Polemik penambangan pasir Pantai Bunton segera diselesaikan
Cilacap (Antaranews Jateng) - Polemik yang berkaitan dengan penambangan pasir di Pantai Bunton, Kabupaten Cilacap, segera diselesaikan, kata Kepala Seksi Geologi, Mineral, dan Batubara Cabang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Wilayah Slamet Selatan Rudi Hariyanto.
"Ada tujuh poin yang dihasilkan dari rapat. Intinya bahwa penambang harus proaktif kepada masyarakat, harus sosialisasi dengan masyarakat," katanya di Balai Desa Bunton, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Senin siang.
Rudi mengatakan hal itu kepada wartawan usai rapat bersama yang membahas penyelesaian permasalahan kegiatan penambangan pasir di Pantai Bunton.
Dia menduga permasalahan yang terjadi di Desa Bunton itu muncul karena penambang tidak memenuhi kewajibannya.
"Misalnya masalah jalan, `community development` (pengembangan masyarakat, red.), masyarakatnya dijadikan apa. Ketika masalah-masalah ini tidak dipenuhi, akhirnya jadinya begini," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, penambang harus pro-aktif bersosialisasi dengan melakukan pendekatan-pendekatan kepada masyarakat.
"Kalau bisa diselesaikan dengan baik, kenapa tidak," katanya.
Ia mengatakan tim dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jawa Tengah dan Komando Daerah Militer IV/Diponegoro dalam waktu dekat mengecek ulang lokasi penambangan pasir untuk memastikan lahan tersebut milik TNI Angkatan Darat atau bukan.
Anggota Dewan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah Eddy Wahono mengatakan rapat bersama tersebut digelar karena adanya surat penolakan dari masyarakat terhadap kegiatan penambangan pasir di Pantai Bunton.
Bahkan, kata dia, surat penolakan dari masyarakat tersebut sudah sampai ke Presiden RI.
"Ada dua poin di sini, adalah penambangan yang dilakukan PT Putra Garuda Mas Raya dan penambangan yang dilakukan dengan perizinan reguler. Penambangan dengan perizinan reguler ini dimiliki saudara Yanto dan saudara Marno," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, pertambangan yang dilakukan PT Putra Garuda Mas Raya menggunakan izin khusus berupa angkutan penjualan namun masa berlakunya sudah habis.
Tambang pasir yang dikelola Yanto dan Marno menggunakan izin pertambangan reguler yang juga ditujukan untuk normalisasi muara Sungai Serayu serta izinnya sudah diperpanjang.
"Muara Sungai Serayu sudah terlalu sempit sehingga (pasirnya, red.) harus dikurangi agar dapat mengurangi efek `back water`. Coba saja kalau muaranya sempit, saat air laut sedang pasang dan air Sungai Serayu sedang tinggi, kemudian saling hantam di muara, airnya akan meluber ke mana-mana," katanya.
Eddy mengatakan sosialisasi kepada masyarakat harus dilakukan pihak-pihak yang mengelola pertambangan.
Selain itu, kata dia, penambang juga harus memenuhi kewajibannya, terutama dalam mengurus perizinannya.
"Kalau pengurusan perizinannya belum selesai, ya jangan menambang," katanya.
Dia mengatakan PT Putra Garuda Mas Raya harus mengurus perizinannya yang sudah mati agar bisa kembali menjalankan aktivitasnya.
Akan tetapi, kata dia, PT Putra Garuda Mas Raya hanya bmenambang dari hasil pengerukan "jetty" milik Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Unit 2 Jateng atau PLTU Bunton karena izin yang dimiliki perusahaan tersebut adalah angkutan penjualan.
"Sisa pengerukan itu yang bdiangkut, tidak bmenambang di tempat lain. Kalau menambang di tempat lain itu pertambangan reguler, bukan izin angkutan penjualan. Akan tetapi yang dilakukan PT Putra Garuda Mas Raya justru menambang di tempat lain," katanya.
Rapat bersama yang juga dihadiri perwakilan BPN Cilacap, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cilacap, Balai Pengelola Sumber Daya Air Serayu Citanduy, Kodim 0703/Cilacap, Subzibang Cilacap, Koramil Adipala, Polsek Adipala, dan Pemerintah Desa Bunton itu menghasilkan tujuh poin kesepakatan. di antaranya sosialisasi dan komunikasi penambang dengan masyarakat.
Selain itu, wajib terpenuhinya aspirasi masyarakat, perlu adanya sikap pro-aktif dari penambang, penetapan batas koordinat wilayah kegiatan pertambangan yang jelas dan kewajiban penambang melakukan pematokan batas tambang, serta prinsip izin.
Aktivitas penambangan pasir yang dilakukan PT Putra Garuda Mas Raya di Pantai Bunton ditolak warga setempat karena akan mengurangi luasan pantai yang merupakan lahan milik TNI Angkatan Darat dengan sertifikat hak guna pakai Nomor 4 Tahun 2016.
Warga menganggap pantai merupakan pelindung atau batas antara laut dan tanah warga.
Oleh karena itu, warga beberapa kali berunjuk rasa menolak aktivitas PT Putra Garuda Mas Raya yang berdalih mengangkut sisa limbah penahan deburan gelombang laut pada 2016 yang sebenarnya sudah dihabiskan dan diangkut perusahaan tersebut.
Bahkan, aktivitas penambangan yang dilakukan PT Putra Garuda Mas Raya jauh dari lokasi penahan deburan gelombang laut dengan alasan materialnya tersebar ombak.
"Ada tujuh poin yang dihasilkan dari rapat. Intinya bahwa penambang harus proaktif kepada masyarakat, harus sosialisasi dengan masyarakat," katanya di Balai Desa Bunton, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Senin siang.
Rudi mengatakan hal itu kepada wartawan usai rapat bersama yang membahas penyelesaian permasalahan kegiatan penambangan pasir di Pantai Bunton.
Dia menduga permasalahan yang terjadi di Desa Bunton itu muncul karena penambang tidak memenuhi kewajibannya.
"Misalnya masalah jalan, `community development` (pengembangan masyarakat, red.), masyarakatnya dijadikan apa. Ketika masalah-masalah ini tidak dipenuhi, akhirnya jadinya begini," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, penambang harus pro-aktif bersosialisasi dengan melakukan pendekatan-pendekatan kepada masyarakat.
"Kalau bisa diselesaikan dengan baik, kenapa tidak," katanya.
Ia mengatakan tim dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jawa Tengah dan Komando Daerah Militer IV/Diponegoro dalam waktu dekat mengecek ulang lokasi penambangan pasir untuk memastikan lahan tersebut milik TNI Angkatan Darat atau bukan.
Anggota Dewan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah Eddy Wahono mengatakan rapat bersama tersebut digelar karena adanya surat penolakan dari masyarakat terhadap kegiatan penambangan pasir di Pantai Bunton.
Bahkan, kata dia, surat penolakan dari masyarakat tersebut sudah sampai ke Presiden RI.
"Ada dua poin di sini, adalah penambangan yang dilakukan PT Putra Garuda Mas Raya dan penambangan yang dilakukan dengan perizinan reguler. Penambangan dengan perizinan reguler ini dimiliki saudara Yanto dan saudara Marno," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, pertambangan yang dilakukan PT Putra Garuda Mas Raya menggunakan izin khusus berupa angkutan penjualan namun masa berlakunya sudah habis.
Tambang pasir yang dikelola Yanto dan Marno menggunakan izin pertambangan reguler yang juga ditujukan untuk normalisasi muara Sungai Serayu serta izinnya sudah diperpanjang.
"Muara Sungai Serayu sudah terlalu sempit sehingga (pasirnya, red.) harus dikurangi agar dapat mengurangi efek `back water`. Coba saja kalau muaranya sempit, saat air laut sedang pasang dan air Sungai Serayu sedang tinggi, kemudian saling hantam di muara, airnya akan meluber ke mana-mana," katanya.
Eddy mengatakan sosialisasi kepada masyarakat harus dilakukan pihak-pihak yang mengelola pertambangan.
Selain itu, kata dia, penambang juga harus memenuhi kewajibannya, terutama dalam mengurus perizinannya.
"Kalau pengurusan perizinannya belum selesai, ya jangan menambang," katanya.
Dia mengatakan PT Putra Garuda Mas Raya harus mengurus perizinannya yang sudah mati agar bisa kembali menjalankan aktivitasnya.
Akan tetapi, kata dia, PT Putra Garuda Mas Raya hanya bmenambang dari hasil pengerukan "jetty" milik Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Unit 2 Jateng atau PLTU Bunton karena izin yang dimiliki perusahaan tersebut adalah angkutan penjualan.
"Sisa pengerukan itu yang bdiangkut, tidak bmenambang di tempat lain. Kalau menambang di tempat lain itu pertambangan reguler, bukan izin angkutan penjualan. Akan tetapi yang dilakukan PT Putra Garuda Mas Raya justru menambang di tempat lain," katanya.
Rapat bersama yang juga dihadiri perwakilan BPN Cilacap, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cilacap, Balai Pengelola Sumber Daya Air Serayu Citanduy, Kodim 0703/Cilacap, Subzibang Cilacap, Koramil Adipala, Polsek Adipala, dan Pemerintah Desa Bunton itu menghasilkan tujuh poin kesepakatan. di antaranya sosialisasi dan komunikasi penambang dengan masyarakat.
Selain itu, wajib terpenuhinya aspirasi masyarakat, perlu adanya sikap pro-aktif dari penambang, penetapan batas koordinat wilayah kegiatan pertambangan yang jelas dan kewajiban penambang melakukan pematokan batas tambang, serta prinsip izin.
Aktivitas penambangan pasir yang dilakukan PT Putra Garuda Mas Raya di Pantai Bunton ditolak warga setempat karena akan mengurangi luasan pantai yang merupakan lahan milik TNI Angkatan Darat dengan sertifikat hak guna pakai Nomor 4 Tahun 2016.
Warga menganggap pantai merupakan pelindung atau batas antara laut dan tanah warga.
Oleh karena itu, warga beberapa kali berunjuk rasa menolak aktivitas PT Putra Garuda Mas Raya yang berdalih mengangkut sisa limbah penahan deburan gelombang laut pada 2016 yang sebenarnya sudah dihabiskan dan diangkut perusahaan tersebut.
Bahkan, aktivitas penambangan yang dilakukan PT Putra Garuda Mas Raya jauh dari lokasi penahan deburan gelombang laut dengan alasan materialnya tersebar ombak.