Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan soal tidak ada nama politikus PDIP Ihsan Yunus dalam dakwaan dua terdakwa penyuap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, yaitu Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja.
"Surat dakwaan JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK tentu disusun berdasarkan fakta-fakta rangkaian perbuatan para tersangka yang diperoleh dari keterangan pemeriksaan saksi-saksi pada proses penyidikan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan dalam berkas perkara terdakwa Harry dan Ardian tersebut, Ihsan Yunus saat itu belum dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik.
Diketahui, Ihsan baru diperiksa KPK pada Kamis (25/2) sebagai saksi untuk tersangka penerima suap kasus tersebut, yaitu Juliari dan kawan-kawan.
Lebih lanjut, ia menyatakan pemeriksaan saksi saat itu tentu diprioritaskan dan fokus pada kebutuhan penyidikan dalam pembuktian unsur pasal sangkaan para tersangka pemberi suap yang telah ditetapkan dari hasil tangkap tangan.
"Keterbatasan waktu yang dibutuhkan sesuai ketentuan undang-undang dalam penyelesaian berkas perkara para tersangka selaku pemberi suap yang hanya 60 hari tentu juga menjadi pertimbangan tim penyidik dalam mengumpulkan bukti sangkaan terhadap para tersangka tersebut," tuturnya.
KPK pun mengajak masyarakat termasuk Indonesia Corruption Watch (ICW) untuk mengikuti, mencermati, dan mengawasi setiap proses persidangan yang terbuka untuk umum sehingga dapat memahami konstruksi perkara ini secara utuh dan lengkap.
"Kami tegaskan, KPK sebagai penegak hukum bekerja berdasarkan aturan hukum. Bukan atas dasar asumsi dan persepsi apalagi desakan pihak lain," kata Ali.
KPK juga memastikan sejauh ditemukan fakta hukum keterlibatan pihak lain tentu akan dikembangkan dan ditindaklanjuti dengan menetapkan pihak lain tersebut sebagai tersangka baik dalam pengembangan pasal-pasal suap menyuap maupun pasal lainnya.
Sebelumnya, ICW mempertanyakan tidak ada nama Ihsan Yunus dalam dakwaan yang dibacakan JPU KPK dalam perkara dugaan suap pengadaan paket bansos sembako di Kementerian Sosial tersebut.
"Hal ini janggal, sebab dalam rekonstruksi yang dilakukan oleh KPK, nama tersebut sudah muncul. Bahkan, dalam salah satu bagian rekonstruksi yang lalu dijelaskan Harry Van Sidabukke menyerahkan uang dengan total Rp6,7 miliar dan dua sepeda merek Brompton kepada Agustri Yogasmara (operator Ihsan Yunus)," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Atas hal tersebut, ICW juga meminta Dewan Pengawas KPK segera memanggil Pimpinan KPK.
"Dewan Pengawas segera memanggil Pimpinan KPK untuk menanyakan perihal hilangnya nama dan peran beberapa pihak dalam surat dakwaan perkara dugaan suap pengadaan bansos sembako di Kementerian Sosial," ujar Kurnia.
Baca juga: Gibran bantah ikut-ikutan rekomendasikan dana bansos
Baca juga: Mensos tersangka kasus korupsi bansos miliki kekayaan Rp47 miliar