Jakarta (ANTARA) - Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menilai pola konsumsi produk ritel di Indonesia masih didominasi oleh masyarakat kelas menengah.
"Hampir 50 persen konsumsi di Indonesia berada di kelas menengah yang memiliki pendapatan tetap," ujar Roy Mandey dalam seminar daring yang digelar Aprindo di Jakarta, Jumat.
Menurut Ketua Aprindo tersebut, konsumsi dari kelas marginal sangat lemah karena daya beli kelas tersebut yang rendah.
Dalam kesempatan yang sama, Roy juga menyinggung rasio jumlah toko ritel yang relatif masih kecil dibandingkan dengan jumlah populasi.
"Jumlah rasio ritel dari satu juta penduduk hanya 52 toko ritel, sangat sedikit dibandingkan dengan pasar rakyat atau tradisional," kata Ketua Aprindo tersebut.
Dengan demikian, lanjut Roy, masih terdapat potensi sektor ritel akan terus berkembang.
Sebelumnya Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) meyakini masyarakat akan kembali memenuhi pusat perbelanjaan pascapandemi COVID-19 meski tren belanja online cukup tinggi dilakukan masyarakat saat ini.
Dewan Ahli Hippindo Yongki Susilo mengatakan bahwa supermarket, minimarket dan pasar tradisional akan menjadi pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok. Porsi pasar umum diperkirakan mencapai 70 persen, pasar modern 29 persen dan kurang dari 1 persen untuk e-commerce.
Ia juga menyebut masyarakat Indonesia yang sosial, gemar berbelanja di pusat perbelanjaan karena pengalaman yang didapatkan. Berbeda dengan belanja online, di mana konsumen melakukannya untuk memenuhi kebutuhan.
Yongki menyarankan ritel tak perlu banyak investasi di online karena kebiasaan masyarakat tidak akan langsung berubah dalam dua, empat bulan. Ritel Indonesia juga kebanyakan sudah punya platform online tapi itu tidak meningkatkan penjualan.
Baca juga: Toko modern di Kudus mulai terapkan pembatasan pembelian bahan pokok
Baca juga: Perluas pasar produk, Kemendag pertemukan UKM dengan pengusaha ritel