncurkan JRcare, Jasa Raharja berikan pedoman layanan korban kecelakaan bagi RS
Jumat, 3 Juni 2022 14:22 Wib
Harus ada pedoman jelas pendirian rumah ibadah
Selasa, 24 Mei 2022 21:57 Wib