Siti Mukaromah: UUD 1945 merupakan sumber hukum formal tertinggi
Purwokerto (ANTARA) - Anggota DPR/MPR RI Siti Mukaromah mengatakan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sumber hukum formal tertinggi dalam sistem ketatanegaran di Indonesia dan sebagai salah satu bentuk hukum tata negara positif.
"Secara konstitusional dan hierarkis, UUD 1945 menempati posisi tertinggi di atas Tap MPR, undang-undang ataupun Perppu, peraturan pemerintah (PP), keputusan presiden, dan peraturan lainnya," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Minggu.
Erma (panggilan akrab Siti Mukaromah, red.) mengatakan hal itu dalam acara "Dengar Pendapat Masyarakat tentang Sistem Ketatanegaraan dan UUD 1945 beserta Pelaksanaannya" yang diikuti 170 peserta dari berbagai elemen masyarakat di Kabupaten Banyumas.
Baca juga: Masyarakat Banyumas diajak taati protokol kesehatan
Oleh karena itu, kata dia, peraturan yang berada di bawahnya secara hierarkis tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya.
"Hierarki ini merupakan tingkatan kekuatan hukum yang sekaligus menjamin keberadaan hukum yang lebih bawah sebagai pelaksana operasional atau teknis," kata dia yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perempuan Bangsa.
Pengamat hukum yang juga Direktur Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup (LPPSLH) Bangkit Ari Sasongko mengatakan ketatanegaraan Indonesia mencakup bahasan tentang hukum dasar dalam konstitusi Indonesia.
Menurut dia, hukum tata negara merupakan bagian dari ilmu hukum, yakni sebagai hukum positif dan dikategorikan sebagai hukum publik.
"Ketatanegaraan Indonesia mencakup bahasan tentang hukum dasar. Bahkan, hal ini menjadi ciri utama dari ketatanegaraan, sehingga sering disebut sebagai constitutional law karena kajian utamanya memusatkan pada konstitusi negara," katanya.
Kendati acara dengar pendapat tersebut membahas masalah ketatanegaraan dan UUD 1945, banyak peserta yang memanfaatkan sesi tanya jawab untuk menyampaikan keluh kesah mereka terutama yang berkaitan dengan kondisi usaha kecil menengah (UKM) maupun industri kecil menengah (IKM) yang terdampak pandemi COVID-19.
Bahkan, sebagian peserta yang merupakan produsen gula merah kristal (gula semut, red.) mengharapkan adanya pendampingan dalam pemasaran termasuk peralatan guna meningkatkan produksi mereka.
Baca juga: Kurangi korban terdampak, legislator minta mitigasi bencana ditingkatkan sesuai prokes
"Secara konstitusional dan hierarkis, UUD 1945 menempati posisi tertinggi di atas Tap MPR, undang-undang ataupun Perppu, peraturan pemerintah (PP), keputusan presiden, dan peraturan lainnya," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Minggu.
Erma (panggilan akrab Siti Mukaromah, red.) mengatakan hal itu dalam acara "Dengar Pendapat Masyarakat tentang Sistem Ketatanegaraan dan UUD 1945 beserta Pelaksanaannya" yang diikuti 170 peserta dari berbagai elemen masyarakat di Kabupaten Banyumas.
Baca juga: Masyarakat Banyumas diajak taati protokol kesehatan
Oleh karena itu, kata dia, peraturan yang berada di bawahnya secara hierarkis tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya.
"Hierarki ini merupakan tingkatan kekuatan hukum yang sekaligus menjamin keberadaan hukum yang lebih bawah sebagai pelaksana operasional atau teknis," kata dia yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perempuan Bangsa.
Pengamat hukum yang juga Direktur Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup (LPPSLH) Bangkit Ari Sasongko mengatakan ketatanegaraan Indonesia mencakup bahasan tentang hukum dasar dalam konstitusi Indonesia.
Menurut dia, hukum tata negara merupakan bagian dari ilmu hukum, yakni sebagai hukum positif dan dikategorikan sebagai hukum publik.
"Ketatanegaraan Indonesia mencakup bahasan tentang hukum dasar. Bahkan, hal ini menjadi ciri utama dari ketatanegaraan, sehingga sering disebut sebagai constitutional law karena kajian utamanya memusatkan pada konstitusi negara," katanya.
Kendati acara dengar pendapat tersebut membahas masalah ketatanegaraan dan UUD 1945, banyak peserta yang memanfaatkan sesi tanya jawab untuk menyampaikan keluh kesah mereka terutama yang berkaitan dengan kondisi usaha kecil menengah (UKM) maupun industri kecil menengah (IKM) yang terdampak pandemi COVID-19.
Bahkan, sebagian peserta yang merupakan produsen gula merah kristal (gula semut, red.) mengharapkan adanya pendampingan dalam pemasaran termasuk peralatan guna meningkatkan produksi mereka.
Baca juga: Kurangi korban terdampak, legislator minta mitigasi bencana ditingkatkan sesuai prokes