Semarang (Antaranews Jateng) - Aliansi Akademisi Progresif Indonesia mendesak Rektor Universitas Negeri Semarang Prof. Fathur Rokhman mencabut laporan hukum terhadap jurnalis Zakki Amali.
"Mengkriminalisasi pekerjaan wartawan karena laporan jurnalistiknya adalah sejenis tindakan anti-intelektual," demikian pernyataan tertulis yang diterima di Semarang, Senin.
Andina Dwifatma selaku Koordinator Aliansi Akademi Progresif Indonesia menyayangkan langkah anti-intelektual yang dilakukan Rektor Unnes Prof Fathur yang melaporkan jurnalis Serat.id itu.
Jurnalis media online Serat.id tersebut dilaporkan kepada kepolisian terkait tulisan-tulisan investigasinya mengenai dugaan plagiarisme yang dilakukan Fathur.
Aliansi Akademisi Progresif Indonesia yang merupakan sekumpulan akademisi yang percaya dengan nilai-nilai dunia akademik dan prinsip demokrasi, lanjut dia, mengecam keras tindakan itu.
Pernyataan tertulis tertanggal 10 Desember 2018 itu dituangkan 111 akademisi dari berbagai perguruan tinggi, seperti Unika Atmajaya, Universitas Padjajaran, Universitas Indonesia, hingga University of Queensland.
"Kami menilai langkah hukum yang diambil bukan saja memperlihatkan mentalitas dunia akademi yang anti-kritik, melainkan sebuah ancaman yang pesannya disampaikan kepada siapa pun yang kritis dan berupaya mengungkap kebenaran," tegasnya.
Yang perlu dilakukan Fathur, kata dia, bukanlah memolisikan Zakki, melainkan membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan plagiarisme.
Keberatannya atas laporan jurnalistik yang ditulis jurnalis, kata pengajar Unika Atmajaya tersebut, bisa ditempuh melalui mekanisme hak jawab yang dimediasi oleh Dewan Pers.
"Sejatinya, memidanakan kegiatan pers adalah bentuk melawan hukum karena Undang-Undang Pers menjamin kebebasan pers," katanya.
Selain itu, Aliansi Akademisi Progresi Indonesia juga menolak praktik penggunaan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang makin lama menjadi momok mengerikan bagi kebebasan pendapat di Indonesia.
Berdasarkan data Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) setidaknya ada 245 kasus pelaporan UU ITE di Indonesia sejak 2008.
Dari jumlah tersebut, 35,92 persen pelapor adalah pejabat negara, termasuk kepala daerah, kepala instansi atau departemen, menteri, dan aparat
keamanan.
Alih-alih tepat guna dalam membangun kultur berinternet yang lebih etis, kata dia, UU ITE justru membungkam kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat.
"Untuk itu, kami mendesak keras agar Rektor Unnes Fathur Rokhman mencabut segera laporannya terhadap wartawan Zakki Amali dan menyelesaikan permasalahan yang ada dengan mengacu pada mekanisme UU Pers," pungkasnya.