Semarang (ANTARA) - Ketua DPRD Jateng Sumanto meminta pemerintah provinsi melakukan intervensi sektor pertanian dan perikanan untuk mengentaskan kemiskinan di daerah.
Sumanto melalui keterangan yang diterima di Solo, Jawa Tengah, Sabtu mengatakan sejauh ini pihaknya terus mendorong upaya pengentasan kemiskinan di Jawa Tengah. Ia menyoroti kemiskinan banyak terjadi pada wilayah yang masyarakatnya bekerja di sektor pertanian dan perikanan.
Padahal jika digarap secara serius, dua sektor tersebut bisa menjadi andalan dan meningkatkan perekonomian. Ia menyebut selama ini sebagian besar petani di Jawa Tengah kurang sejahtera karena memiliki luas sawah yang terbatas. Dengan keterbatasan luas lahan persawahan tersebut, produksi padi yang mereka hasilkan tak bisa maksimal.
Akibatnya, menurut dia penghasilan para petani juga minim, bahkan di bawah upah minimum regional (UMR).
"Dari sekitar 3 juta petani Jateng, sebagian besar luas lahannya di bawah 1.000 meter. Dengan harga gabah sekitar Rp6.500/kg, penghasilannya tak lebih dari Rp1 juta sebulan," ujarnya.
Ia menambahkan hanya petani yang luas lahannya 1 hektare ke atas bisa memiliki penghasilan bersih Rp5-6 juta/bulan. Penghasilan para petani sebelumnya makin sedikit saat harga gabah hanya Rp3.500-4.000/kg. Saat itu, bahkan banyak petani yang merugi karena hasil panen tidak mampu menutup biaya produksi. Terlebih mereka masih harus membeli pupuk yang mahal saat musim tanam.
"Sekarang dengan harga gabah yang relatif bagus mengapa mereka belum sejahtera? Karena rata-rata luas sawahnya hanya segitu. Perlu ada intensifikasi agar petani dengan luas lahan pertanian 1.000 m bisa menghasilkan lebih dari Rp1 juta sebulan," katanya.
Politisi PDI Perjuangan ini menambahkan setiap tahun Pemprov Jateng dengan DPRD Jateng menganggarkan renovasi 17.000 rumah tak layak huni RTLH bagi warga miskin. Setiap rumah mendapatkan bantuan biaya renovasi Rp20 juta. Namun menurutnya yang perlu mendapat perbaikan tidak hanya tampilan rumah tapi juga penghasilan warga.
"Ini menjadi tugas pemerintah. Gubernur, DPRD, agar mereka bisa berpenghasilan cukup. Ini yang sulit. Di samping pemerintah memberi ruang, warga juga harus membuka pikiran agar jangan menyerah. Harus berusaha bagaimana agar tiap hari berpenghasilan. Sebab jika diberi bansos berapapun, tentu akan habis," katanya.

Semetara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng Endi Faiz Effendi mengatakan dari sekitar 9,47 persen angka kemiskinan Jawa Tengah, sebagian besar ada di masyarakat pesisir. Mereka yang punya mata pencaharian sebagai nelayan ini bahkan masuk kategori kemiskinan ekstrem. Endi mengungkap ada beberapa faktor penyebabnya, yaitu dari sisi gaya hidup dan kurangnya sarana prasarana dasar di wilayah pesisir.
"Salah satu sebabnya, mereka tak terbiasa saving. Saat masa paceklik jual barang sehingga manajemen keuangannya kurang bagus," katanya.
Selain itu, masyarakat juga kurang mampu mendekat ke sumber pendapatan, pendidikannya rendah, biaya operasional nelayan untuk melaut besar, serta kurangnya sara prasarana dasar seperti air terbatas, dan sampah menumpuk.
"Upaya yang kami lakukan dengan membangun kawasan higienis di pesisir. Membangun rumah higienis, dekatkan BBM pada nelayan sehingga biaya operasinal berkurang, serta meningkatkan pendapatan dengan memberikan skill," katanya.

